Terus, mereka juga bisa jadi kritikal banget sama diri sendiri dan orang lain. Tak jarang mereka mencari-cari kesalahan kecil dan mengharapkan yang lain juga bisa nyamain standar sempurna yang mereka punya.
Ya iyalah, nggak mungkin kan semua orang itu sempurna? Jadi, kadang bisa bikin orang lain tuh merasa gak nyaman atau minder kalau deket sama mereka.
Dalam beberapa kasus ekstrem, mereka bahkan bisa ngalamin kecemasan berlebih, depresi, gangguan makan dan tidur, karena gak bisa capai apa yang mereka anggap sempurna. Rasanya gak enak banget, kan?
Jadi, apakah sifat perfeksionis itu menguntungkan atau merugikan?
Jawabannya tuh sebenarnya tergantung gimana sifat ini dijalanin dan dikendaliin sama orang itu sendiri. Jika perfeksionis bisa mengelola kecemasan dan tekanan, serta belajar untuk menerima ketidaksempurnaan, maka sifat ini bisa menjadi modal yang kuat untuk sukses. Namun, jika sifat perfeksionis menghambat kebahagiaan, kesejahteraan, dan hubungan sosial, maka hal itu yang bisa menjadi kerugian.
Terus, gimana cara ngatasinnya?
Yang paling penting adalah belajar menerima bahwa kesempurnaan itu gak mungkin ada, cuma ilusi semata aja. Hidup itu nggak selalu tentang hasil akhir yang sempurna, tapi proses yang kamu jalani. Cobalah untuk santai dan berikan dirimu ruang untuk berbuat kesalahan. Gak usah terlalu keras sama diri sendiri, yuk!
Tinggalkan Balasan