“Gadget itu cepat perubahannya, konsentrasi juga kan terbatas karena itu perlu ada jeda-jeda istilah ice breaking. Agar kembalikan gairah belajar, kembalikan potensi, sehingga anak didik merasa terarah dan dikembangkan. Buat mereka nyaman agar belajar optimal ke depan dan tidak menimbulkan potensi bullying,” tegasnya.
Disinggung soal bullying menurut Ledia, bisa jadi secara umum anak-anak pelaku bullying itu karena tidak nyaman atau mengalami perundungan di rumah atau banyak dimarahi, sehingga melampiaskan ke teman yang dianggap lebih rentan.
Karenanya guru harus menelusuri mencari tahu penyebabnya apa hingga akhirnya si anak memilih kekerasan atau perundungan.
Ledia pun menghimbau agar komunikasi terbuka setidaknya dengan wali kelas.
“Dalam membaca potensi, guru punya pengalaman dan harus diasah terus, mata batinnya diasah terus. Insyaa Allah mempermudah mengenali anak walau tidak 100 persen. Tidak hanya wali kelas yang bertanggung jawab, guru-guru mata pelajaran pun bertanggungjawab karena potensi bisa saja dikembangkan oleh guru pelajaran,” tutupnya seraya mengatakan sebelumnya kerja sama dalam kegiatan merdeka belajar dan rapor pendidikan.
Sekretaris Dinas Pendidikan Tantan Surya Santana menambahkan bahwa kerja sama DPR RI dan Kemendikbudristek dalam workshop pendidikan itu diikuti sekitar 100 guru di Kota Bandung.
Kata Tantan, yang mereka(guru-guru) itu ambil dari workshop pendidikan adalah proses pembelajaran lebih menyenangkan guna wujudkan generasi emas, unggul, cerdas.
“Yang menentukan proses di sekolah adalah peran guru di dalamnya. Kita juga dulu malas sekolah karena suasana stres, tegang. Nah sekarang diubah proses pembelajaran harus membuat suasana menyenangkan, semangat, belajar jadi motivasi,” ucapnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan