image_pdfimage_print

Contohnya, “Bring Me to Life” (Evanescence, 2003) kembali trending karena digunakan di video get ready with me (GRWM) bertema gothic. Sementara itu, lagu “Cinta Ini Membunuhku” dari D’Masiv sempat viral di TikTok Indonesia setelah dijadikan sound untuk konten galau atau edit video slow motion bertema heartbreak.

Dari situ, algoritma TikTok mendorong lagu-lagu itu makin sering muncul — dan boom! Lagu 20 tahun lalu kembali naik chart digital.

Nostalgia: Senjata Ampuh yang Menyatukan Generasi

Salah satu alasan utama kenapa lagu lama kembali viral adalah faktor nostalgia. Menurut psikolog musik dari University of Cambridge, nostalgia dalam musik bisa menciptakan rasa koneksi emosional lintas generasi. Bagi generasi milenial, lagu itu jadi pengingat masa muda. Bagi Gen Z, lagu itu terasa “fresh” karena belum pernah mereka dengar, tapi tetap enak dan catchy.

Coba bayangkan, lagu-lagu seperti “Let’s Groove” (Earth, Wind & Fire) atau “Torn” (Natalie Imbruglia) kembali populer setelah muncul di challenge #VintageVibes TikTok 2025. Banyak Gen Z yang bahkan mengira lagu itu baru rilis, padahal sudah lebih dari 20 tahun! Ini bukti bahwa musik lama punya daya tahan unik — bisa beradaptasi dengan konteks baru tanpa kehilangan pesonanya.

Faktor Viralitas: Dari Influencer hingga Beat yang Catchy

Ilustrasi mendengarkan musik – Freepik
Ananditha Nursyifa
Editor