Pasal 7 ayat 1 UU tersebut menyebutkan bahwa tarif PPN sebesar 12 persen harus diterapkan paling lambat pada 1 Januari 2025.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kebijakan ini bukan sepenuhnya keputusan pemerintah, melainkan hasil keputusan mayoritas fraksi di DPR RI, kecuali Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Namun, alasan teknis tersebut tidak mampu meredam keresahan publik. Masyarakat beranggapan bahwa kenaikan PPN akan berdampak signifikan terhadap harga barang kebutuhan pokok, seperti sabun mandi hingga bahan bakar minyak (BBM).
Di tengah kondisi ekonomi yang masih sulit, seperti tingginya pengangguran dan kebutuhan hidup yang belum terakomodasi dengan baik oleh Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK), kebijakan ini dianggap kurang tepat waktu.
Alasan di Balik Penolakan Kenaikan PPN
- Beban Ekonomi yang Semakin Berat Kenaikan PPN diperkirakan akan memicu lonjakan harga berbagai barang dan jasa. Hal ini berpotensi memperburuk daya beli masyarakat, terutama bagi golongan menengah ke bawah yang saat ini masih bergulat dengan dampak pandemi dan ketidakstabilan ekonomi global.
- Ketimpangan Sosial yang Meningkat Dengan kenaikan PPN, masyarakat khawatir akan muncul kesenjangan sosial yang lebih lebar. Harga barang kebutuhan pokok yang semakin mahal dapat memperburuk kondisi masyarakat miskin, sementara insentif yang dijanjikan pemerintah dinilai belum cukup untuk menutupi dampak kenaikan harga tersebut.
Langkah Pemerintah untuk Meredam Dampak Kenaikan PPN
Pemerintah menyadari potensi dampak negatif dari kebijakan ini dan telah menyiapkan beberapa langkah untuk menjaga daya beli masyarakat:
- Bantuan Pangan Pemerintah akan memberikan bantuan pangan kepada 16 juta keluarga miskin, masing-masing berupa beras 10 kilogram per bulan. Anggaran untuk program ini mencapai Rp 4,6 triliun.
- Diskon Tarif Listrik Diskon sebesar 50 persen akan diberikan untuk pelanggan PLN dengan daya terpasang 2.200 VA atau lebih rendah selama Januari-Februari 2025. Kebijakan ini akan menyasar 81,1 juta pelanggan, baik kategori subsidi maupun non-subsidi.
- Pembebasan Tarif PPN untuk Barang Kebutuhan Pokok Barang kebutuhan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, susu segar, daging, telur ayam, dan ikan akan dibebaskan dari tarif PPN 12 persen. Selain itu, tarif PPN 11 persen tetap berlaku untuk minyakita, tepung terigu, dan gula industri dengan kebijakan insentif PPN Ditanggung Pemerintah (DTP).
Kekuatan Petisi sebagai Suara Rakyat
Petisi yang digulirkan oleh masyarakat ini menunjukkan bahwa partisipasi publik tidak dapat diremehkan. Dalam era digital, petisi online menjadi alat ampuh untuk menyuarakan aspirasi dan mendesak perubahan kebijakan.
Tinggalkan Balasan