Bahkan Ahda dipersilahkan membaca surat cinta Jais Darga dan beberapa dokumen lain. Sudah sedemikian intens komunikasi Ahda, Jais dan keluarga besarnya, sehingga bagi Jais Darga, Ahda bukan lagi rekan kerja, namun lebih sebagai sahabat.

“Saya memang dimudahkan dengan surat-surat cinta dan dokumen lain milik Teh Jais yang masih disimpan rapi,” katanya.

Dalam karya ini, Ahda Imran menolak ada intervensi bahkan dari sang tokoh.

“Apa yang saya tuangkan ini, semua murni mengenai persepsi saya terhadap Teh Jais. Mungkin akan berbeda jika orang lain yang menulis,” tuturnya.

Meski demikian, Ahda Imran memperislahkan Jais untuk mengoreksi data dan kisah yang terkait dengan orang lain. Karena bagaimanapun juga dalam menulis autobiografi pasti melibatkan orang lain dalam penulisannya.

“Jadi setiap saya menyelesaikan satu bab, saya akan meminta Teh Jais mengecek dan mengoreksi jika ada data yang salah. Dan jika ada kisah orang lain yang tidak boleh dipublikasi, maka akan diedit,” jelasnya.

Di sisi lain, Jais Darga memepersilahkan Ahda untuk mengetahui kehidupannya lebih dekat. Bukan hanya karirnya sebagai art dealer, namun juga kehidupa pribadinya. Bahkan dengan ibunya.

Rizki Oktaviani
Editor