Fenomena ini disebut juga comfort eating. Kita makan bukan karena lapar, tapi karena ingin merasa lebih tenang. Makanan manis dan gurih mampu meningkatkan kadar dopamin di otak — hormon yang bikin kita merasa senang sementara. Tapi, sayangnya efek ini hanya sesaat.
Otak & Sistem Reward: Kenapa Makan Jadi Pelarian Emosional
Dari sisi neurobiologi, makan saat stres sangat terkait dengan sistem reward di otak, khususnya area yang disebut nucleus accumbens. Saat kita makan makanan enak, otak melepaskan dopamin yang memberikan rasa puas dan nyaman.
Karena itu, tubuh belajar mengasosiasikan makanan dengan rasa lega. Masalahnya, semakin sering kita melakukan hal ini, otak membentuk kebiasaan baru: setiap stres, makan.
Penelitian dari American Psychological Association (APA, 2025) menunjukkan bahwa orang dengan tingkat stres tinggi dua kali lebih berisiko mengalami emotional eating dibanding mereka yang memiliki regulasi emosi yang baik. Kalau dibiarkan terus, pola ini bisa berkembang jadi perilaku kompulsif seperti binge eating disorder.
Dampak Stres Eating pada Tubuh dan Pikiran
a. Kenaikan berat badan dan obesitas.
Konsumsi makanan tinggi gula dan lemak secara berlebihan menyebabkan kalori berlebih yang berujung pada peningkatan BMI. Studi meta-analisis dari Frontiers in Nutrition (2025) menunjukkan hubungan positif antara stres kronis, peningkatan kortisol, dan akumulasi lemak visceral (lemak di sekitar organ).
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan