Pada masa lampau, masyarakat sangat bergantung pada perhitungan waktu untuk berbagai kegiatan penting, mulai dari bercocok tanam, pernikahan, hingga kelahiran anak.
Setiap waktu memiliki makna yang berbeda-beda, dan perhitungan weton ini bertujuan untuk menentukan hari-hari baik yang bisa membawa keberuntungan bagi kehidupan seseorang.
Dalam budaya Sunda Kuno, weton dihitung berdasarkan kombinasi hari dalam kalender Jawa-Sunda, seperti Manis, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon, yang dipadukan dengan siklus hari-hari dalam seminggu.
Kombinasi ini menghasilkan hitungan yang dipercaya bisa memberikan gambaran tentang nasib seseorang.
Uniknya, banyak yang masih memercayai bahwa weton ini bisa membantu dalam menentukan hal-hal penting dalam hidup, seperti waktu yang tepat untuk menikah, memulai usaha, hingga memberi nama bayi yang baru lahir.
Bagaimana Tradisi Ini Masih Memengaruhi Budaya Masyarakat Sunda?
Walaupun zaman sudah berubah, weton kelahiran masih menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Sunda hingga saat ini.
Beberapa orang tua atau sesepuh di kampung-kampung Sunda masih menggunakan weton untuk berbagai keperluan spiritual dan sosial.
Misalnya, ketika seorang anak lahir, keluarga akan berkonsultasi dengan sesepuh atau dukun setempat untuk menghitung weton kelahiran si bayi.
Mereka percaya bahwa perhitungan ini bisa memberikan panduan tentang nama yang cocok, atau sifat-sifat yang perlu diantisipasi di masa depan.
Bahkan, pada beberapa acara adat seperti pernikahan, weton kelahiran kedua mempelai bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan hari baik untuk melangsungkan upacara.
Orang Sunda percaya bahwa menikah pada hari yang selaras dengan weton pasangan bisa membawa kebahagiaan dan keberuntungan dalam rumah tangga.
Tradisi ini juga erat kaitannya dengan konsep primbon, yaitu kitab ramalan yang digunakan untuk menentukan hari baik berdasarkan berbagai aspek, termasuk weton.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan