“Menjadi sulit apabila kita bukan pelakunya, jadi setiap edukasi sosialisasi akan mudah manakala kita menjadi orang pertama kita melakukannya,” ucapnya.

rahmat suprihat
Berfoto bersama para murid usai mengayuh sepeda. Foto: Rahmat Suprihat

Kedua perubahan budaya itu tidak instan, memerlukan sebuah proses dan konsistensi. Ia memiliki cara sederhana untuk menciptakan kebiasaan bersepeda pada anak. Misalnya, saat upacara Rahmat selalu memberi apresiasi berupa barang seperti tumbler untuk pelajar yang konsisten menggunakan sepeda ke sekolah.

Tak sekadar mengedukasi dan mensosialisasikan ajakan bersepeda, Rahmat pun rutin bersepeda ke sekolah agar kebiasaan tersebut bisa para siswa tiru.

Canggihnya Teknologi  jadi Tantangan

Upayanya menciptakan “generasi berkeringat” bukan tanpa tantangan. Perkembangan zaman menghasilkan teknologi digital yang berdampak di kalangan pelajar. Sebagian besar dari mereka kini memilih bermain media sosial pada waktu luangnya. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi Rahmat sebagai sosok yang mendorong generasi muda untuk lebih giat bersepeda.

“Pertama kemajuan teknologi ini menjadi sebuah anugerah, kedua sebagai tantangan. Karena, pada kenyataannya para generasi penerus candu pada media sosial sehingga mereka telah menjadi kekhawatiran bapak sebetulnya,” ungkap Rahmat.