“Bilamana pemerintah tidak mendengarkan aspirasi dari pada teman-teman buruh terkait stop atau batalkan PP Nomor 21 tahun 2024 tentang Tabungan Perumahan Rakyat, maka aksi akan dilanjutkan meluas ke seluruh Indonesia,” tegasnya.
Ia menjelaskan beberapa alasan para buruh menolak aturan soal Tabungan Perumahan Rakyat. Pertama, aturan Tapera tak seperti namanya yang membuat peserta Tapera termasuk Buruh, TNI Polri, ASN mendapat rumah. Pasalnya, rata-rata upah buruh di Indonesia yakni Rp 3,5 juta tidak cukup jika harus dipotong Tapera sebesar 3 persen yakni di angka Rp 105 ribu perbulannya atau hanya Rp 1,260 juta pertahunnya.
“Kalau dikali sepuluh tahun cuma Rp 12,6 juta. Katakanlah 20 tahun dipotong iurannya, hanya Rp 25,2 juta. Mana ada rumah harganya Rp 12,6 juta sampai Rp25,2 juta,” tutur Iqbal, dikutip dari JawaPos.com.
“Bahkan sekedar untuk mendapatkan uang muka rumah itu tidak mungkin cukup. Jadi Tapera didesain hanya untuk tidak punya rumah. Pertanyaannya, uang iuran ini dikumpulkan untuk apa?” sambungnya. Oleh karenanya, Iqbal mempertanyakan sikap pemerintah yang nantinya bakal mengelola potongan 2,5 persen dari upah buruh dan 0,5 persen dari pengusaha lewat aturan Tapera tersebut.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan