Situasi ini membuat Sadali dihadapkan pada dilema besar – menjalani perjodohan atau mempertahankan kebebasannya?
Namun, kehidupan Sadali menjadi semakin rumit saat ia bertemu dengan Mera (diperankan oleh Adinia Wirasti), pemilik galeri seni yang tengah berjuang mengatasi kepedihan perceraian.
Hubungan mereka membawa Sadali pada pengalaman cinta yang lebih dalam, penuh dengan pembelajaran hidup.
Kisah mereka berkembang dengan latar belakang dunia seni dan realitas sosial-politik tahun 1998, membuat kisah ini tidak hanya romantis tapi juga penuh makna.
Elemen Sosial dan Politik yang Kuat
Salah satu hal yang membuat film “Hidup Ini Terlalu Banyak Kamu” unik adalah latar belakangnya yang berada di tahun 1998, periode yang penuh gejolak di Indonesia.
Kuntz Agus sebagai sutradara, yang juga tumbuh di Jogja pada era tersebut, merasa bisa menyampaikan pesan dalam mengenai bagaimana masa lalu membentuk perjalanan hidup seseorang.
Film ini menyentuh tema pencarian jati diri dan bagaimana keputusan masa lalu bisa mempengaruhi kita di masa depan.
Melalui cerita Sadali, Arnaza, dan Mera, kita diajak melihat sisi lain dari pergulatan batin yang erat hubungannya dengan isu-isu sosial pada masa itu.
Tantangan dalam Mengadaptasi Buku Kutipan ke Film
Mengadaptasi buku kumpulan kutipan menjadi sebuah cerita film tentu bukan hal yang mudah. Titien Wattimena , penulis naskah, mengakui tantangan ini.
Namun, dengan adanya dasar cerita dari Pidi Baiq, naskah akhirnya bisa dikembangkan dengan baik. Titien berhasil merangkai kutipan-kutipan tersebut menjadi satu cerita yang utuh, yang mengalir dengan natural dan penuh pesan.
Tinggalkan Balasan