WFH ASN DKI Jakarta Dimulai: Kritik dan Respon Warganet Meledak di Twitter

JAKARTA, Prolite – Kebijakan WFH ASN DKI Jakarta mulai diberlakukan hari ini, Senin 21 Agustus 2023. Langkah ini merupakan implementasi dari kebijakan terbaru yang diambil oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Kebijakan ini diambil sebagai tanggapan terhadap kondisi udara yang buruk di Ibu Kota dan juga sebagai upaya untuk mengatasi masalah kemacetan lalu lintas yang sering terjadi.
Langkah ini terkait dengan persiapan menyambut event internasional yaitu Konferensi Tingkat Tinggi Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (KTT ASEAN) yang akan diselenggarakan di Jakarta pada bulan September 2023.
Dalam rangka mengurangi dampak negatif yang mungkin timbul akibat event internasional tersebut, kebijakan WFH diterapkan khususnya untuk pejabat negara atau Aparatur Sipil Negara (ASN) dengan komposisi sekitar 50%.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan raya, mengurangi polusi udara, serta meminimalkan kemacetan yang dapat terjadi selama persiapan dan pelaksanaan KTT ASEAN.
Namun, kebijakan Work From Home (WFH) ini biasanya diterapkan dengan pertimbangan tertentu, dan dalam beberapa kasus, sektor-sektor pelayanan masyarakat yang memerlukan kehadiran fisik ASN masih tetap beroperasi seperti biasa.
Pada kebijakan WFH ASN DKI Jakarta, kelompok ASN yang berurusan langsung dengan layanan publik, seperti RSUD, Puskesmas, Satpol PP, Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan, Dinas Perhubungan, dan pelayanan tingkat kelurahan, masih diharuskan untuk tetap bekerja di tempat.
Hal ini karena layanan-layanan tersebut memerlukan kehadiran fisik ASN untuk menjalankan tugas-tugas yang tidak dapat diakomodasi dengan bekerja dari rumah.
Tanggapan Warganet Terhadap Kebijakan WFH ASN DKI Jakarta
Di Twitter, warganet sedang ramai membahas kebijakan Work From Home (WFH) yang baru saja diberlakukan oleh pemerintah DKI Jakarta bagi sebagian Aparatur Sipil Negara (ASN) di Ibu Kota.
Pendapat warganet mengenai kebijakan ini beragam. Meskipun ada yang setuju dengan langkah ini, banyak juga yang mengekspresikan ketidaksetujuan mereka dan meragukan efektivitas kebijakan ini.
Beberapa warganet merasa bahwa kebijakan WFH ASN DKI Jakarta ini mungkin tidak akan menghasilkan dampak yang signifikan.
Mereka menyoroti bahwa beberapa pejabat atau ASN mungkin akan memilih untuk tetap berada di rumah dan tidak melakukan perjalanan menggunakan kendaraan, sehingga tujuan mengurangi polusi dan kemacetan di Jakarta mungkin tidak akan tercapai sepenuhnya.
Di sisi lain, ada juga pandangan yang mengkritik kebijakan WFH ini dengan asumsi bahwa pemerintah DKI Jakarta mungkin percaya bahwa polusi di Jakarta hanya disebabkan oleh kendaraan bermotor dan bukan faktor lain.
Pandangan ini menyoroti bahwa polusi di Jakarta juga dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti industri, konstruksi, dan faktor alam.
Berbagai kritik terhadap kebijakan WFH ASN DKI Jakarta juga mulai bermunculan dari berbagai kalangan, termasuk dari beberapa tokoh masyarakat.
Salah satu yang mengutarakan kritik tersebut adalah Anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, yaitu Hardiyanto Kenneth.
Kenneth secara tegas menyatakan pandangannya bahwa kebijakan WFH ASN DKI Jakarta yang diterapkan, memiliki ketidakadilan terhadap masyarakat Jakarta.
Ia menyoroti bahwa kebijakan WFH hanya berlaku bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) dan penerapan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) hanya terbatas pada sekolah-sekolah di sekitar wilayah penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.
Kenneth menyampaikan pandangan bahwa hal ini merupakan tindakan tebang pilih, dengan pertanyaan retoris mengapa kebijakan tersebut hanya berlaku pada ASN dan sekolah-sekolah di sekitar KTT ASEAN.
Ia juga mempertanyakan mengapa tidak diberlakukan kebijakan serupa di daerah-daerah lain yang juga terkena dampak polusi dan mengapa hal ini tidak diterapkan untuk mengurangi kesenjangan sosial.
Kenneth menegaskan bahwa ASN DKI dan ASN Kementerian menerima gaji dari pajak yang dibayar oleh masyarakat, dan ia merasa hal ini merupakan suatu tragisitas.
Selain itu, ia juga mengemukakan kekhawatiran bahwa masyarakat yang bekerja di sektor swasta tidak mendapatkan perhatian yang seharusnya terkait kebijakan WFH ini, padahal mereka juga turut membayar pajak.
Tidak hanya Kenneth, beberapa pengamat juga memberikan pandangan mereka terkait kebijakan WFH ASN DKI Jakarta ini.
Mereka berpendapat bahwa kebijakan WFH mungkin tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap perbaikan kualitas udara di Jakarta.
Pandangan ini muncul dengan argumen bahwa sumber polusi udara di Jakarta bukan hanya terkait dengan asap kendaraan, tetapi juga melibatkan berbagai industri yang beroperasi di wilayah tersebut, serta pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Pengamat kebijakan publik, Trubus Rahadiansyah, menjelaskan bahwa sumber polusi udara di Jakarta tidak hanya berasal dari moda transportasi, tetapi juga terkait dengan kegiatan industri dan PLTU.
Menurutnya, meskipun kebijakan WFH ASN DKI Jakarta ini dapat mengurangi jumlah kendaraan di jalan, namun dampaknya mungkin terbatas karena faktor-faktor lain yang juga berperan dalam menciptakan polusi udara di kota tersebut.
Argumen ini menunjukkan bahwa permasalahan polusi udara di Jakarta bersifat kompleks dan multidimensional, melibatkan berbagai sektor dan faktor.
Oleh karena itu, penanganan polusi udara memerlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan integratif, termasuk upaya untuk mengurangi emisi dari industri dan sektor energi.