Jadi gini, bayangin juga ada seorang mahasiswa yang keliatan santai banget dan percaya diri ngejalanin hidupnya di kampus. Mereka mungkin selalukeliatan bahagia, terlihat terorganisir, perfect dan tampak sukses dalam kehidupan akademik mereka.
Tetapi di balik itu, mereka mungkin lagi ngadepin tekanan yang luar biasa. Mereka mungkin harus menghadapi tekanan dari tugas kuliah yang menumpuk, deadline yang ketat, dan ekspektasi tinggi dari diri sendiri dan orang lain. Mereka mungkin juga merasa takut akan kegagalan dan khawatir tentang masa depan mereka.
Namun, mereka terus berusaha untuk menjaga penampilan mereka agar tampak seperti bebek yang tenang di atas air. Mereka juga bakal takut banget sama pendapat orang lain kalau orang lain tahu hidup mereka nggak se-sempurna itu. Semua tuntutan dan rasa takut itulah yang bisa nyebabin seseorang bisa terkena Duck Syndrome.
Efek Sampingnya Gak Selamanya Baik, Lho!
Seringnya orang yang udah terkena sindrom ini tuh jago banget dalam baur sama lingkungan sosial. Mereka bisa atur emosi mereka dengan baik dan bisa nyambung sama orang lain tanpa keliatan kalo mereka lagi stres atau nggak nyaman. Hal ini bisa bantu mereka dalam situasi sosial dan kerjaan juga.
Tapi, sindrom ini gak selamanya baik dan bisa berdampak negatif pada kesejahteraan mental orang tersebut. Ketika mereka terus berpura-pura kalau semuanya baik-baik saja, mereka mungkin gak mau atau gak mampu cari bantuan saat mereka bener-bener lagi butuh bantuan. Bakal timbul perasaan yang namanya gengsi.
Mereka mungkin ngerasa malu atau takut dianggap lemah kalau mereka ngungkapin kalau mereka sebenarnya lagi stres dan gak mampu ngatasin tekanan yang ada. Akibatnya, mereka terus menderita sendiri, tanpa dapetin dukungan yang mereka butuhkan.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan