Fenomena ini muncul dari kombinasi faktor psikologis dan budaya. Menurut Journal of Social Psychology (2025), ada tiga penyebab utama:
- Rasa takut dan rendah diri. Orang yang memiliki kepercayaan diri rendah sering merasa terancam ketika melihat orang lain sukses.
- Perbandingan sosial. Media sosial memperparah hal ini—melihat orang lain sukses bisa memicu rasa iri dan ingin menjatuhkan.
- Budaya egalitarian yang ekstrem. Masyarakat yang menekankan kesetaraan kadang keliru menafsirkan bahwa tidak boleh ada yang lebih menonjol.
Selain itu, di dunia kerja modern yang penuh tekanan, keberhasilan seseorang bisa dianggap ‘membahayakan posisi’ orang lain. Ini menyebabkan lingkungan kerja jadi kompetitif secara tidak sehat.
Dampak Tall Poppy Syndrome terhadap Individu dan Organisasi
Tall Poppy Syndrome bukan cuma bikin tidak nyaman, tapi juga punya dampak serius.
Bagi individu:
- Meningkatkan stres dan rasa cemas.
- Menurunkan rasa percaya diri.
- Membuat orang takut mempromosikan diri atau berbagi ide.
Bagi organisasi:
- Kehilangan inovasi karena orang takut tampil.
- Karyawan hebat memilih mundur.
- Kolaborasi jadi buruk karena suasana kerja penuh kecemburuan.
Penelitian dari Harvard Business Review (2025) menemukan bahwa perusahaan dengan tingkat TPS tinggi cenderung memiliki retensi karyawan lebih rendah 35% dibanding perusahaan yang menghargai pencapaian.
Cara Menghadapi Tall Poppy Syndrome Bila Kamu Jadi Sasaran
Nggak mudah menghadapi situasi ini, apalagi kalau kamu cuma ingin berprestasi tanpa niat ‘menyombongkan diri’. Tapi ada beberapa strategi yang bisa kamu lakukan agar tetap tenang dan sehat mental:
1. Hadapi kritik negatif dengan tenang.
Ingat, nggak semua kritik datang dari niat buruk, tapi kalau komentar terasa menjatuhkan, jangan langsung defensif. Kamu bisa jawab dengan kalimat assertive seperti, “Aku menghargai pendapatmu, tapi aku juga bangga dengan hasil kerjaku.”
2. Pilih lingkungan yang suportif.
Berkumpul dengan orang-orang yang menghargai pencapaianmu, bukan yang merasa terancam karenanya. Komunitas positif bisa bantu kamu tetap berkembang tanpa rasa bersalah.
3. Jaga kesehatan mentalmu.
Lakukan self-care dan batasi interaksi dengan orang yang suka komentar toxic. Kalau perlu, konsultasi dengan psikolog atau gabung support group biar nggak merasa sendirian.
4. Tetapkan tujuan pribadi.
Fokus pada nilai dan tujuanmu sendiri, bukan pengakuan orang lain. Kadang, cara terbaik untuk ‘menghadapi’ TPS adalah dengan terus maju tanpa perlu validasi eksternal.
5. Seimbangkan antara rendah hati dan bangga diri.
Rendah hati bukan berarti harus menyembunyikan prestasi. Kamu tetap bisa bersyukur dan berbagi pencapaian tanpa sombong, asal caranya tulus dan inspiratif.
Tinggalkan Balasan