Impostor Syndrome: Ketika Rasa Tidak Layak Bikin Kamu Ragu Sama Diri Sendiri

Prolite – Merasa Gagal Padahal Sudah Berprestasi? Yuk Kenali Impostor Syndrome dan Cara Mengatasinya!
Pernah nggak kamu dapet pujian tapi malah merasa nggak pantas? Atau waktu dapet kesempatan besar, justru muncul pikiran kayak, “Aku cuma beruntung aja, bukan karena aku pintar kok”.
Kalau iya, bisa jadi kamu lagi mengalami yang disebut dengan Impostor Syndrome, sebuah fenomena psikologis yang diam-diam dialami banyak orang sukses di dunia, bahkan tanpa mereka sadari!
Impostor Syndrome bukan sekadar rasa minder biasa. Ini lebih dalam, termasuk rasa cemas, takut gagal, dan keyakinan bahwa suatu saat orang lain akan tahu kalau kamu sebenarnya “nggak sepintar yang mereka kira.”
Menurut riset terbaru tahun 2025 dari Clinical Practice & Epidemiology in Mental Health Journal, lebih dari 60% profesional muda dan mahasiswa Gen Z pernah mengalami gejala impostor syndrome, terutama mereka yang berada di bidang teknologi, medis, dan akademik.
Nah, yuk kita bahas lebih dalam apa itu impostor syndrome, gimana tandanya, dan cara ngatasinya biar kamu bisa kembali percaya diri sama kemampuanmu sendiri!
Apa Itu Impostor Syndrome?
Secara sederhana, Impostor Syndrome adalah kondisi psikologis di mana seseorang merasa tidak pantas atas kesuksesan yang dicapai, terus meragukan kemampuan diri, dan menganggap keberhasilannya cuma hasil keberuntungan atau bantuan orang lain. Padahal, ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa dia memang kompeten dan berprestasi.
Orang dengan impostor syndrome sering takut ketahuan kalau dirinya sebenarnya “nggak sepintar itu”. Rasa cemas ini membuat mereka selalu bekerja lebih keras dari orang lain, demi menutupi rasa “tidak layak” di dalam dirinya.
Tanda-Tanda Kamu Mungkin Mengalami Impostor Syndrome
Coba refleksikan beberapa hal ini! Kalau kamu sering merasa seperti di bawah ini, mungkin kamu juga sedang mengalami impostor syndrome:
- Merasa nggak cukup kompeten meskipun punya banyak pencapaian.
- Menganggap keberhasilan terjadi karena beruntung, bukan karena kemampuan diri.
- Susah banget menerima pujian, sering menjawab dengan, “Ah, biasa aja kok.”
- Takut gagal atau takut orang lain tahu kamu nggak sepintar kelihatannya.
- Terlalu perfeksionis dan bekerja lebih keras agar nggak terlihat “bodoh”.
- Nggak pernah merasa puas, walau hasil kerjamu sebenarnya udah bagus banget.
- Menunda tugas karena takut hasilnya nggak sempurna.
Kalau kamu merasa beberapa poin di atas relate, tenang, kamu nggak sendirian kok! Bahkan tokoh-tokoh terkenal seperti Michelle Obama, Emma Watson, dan Albert Einstein pernah mengaku mengalami hal yang sama.
Kenapa Bisa Terjadi? Faktor Pemicu & Dampaknya
Impostor syndrome biasanya muncul di masa-masa transisi besar atau lingkungan yang kompetitif banget, misalnya:
- Mulai kerja di tempat baru atau naik jabatan.
- Masuk ke kampus baru, apalagi program pascasarjana.
- Bekerja di bidang dengan tekanan tinggi seperti medis, teknologi, atau akademik.
- Hidup di era media sosial yang bikin kita terus membandingkan diri dengan orang lain.
Kalau dibiarkan, impostor syndrome bisa berdampak serius: tingkat stres meningkat, burnout, sulit tidur, performa kerja menurun, bahkan bisa memicu gangguan kecemasan dan depresi.
Yuk, Refleksi Diri: “Apakah Saya Merasakan Ini?”
Coba jawab jujur pertanyaan ini:
- Apakah saya sering merasa tidak pantas di posisi saya sekarang?
- Apakah saya sering berpikir keberhasilan saya cuma kebetulan?
- Apakah saya sering takut orang tahu bahwa saya sebenarnya nggak sepintar yang dikira?
Kalau jawabannya iya, bukan berarti kamu gagal, tapi ini tanda kamu perlu re-evaluasi cara pandang terhadap diri sendiri. Impostor syndrome sering muncul justru saat seseorang berhasil — artinya kamu sedang berkembang dan menantang diri keluar dari zona nyaman!
Strategi Psikologis untuk Menghadapi Impostor Syndrome
Daripada terus membiarkan pikiran negatif berputar, coba beberapa cara berikut yang direkomendasikan oleh The Guardian (Oktober 2025) dan para psikolog klinis:
1. Catat Bukti Nyata Keberhasilanmu
Buat jurnal kecil berisi hal-hal yang kamu capai setiap hari. Nggak harus besar — bisa sekadar “hari ini aku menyelesaikan deadline tepat waktu.” Ini membantu otak mengenali fakta bahwa kamu memang kompeten.
2. Belajar Menerima Pujian
Saat seseorang memuji, jangan langsung menyangkal. Cukup jawab, “Terima kasih.” Kedengarannya sepele, tapi kebiasaan kecil ini bisa melatih otak untuk menerima pengakuan secara sehat.
3. Tulis dan Evaluasi Ketakutanmu
Tuliskan hal-hal yang kamu takuti (“Aku takut orang tahu aku belum cukup pintar”). Lalu tanyakan: “Apakah ini benar?” dan “Apa buktinya?” Biasanya, kamu akan sadar kalau ketakutanmu lebih besar di kepala daripada di kenyataan.
4. Ganti Narasi Internal
Ubah dari “Aku penipu” menjadi “Aku sedang belajar.” Kamu nggak harus sempurna untuk layak. Setiap orang berproses.
5. Cari Lingkungan Suportif
Ceritakan perasaanmu pada teman, mentor, atau orang terdekat. Kadang mendengar bahwa orang lain juga pernah merasa sama bisa membantu kamu lebih tenang.
6. Buat Target Realistis & Mikro-Tujuan
Daripada menuntut kesempurnaan besar, bagi tujuanmu jadi langkah kecil. Dengan begitu, kamu bisa merayakan keberhasilan sedikit demi sedikit — dan itu bikin motivasi naik!
Kamu Layak, Kok!
Impostor syndrome bukan tanda kamu gagal, justru itu tanda bahwa kamu sedang naik level. Perasaan “nggak pantas” sering muncul karena kamu sedang menapaki wilayah baru, dan itu hal yang wajar.
Jadi, mulai hari ini, yuk ubah cara pandangmu. Rayakan setiap kemajuan sekecil apa pun. Terima pujian tanpa ragu. Dan ingat, keberhasilanmu bukan cuma hasil keberuntungan, tapi itu buah dari kerja keras, dedikasi, dan kemampuanmu sendiri.
Karena pada akhirnya, kamu bukan penipu yang kebetulan sukses. Kamu adalah seseorang yang berproses menjadi lebih baik setiap hari.








