Kata dia pemilu di mana pun ada penyelenggara ada peserta dan ada pemilih semua punya hak yang sama. Pemilih punya hak, penyelenggara punya hak, peserta punya hak dan kewajiban yang melekat.

“Ini acara seremonial tanpa di koordinasikan dulu, sebenarnya kami tidak tahu malam hari ini ada acara seperti ini. Dari beberapa komisioner KPU berganti kami tiap kegiatan selalu berkoordinasi bahwa kami akan melakukan seperti ini seperti ini. Hal-hal seperti ini setelah pemilu legislatif KPU ini jalan sendiri. Ok lah tidak ada masalah,” ucapnya.

Pihaknya memilih walkout itu guna memberikan pelajaran yang berharga buat semua. Bahwa hak dan kewajiban itu melekat di semua, baik peserta, penyelenggara mau pun pemilih.

“Kecewa, pada saat MC menyatakan bahwa untuk baris satu untuk tamu, baris dua untuk PPK baris tiga dan selanjutnya untuk kelurahan sedangkan kami ditaruh di belakang. Tadi pun untuk masuk di halang-halangi untuk duduk di depan itu di halang-halangi, kami setengah memaksa dan akhirnya kami duduk di depan. Ini harus belajar organisasi lagi ketua KPU ini,” tegasnya kesal.

Masih kata Aris, perlakukan mengecewakan ini sudah berapa kali terjadi saat mengambil data dan diminta oleh MK soal pilpres.

Kata dia, data itu sampai tidak ada dan diberita acarakan bahwa datanya tidak ada.

“Entah ke mana di gudang KPU. Sementara acara itu jam 1 siang sedangkan di undangannya jam 2, ini kejadian-kejadian yang berulang-ulang sehingga membuat kita jadi muak. Tapi kalau ini di undangan pukul 18:00 WIB ok lah ada peregangan waktu, tapi pada saat penempatan kursi, di mana penghargaan kepada kami,” bebernya.

“Mohon izin yah ada beberapa OPD pejabat-pejabat kota Bandung manakala pimpinan parpol merangkap jabatan jadi pimpinan dewan pantas tidak. Mereka kan risih pejabat kota Bandung melihat pimpinan DPRD duduk di belakang sebagai pimpinan partai. itu harus banyak belajar tentang etika,” tutupnya.