Prolite Dilansir dari web resmi Pemerintah Indonesia, Transit rel ringan atau LRT di Bali sedang dalam tahap perencanaan untuk dibangun sepanjang 20 kilometer yang menghubungkan Bandara I Gusti Ngurah Rai dan melintasi daerah-daerah seperti Canggu, Cemagi, dan Seminyak.

Isu utama yang menjadi alasan pengembangan transportasi massal seperti ini di Indonesia adalah tingginya ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi yang berdampak pada kemacetan yang semakin parah serta meningkatnya polusi udara.

Kota Besar di Indonesia Semakin Padat dan Kurang Sehat Akibat Emisi Gas Kendaraan

Potret langit Jakarta yang berpolusi akibat emisi karbon – Muhammad Sabki

Sebagai solusi dari masalah-masalah tersebut, pemerintah memandang pentingnya transportasi massal. Di daerah perkotaan, penggunaan transportasi massal kini semakin populer, memberikan alternatif yang lebih efisien dari segi waktu dan biaya, serta berkontribusi pada pengurangan emisi karbon.

Jika kita melihat pilihan moda transportasi, masyarakat telah akrab dengan kereta rel listrik (KRL), transit cepat massal (MRT), dan transit rel ringan (LRT).

Masing-masing memiliki karakteristik khusus: sementara MRT biasanya beroperasi di bawah tanah dan KRL memiliki jalur di atas tanah, LRT memiliki jalur khusus dengan sebagian besar rutenya sebagai jalur layang.

Mengingat sejarah transportasi massal di Indonesia, pemerintah pertama kali memperkenalkan KRL berbasis listrik pada dekade 1970-an.

Sejak itu, KRL terus berkembang, menghubungkan Jakarta dengan kota-kota satelit seperti Bekasi, Bogor, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Depok.