Mohammad mengakui memang metode omni bus law itu sah dalam pembuatan undang-undang tetapi pihak IDI melihat ketergesa-gesaan, keterburu-buruan menjadi sebuah cerminan bahwa regulasi ini dipercepat.
Apakah kemudian ada konsekuensi karena kepentingan-kepentingan yang lain, kelompok profesi ini mengaku tidak faham.
“Benarkah undang-undang kesehatan ini akan bisa mencerminkan, mewujudkan cita-cita dalam upaya transformasi kesehatan atau kah transformasi kesehatan hanya sebuah janji manis didalam atau dilembagakan dalam sebuah regulasi lembaga kesehatan tentunya kita bisa melihat, baca jika kita sudah mendapatkan undang-undang yang disahkan pada hari,” ungkapnya.
Kearifan lokal yang menjadi dasar didalam membuat regulasi kesehatan sudah tercermin didalam undang-undang kesehatan tersebut butuh pembuktian.
Apakah memang konsep transformasi kesehatan berpihak terhadap kesehatan rakyat Indonesia, kemandirian kesehatan termasuk juga keberpihakan SDM dan tenaga kesehatan dalam negeri.
Tinggalkan Balasan