Namun, di sisi lain, ada bahaya tersembunyi: glamorisasi distress.
Ketika breakdown emosional terus-menerus ditampilkan dan mendapat engagement besar, tanpa sadar bisa jadi pola yang nggak sehat. Alih-alih mencari solusi nyata, seseorang mungkin jadi tergoda untuk mengulangi perilaku itu demi validasi sosial.
Beberapa risiko lainnya:
- Coping yang tidak sehat: Mengandalkan reaksi online daripada mengelola emosi dari dalam diri.
- Pemicu bagi penonton: Orang lain yang juga struggling bisa malah makin terpicu oleh konten semacam ini.
- Batas privasi kabur: Emosi terdalam kita seharusnya butuh ruang aman, bukan jadi konsumsi publik.
Sosiolog digital dari Universitas Indonesia, Rafi Prasetyo, mengatakan, “Batas antara ekspresi jujur dan eksploitasi diri jadi makin tipis ketika kamera dinyalakan.”
Solusi Sehat: Belajar Regulasi Emosi & Cari Bantuan Profesional
Kalau kamu merasa relate banget sama tren “crashing out,” itu bukan sesuatu yang salah. Tapi penting juga buat belajar cara mengekspresikan emosi tanpa harus tergantung sama validasi online.
Halaman
Tag Terkait:
Tinggalkan Balasan