5 Tradisi Unik Menyambut Ramadan di Indonesia: Dari Padusan hingga Pawai Obor!

Menyambut Ramadan

Prolite – Intip 5 Tradisi Menyambut Ramadan di Berbagai Daerah: Mulai Dari Padusan hingga Pawai Obor!

Bulan Ramadan bukan sekadar waktu untuk berpuasa, tapi juga momen penuh kebersamaan dan keberkahan yang selalu dinanti. Menariknya, setiap daerah di Indonesia punya cara unik dalam menyambut datangnya bulan suci ini.

Ada yang mandi di sumber mata air, ada yang menggelar pawai meriah, bahkan ada yang membunyikan meriam sebagai tanda awal Ramadan. Yuk, kita intip tradisi-tradisi unik ini!

1. Padusan di Yogyakarta: Ritual Penyucian Diri Sebelum Ramadan

Salah satu tradisi khas yang masih dilestarikan oleh masyarakat Yogyakarta adalah padusan. Ritual ini berupa mandi di sumber mata air sebagai simbol membersihkan diri secara lahir dan batin sebelum memasuki bulan suci.

Biasanya, masyarakat berbondong-bondong ke tempat-tempat seperti Sendangsono atau Umbul Ponggok untuk melakukan tradisi ini. Maknanya sederhana namun mendalam, yakni agar memasuki Ramadan dengan tubuh yang bersih dan hati yang suci.

2. Balimau di Sumatera Barat: Mandi dengan Jeruk Nipis dan Rempah-Rempah

Kalau di Yogyakarta ada padusan, di Sumatera Barat ada balimau. Tradisi ini juga berupa mandi, tapi yang unik adalah air mandinya dicampur dengan jeruk nipis dan berbagai rempah-rempah.

Masyarakat percaya bahwa mandi balimau bukan hanya untuk menyucikan diri tetapi juga menyegarkan tubuh dan pikiran sebelum menjalani ibadah puasa. Biasanya, tradisi ini dilakukan bersama keluarga besar di sungai atau pemandian umum.

3. Munggahan di Jawa Barat: Kumpul Keluarga Sebelum Puasa

Masyarakat Sunda punya tradisi munggahan, yang intinya adalah berkumpul bersama keluarga dan teman-teman sebelum Ramadan tiba. Biasanya, acara ini diisi dengan makan bersama sebagai bentuk rasa syukur dan ajang mempererat silaturahmi.

Selain itu, masyarakat juga sering mengirim makanan ke orang tua, saudara, atau tetangga yang lebih tua sebagai bentuk penghormatan. Menu yang disajikan dalam munggahan biasanya sederhana tapi penuh makna, seperti nasi liwet, ayam goreng, dan kue-kue tradisional.

4. Dugderan di Semarang: Bedug, Meriam, dan Pasar Malam Meriah

Di Semarang, ada satu tradisi yang super meriah dalam menyambut Ramadan, yaitu dugderan. Tradisi ini diawali dengan bunyi bedug dan dentuman meriam sebagai tanda bahwa Ramadan sudah dekat.

Yang membuat dugderan makin seru adalah adanya pasar malam yang menjual berbagai macam makanan khas, pakaian, hingga pernak-pernik Ramadan. Selain itu, ada pula pawai budaya yang menampilkan kesenian daerah sebagai bentuk rasa syukur menyambut bulan suci.

5. Pawai Obor: Tradisi yang Menerangi Malam Ramadan

Di banyak daerah di Indonesia, pawai obor menjadi tradisi yang tak bisa dilewatkan saat menyambut Ramadan. Warga akan berjalan kaki sambil membawa obor atau lampion, menerangi jalan dengan cahaya yang indah.

Pawai ini biasanya dilakukan oleh anak-anak dan remaja sebagai bentuk kegembiraan dalam menyambut bulan puasa. Selain obor, ada juga yang menambahkan tabuhan bedug atau shalawat sebagai bagian dari perayaan.

Tradisi Lain yang Tak Kalah Unik

Selain lima tradisi di atas, masih banyak cara lain yang dilakukan masyarakat untuk menyambut Ramadan. Di Aceh, ada meugang, yaitu tradisi memasak dan menikmati daging bersama keluarga sebagai tanda syukur.

Di Madura, ada toron, yakni tradisi mudik lebih awal sebelum puasa untuk berkumpul bersama keluarga besar. Sementara di Lombok, ada tradisi maleman, di mana masyarakat menyalakan lampion dan lampu-lampu hias sebagai simbol cahaya Ramadan yang penuh berkah.

Menjaga dan Melestarikan Tradisi Ramadan

Tradisi-tradisi ini bukan hanya sekadar kebiasaan turun-temurun, tapi juga bentuk kearifan lokal yang mencerminkan nilai-nilai kebersamaan dan spiritualitas.

Dengan menjaga dan melestarikannya, kita turut menghormati warisan budaya yang kaya sekaligus menambah keberkahan dalam menyambut Ramadan.

Jadi, bagaimana tradisi di daerahmu? Yuk, ceritakan pengalamanmu dalam menyambut Ramadan dan sebarkan semangat kebersamaan kepada orang-orang di sekitarmu! 😊




Peringati Maulid Nabi 2023 : Antara Sunnah dan Bid’ah, Momentum Meningkatkan Kecintaan Umat

Maulid Nabi

Prolite – Umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia, memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW pada Kamis (28/9/2023). Peringatan ini jatuh pada tanggal 12 Rabiul Awal 1445 Hijriah.

Di Indonesia, peringatan Maulid Nabi atau Maulud ini dirayakan dengan berbagai cara, mulai dari acara keagamaan hingga kegiatan sosial.

Beberapa acara yang umum dilakukan antara lain pembacaan maulid, pengajian, dan ceramah. Selain itu, ada pula beberapa daerah yang memiliki tradisi khusus untuk merayakan Maulud, seperti tahlil, ziarah, dan karnaval.

Pada tahun ini, peringatan Maulid Nabi di Indonesia menjadi momentum untuk meningkatkan kecintaan dan kesadaran umat terhadap ajaran dan sunnah Rasulullah SAW.

Hal ini sejalan dengan tema Maulud yang diangkat oleh pemerintah tahun ini, yaitu “Peringati Maulid Nabi, Meningkatkan Kecintaan dan Kesadaran Umat Terhadap Ajaran dan Sunnah Rasulullah SAW”

Hukum Maulid Nabi

– iStock

Peringatan Maulid Nabi sering menimbulkan perdebatan di kalangan umat Islam, khususnya terkait hukum dan cara perayaannya.

Maulud sebagai Sunnah: Ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa merayakan Maulud adalah sunnah dan dianjurkan. Alasannya, peringatan ini dianggap sebagai bentuk penghormatan dan kecintaan mendalam kepada Nabi Muhammad SAW.

Mereka menilai bahwa dengan memperingati Maulud, umat Islam dapat mengingat serta menghargai jasa-jasa dan pengorbanan Rasulullah dalam menjalankan dakwah dan menyebarkan ajaran Islam.

Maulud sebagai Bid’ah: Di sisi lain, ada ulama yang berpendapat bahwa perayaan Maulid Nabi merupakan bid’ah. Alasan mereka adalah tidak ada catatan yang menunjukkan bahwa Sahabat Nabi atau generasi awal umat Islam merayakannya.

Bagi mereka, setiap bentuk ibadah yang tidak diajarkan oleh Nabi atau tidak ditemukan dalam praktik generasi Salaf dianggap sebagai inovasi dalam agama yang seharusnya dihindari.

Akan tetapi, para ulama kontemporer menegaskan bahwa selama perayaan Maulud tidak mengandung unsur-unsur yang bertentangan dengan ajaran dasar Islam dan tetap berlandaskan pada nilai-nilai yang baik, maka merayakannya adalah boleh.

Bahkan, peringatan ini dapat dijadikan sebagai momentum untuk meningkatkan kecintaan dan kesadaran umat terhadap ajaran dan sunnah Rasulullah SAW.




Bahaya Kekeringan Melanda Kota Bandung, MUI Megajak Umat Muslim Berdoa Bersama

Ilustrasi kekeringan melanda MUI meminta umat muslim berdoa meminta turun hujan (IStockphoto)

Kota Bandung Dilanda Kekeringan, MUI Megajak Umat Muslim Berdoa Bersama

BANDUNG, Prolite – Kekeringan telah melanda di seluruh penjuru Kota Bandung, bahkan beberapa daerah di Bandung mengalami kelangkaan air bersih.

Menyikapi masalah kekeringan di beberapa daerah maka Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bandung mengajak untuk seluruh umat muslim berdoa bersama.

Berdoa bersama ini diperuntukan untuk seluruh umat muslim agar meminta kepada Allah SWT untuk turun hujan.

Ilustrasi kekeringan (dok Okezone).
Ilustrasi kekeringan (dok Okezone).Ilustrasi kekeringan (dok Okezone).

Bahkan MUI telah mengeluarkan surat resmi untuk doa yang bisa dilafalkan warga yakni:

“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, hujan yang lebat merata, mengairi, menyuburkan, bermanfaat tanpa mencelakakan, segera tanpa ditunda”.

“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, hujan yang merata, segera, menyuburkan, lebat, merata, segera tanpa kelambatan, bermanfaat tanpa bahaya. Hujan yang dapat memenuhkan (kantong kelenjar) susu binatang ternak, yang menumbuhkan tanaman, yang menghidupkan tanah setelah mati (karena kekeringan).” (Imam Abu Bakr al-Thurthusyi).

Dalam hadits yang diriwayatkan dari Abbad bin Tamim, ia berkata:

“Sesungguhnya Rasulullah mengajak orang-orang keluar untuk memohon turunnya hujan. Beliau shalat dua rakaat bersama mereka, dan beliau membaca dengan suara keras. Setelah memindahkan kain selendang, beliau mengangkat kedua tangannya, lalu berdo’a memohon diturunkan hujan sambil menghadap kiblat.” (HR Bukhari).

“Ya Allah, turunkanlah hujan kepada hamba-hamba-Mu dan binatang-binatang (ciptaan)-Mu, sebarkanlah rahmat-Mu dan hidupkanlah negeri-Mu yang sebelumnya mati”.

Do’a yang biasa dibacakan oleh Al-Hasan sebagai mana diriwayatkan oleh AthThabrani :

Ya Allah, sungguh kami memohon ampun kepada-Mu dan memohon siraman hujan dari-Mu; Ya Allah, kami sungguh sungguh memohon ampunan kepada-Mu, karena sesunguhnya Engkau Maha Pengampun, curahkanlah hujan yang lebat kepada kami;

Ya Allah, siramlah kami dengan siraman hujan yang bermanfa’at dan menjadi simpanan yang bisa menambah rasa syukur kami, berikanlah rizki kepada kami, rizki keimanan dan buah keimanan, sesungguhnya pemberian-Mu itu tidak akan tercegah;

Ya Allah, turunkanlah hujan itu kepada hamba hamba-Mu dan negri-negri-Mu, hidupkanlah binatang-binatang (ciptaan)-Mu, tebarkanlah rahmat-Mu wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang;

Ya Allah, turunkanlah (hujan) ke tanah kami di musim semi, dan turunkan pula (hujan itu) ke tanah tempat kediaman kami; berikan rizki kepada kami dari keberkahan langit dan bumi, karena Engkau sebaikbaik pemberi rizki;

Ya Allah, turunkanlah hujan kepada kami, hujan yang lebat yang merata, segera tanpa ditunda, bermanfa’at tanpa mencelakakan, harga-harga menjadi murah, rizki kami terus mengalir, dan jadikanlah dengan hujan itu
kenikmatan atas pengembaraan kami dan keberadaan kami (di tempat kami) dan jadikanlah kami orang-orang yang barsyukur kepada-Mu. (Riwayat Ath-Thabrani dalam kitab “Al-Du’a” miliknya (960)).