Karya final projeknya memiliki kurang dari 30 halaman, dan yang membedakannya lagi adalah bahwa dalam final projek tidak diperlukan penerapan metodologi yang umumnya ditemukan dalam skripsi, meskipun teori masih tetap digunakan.
Ginanjar, yang kini bekerja sebagai pekerja swasta dan berasal dari Klaten, mengungkapkan bahwa kebijakan prodi tersebut memberikan kemudahan bagi mahasiswa untuk lulus lebih cepat.
Ia memilih jalur nonskripsi karena minatnya pada buku dan memilih untuk mengevaluasi buku dalam bentuk review.
Alasan lainnya adalah karena final projek ini bisa diselesaikan lebih cepat dibandingkan dengan skripsi tradisional.
Dania Rachma, lulusan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang angkatan 2016, juga memiliki pengalaman serupa.
Perempuan asal Sukoharjo tersebut berhasil lulus tanpa skripsi. Seperti Ginanjar, ia juga diberikan tugas untuk mengerjakan proyek sebagai alternatif dari skripsi konvensional.
Dania menjelaskan bahwa dalam proyek tersebut, mahasiswa diberikan kebebasan untuk menulis tentang berbagai topik seperti pertunjukan, film, lagu, dan hal-hal lain yang terkait dengan sastra Inggris.
Proyek ini memberikan kesempatan bagi mahasiswa untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam mengeksplorasi berbagai aspek budaya populer.
Seperti halnya dalam kasus Ginanjar, proyek ini juga memungkinkan Dania untuk menunjukkan pemahamannya tentang sastra Inggris tanpa perlu melibatkan metodologi penelitian seperti dalam skripsi konvensional.
Tujuan Kebijakan Mendikbudristek
- Dunia PEndidikan
- Lulus Tanpa Skripsi
- Lulus Tanpa Skripsi Bukanlah Hal Baru
- Mahasiswa S1 Tidak Wajib Buat Skripsi untuk Syarat Kelulusan
- Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nadiem Makarim
- Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek)
- Nadiem Anwar Makarim
- Nadiem Makarim Putuskan Mahasiswa Tidak Perlu Lagi Bikin Skripsi untuk Lulus
- News
- Universitas Diponegoro (Undip)
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan