Sistem integrasi akan memungkinkan beberapa RW untuk bekerja sama dalam memenuhi permintaan tersebut.

“Begitu juga dengan kebutuhan kompos yang besar, kita perlu menyatukan beberapa wilayah untuk mencapai jumlah yang diinginkan. Dengan menggabungkan kekuatan ini, sampah bisa menjadi peluang ekonomi,” jelasnya.

Meski demikian, Ia menyadari bahwa cara pengelolaan sampah di setiap kelurahan belum merata. Untuk itu, ia mengusulkan penerapan standar minimum dalam pengelolaan sampah baik organik maupun anorganik.

“Bukan berarti kita harus menstandarisasi semua hal, tetapi setiap lingkungan perlu memiliki acuan yang sama. Misalnya, berapa lama waktu yang diperlukan untuk maggot mengolah satu kilogram sampah organik. Dengan begitu, kita bisa menghitung penyerapan sampah di setiap wilayah,” terangnya.

Selain fokus pada pengelolaan sampah organik, Koswara menargetkan pengurangan residu sampah yang tidak dapat diolah, yang nantinya akan dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA). Berdasarkan data yang ada, persentase residu di berbagai wilayah berkisar antara 11 persen hingga 30 persen.

“Kita ingin residu yang dikirim ke TPA sesedikit mungkin. Jika ada alat yang dapat membantu mengurangi residu, Pemkot akan membantu menyediakannya. Namun, jika memang tidak ada alternatif lain, barulah residu tersebut dibuang ke TPA,” katanya.

Menurutnya, Pemkot Bandung berusaha untuk memangkas proses-proses yang tidak efisien di tempat pengolahan sampah agar penanganan sampah dapat dilakukan secara optimal di tingkat lingkungan sebelum residu akhirnya dikirim ke TPA.