Dengan pendekatan satir dan nuansa Jepang-Indonesia yang kental, film ini jadi tontonan yang unik dan penuh makna.
Perebutan Jenazah, Fenomena yang Nyata
Kalau dipikir-pikir, konflik seperti yang ada di Berebut Jenazah ini bukan sesuatu yang mengada-ada. Dalam kehidupan nyata, nggak sedikit keluarga yang terlibat dalam sengketa akibat perbedaan keyakinan.
Beberapa kasus bahkan sampai harus melibatkan hukum untuk menentukan siapa yang lebih berhak atas jenazah seseorang.
Sutradara Danial Rifki tampaknya ingin menyoroti sisi ini dengan cara yang nggak menggurui, tapi tetap menyentil realita bahwa terkadang, cinta orang tua bisa berubah menjadi perebutan kuasa saat prinsip dan keyakinan berbeda.
Film ini mengajak kita bertanya: apakah agama yang harus diutamakan dalam pemakaman seseorang, atau justru kehendak dari almarhum itu sendiri?
Drama Satir yang Menggugah Pikiran
Sebagai film dengan genre drama satir, Berebut Jenazah menghadirkan banyak pertanyaan reflektif yang sering dihindari dalam percakapan sehari-hari. Misalnya:
- Apa yang sebenarnya lebih penting: tradisi keluarga atau keinginan almarhum?
- Apakah kematian seseorang seharusnya menjadi ajang perebutan hak atau justru momen persatuan?
- Bagaimana kita bisa lebih bijak dalam menghadapi perbedaan dalam keluarga, terutama di saat-saat yang seharusnya penuh duka?
Film ini berpotensi menjadi ruang diskusi yang menarik bagi penonton. Lewat karakter dan konfliknya, kita diajak untuk memahami bahwa kematian bukan sekadar soal upacara atau adat, tapi juga soal bagaimana kita menghormati seseorang dengan cara yang benar-benar ia inginkan.
Kenapa Harus Nonton Berebut Jenazah?
Kalau kamu suka film yang nggak cuma sekadar drama keluarga, tapi juga punya pesan sosial yang kuat, Berebut Jenazah bisa jadi pilihan yang tepat. Berikut beberapa alasan kenapa film ini layak masuk daftar tontonanmu:
✅ Isu yang jarang diangkat – Konflik perebutan jenazah di keluarga lintas budaya dan agama masih jadi topik tabu, tapi film ini mengupasnya dengan berani.
✅ Penuh satire dan kritik sosial – Nggak cuma bikin emosional, tapi juga menyentil ego dan fanatisme dalam kehidupan nyata.
Tinggalkan Balasan