Tapi ingat, vulnerability yang sehat selalu punya batas. Kamu tetap menjaga diri dan nggak sembarangan membuka semua hal pada semua orang.
Oversharing: Ketika Berbagi Menjadi Berlebihan
Berbeda dengan vulnerability yang sehat, oversharing adalah ketika kita terlalu banyak berbagi hal-hal pribadi, bahkan pada situasi atau orang yang mungkin nggak tepat.
Ini bisa terjadi saat kita merasa perlu melampiaskan perasaan atau mendapatkan perhatian tanpa mempertimbangkan efeknya.
Misalnya, curhat tentang masalah rumah tangga ke teman kerja yang nggak terlalu dekat, atau memposting detail hubungan pribadi di media sosial yang dilihat banyak orang.
Kadang, oversharing dilakukan secara impulsif, mungkin karena emosi yang sedang tinggi atau keinginan untuk mendapat dukungan. Tapi, hasilnya justru bisa sebaliknya.
Alih-alih mendukung, orang lain bisa merasa risih atau bahkan menjauh karena merasa nggak nyaman dengan cerita yang terlalu pribadi.
Dampaknya juga bisa bikin kita menyesal setelah terlalu terbuka, apalagi kalau hal tersebut disalahgunakan atau menjadi bahan gosip.
Tanda-Tanda Kamu Mulai Oversharing
Gimana sih cara tahu kalau kita udah mulai masuk fase oversharing? Ada beberapa tanda yang bisa kamu perhatikan:
- Kamu sering merasa perlu menceritakan detail pribadi pada orang yang baru dikenal.
- Setelah berbagi, kamu merasa cemas atau menyesal karena takut orang lain akan menilai atau menyalahgunakan informasi tersebut.
- Orang lain mulai menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, seperti menghindari topik atau merasa bingung harus merespons bagaimana.
- Kamu berbagi hal-hal sensitif di media sosial tanpa mempertimbangkan siapa yang melihat atau dampak jangka panjangnya.
Kalau kamu sering mengalami hal-hal ini, mungkin saatnya untuk mempertimbangkan ulang cara kamu berbagi cerita pribadi.
Bagaimana Membedakan Antara Vulnerability dan Oversharing?
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan