Leptospirosis memiliki dua fase utama:
- Fase leptospiremia (septisemik): Fase ini terjadi dalam rentang waktu 2–14 hari setelah tubuh terinfeksi. Bakteri Leptospira dapat ditemukan dalam darah selama fase ini, sehingga tes darah dapat digunakan untuk mendeteksinya.
- Fase imun: Pada fase ini, bakteri Leptospira telah menyebar ke organ tubuh tertentu, terutama ginjal yang memproduksi urine. Oleh karena itu, diagnosis leptospirosis pada fase ini biasanya dilakukan melalui tes urine.
Gejala yang Dirasakan
Leptospirosis merupakan penyakit yang menunjukkan ragam gejala, yang dapat bervariasi sesuai dengan tingkat keparahan penyakit. Gejala awal yang sering muncul meliputi;
- Demam tinggi
- Sakit kepala
- Diare
- Mata merah
- Nyeri otot, terutama pada otot betis
- Mual dan muntah
- Nyeri perut
Namun, jika leptospirosis tidak ditangani dengan tepat, penyakit ini berpotensi menyebabkan peradangan pada organ tubuh yang dikenal sebagai sindrom Weil. Sindrom ini sering kali memperlihatkan gejala seperti;
- Demam
- Sesak napas
- Penyakit kuning (jaundice)
- Batuk berdarah
- Nyeri dada
- Penurunan volume urine
- Perubahan warna feses menjadi kehitaman
- Adanya darah dalam urine (hematuria)
Penting untuk diingat bahwa gejala leptospirosis dan sindrom Weil dapat bervariasi dari individu ke individu lainnya, dan kondisi ini memerlukan penanganan medis yang tepat sesegera mungkin.
Cara Penularan dan Pencegahan
Leptospirosis adalah penyakit menular yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Menurut dr. Pittara dari Alodokter, penularan bakteri Leptospira ke manusia dapat terjadi melalui beberapa cara berikut:
- Kontak langsung antara kulit manusia dengan urine hewan pembawa bakteri. Ini bisa terjadi ketika seseorang memiliki kontak langsung dengan urine hewan yang terinfeksi, seperti melalui proses pemeliharaan atau kontak fisik dengan hewan yang terinfeksi.
- Kontak kulit manusia dengan air dan tanah yang terkontaminasi oleh urine hewan pembawa bakteri. Bakteri Leptospira dapat bertahan hidup dalam lingkungan air dan tanah yang lembab, sehingga orang dapat terinfeksi jika kulit mereka terpapar langsung dengan air atau tanah yang terkontaminasi oleh urine hewan yang terinfeksi.
- Konsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh urine hewan pembawa bakteri. Jika makanan atau minuman terkontaminasi oleh urine hewan yang terinfeksi, dan kemudian dikonsumsi oleh manusia tanpa proses pembersihan atau pengolahan yang memadai, maka orang tersebut berisiko terinfeksi leptospirosis.
Menurut Kementerian Kesehatan RI, pencegahan penularan leptospirosis meliputi langkah-langkah berikut:
- Menghindari air yang sudah terkontaminasi dan memastikan kebersihannya sebelum mengkonsumsinya. Ini berarti menghindari kontak langsung dengan air yang diduga terkontaminasi oleh urine hewan, terutama dalam keadaan yang tidak terlihat bersih atau jernih.
- Memakai sepatu dari bahan karet dengan ukuran yang tinggi, serta sarung tangan karet bagi kelompok kerja yang berisiko tinggi tertular leptospirosis. Langkah ini dapat membantu melindungi kulit dari paparan langsung terhadap bakteri Leptospira yang mungkin ada di tanah atau air yang terkontaminasi.
- Membersihkan bagian-bagian rumah, kantor, atau gedung dengan desinfektan secara teratur. Hal ini penting untuk mengurangi kemungkinan adanya bakteri Leptospira yang menempel pada permukaan yang sering disentuh atau digunakan.
- Berperilaku hidup bersih dan sehat, yang mencakup menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar. Ini termasuk mencuci tangan secara teratur dengan sabun dan air mengalir, menjaga kebersihan rumah dan tempat tinggal, serta menghindari kontak langsung dengan hewan yang berpotensi menjadi pembawa bakteri Leptospira.
Dalam musim hujan dan banjir seperti saat ini, kesadaran akan leptospirosis menjadi sangat penting. Dengan memahami apa itu leptospirosis dan langkah-langkah pencegahannya, kita dapat mengurangi risiko penularan penyakit ini.
Tinggalkan Balasan