WHO menyarankan negara-negara untuk mengambil tindakan guna mengurangi risiko penularan, terutama kepada kelompok yang lebih rentan seperti anak-anak, ibu hamil, dan mereka dengan kondisi imunosupresi.

Sejarah dan Penyebaran Cacar Monyet

Monkeypox – straitstime.com

Cacar monyet pertama kali diidentifikasi pada 1958 di Republik Demokratik Kongo dari monyet yang diteliti.

Pada 1970, penyakit ini pertama kali terdeteksi pada manusia di Kongo dan Sudan, dan ditemukan menyebar melalui kontak dengan hewan terinfeksi, seperti monyet, tupai, atau tikus.

Sejak saat itu, wabah cacar monyet telah muncul di berbagai negara Afrika dan pada 2003, wabah tersebut terjadi di Amerika Serikat. Dilaporkan bahwa penyebabnya adalah tikus Afrika yang diimpor.

Dalam dua dekade terakhir, penyakit ini telah ditemukan di Asia, termasuk Singapura, Malaysia, dan kini Indonesia.

Di Indonesia, cacar monyet pertama kali ditemukan pada tahun 2021 di Papua dan segera menyebar ke wilayah lain di Indonesia.

Gejala dan Pencegahan

Monkeypox – rri

Cacar monyet, penyakit yang disebabkan oleh virus dari genus Orthopoxvirus, menunjukkan gejala awal yang serupa dengan flu. Gejalanya meliputi:

  • Demam: Ini adalah tanda awal yang umum ditemukan pada penderita cacar monyet.
  • Sakit Kepala dan Otot: Penderita biasanya merasa sakit di bagian kepala dan otot.
  • Kelelahan: Rasa lelah atau kelemahan umum bisa menjadi salah satu gejala awal.
  • Ruam: Dalam perkembangannya, penderita akan menunjukkan tanda ruam yang lalu berubah menjadi lepuh berisi cairan.
  • Pembengkakan Kelenjar: Beberapa penderita mungkin juga mengalami pembengkakan pada kelenjar.

Dalam upaya pencegahan, berikut adalah beberapa langkah yang bisa diambil:

  • Vaksinasi: Meskipun pengembangan vaksin masih dalam tahap riset, ada beberapa jenis vaksin yang telah menunjukkan efektivitas dalam pencegahan cacar monyet.
  • Hindari Kontak dengan Hewan: Menghindari kontak langsung dengan hewan yang mungkin terinfeksi dapat mengurangi risiko penularan.
  • Gunakan Alat Pelindung Diri: Bagi mereka yang berada dalam lingkungan rawat atau merawat penderita, penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan sangat dianjurkan.
  • Kebersihan dan Cuci Tangan: Masyarakat dihimbau untuk selalu menjaga kebersihan dengan mencuci tangan menggunakan sabun setelah aktivitas dan menghindari kontak seksual dengan penderita atau individu yang memiliki risiko tinggi tertular.