“Kita yang ambil terkait budaya, disabilitas, tidak marketable,” ujarnya.
Namun sayangnya kendati sudah 2 kali kirim surat ke Kemenkominfo agar radio Sonata diberikan frekuensi ternyata belum ada jawaban dengan alasan sudah ada RRI.
“Semua persyaratan termasuk perda nya sudah dibuat. Kami harus berdekatan dengan digital ada ig, ada youtube. Kami ingin output sonata agar budaya kita gak ilang. Banyak pendengar nya dari orang orang migran pekerja luar negeri,” ucapnya lagi.
Karenanya Yayan akan kembali ke kominfo untuk kembali meminta ijin.
“Kami boleh tapi harus digital. Sementara ada khusus dari pendengar. Kami akan tetep berjuang agar sonata sebagai warisan leluhur bisa dimanfaatkan. Seperti kota kota lain,” tutupnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan