Pansus 14 DPRD Kota Bandung Bhas Raperda Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual

Pansus 14 DPRD Kota Bandung Bhas Raperda Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual (dok).

Pansus 14 DPRD Kota Bandung Bhas Raperda Mengenai Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual

KOTA BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual.

Pansus ini telah resmi dibentuk dan mulai melakukan sejumlah pembahasan awal.

Anggota Pansus 14, drg. Susi Sulastri, menegaskan pentingnya keberadaan perda ini di Kota Bandung sebagai langkah antisipatif terhadap maraknya penyimpangan perilaku seksual.

“Kenapa perda ini harus ada di Kota Bandung? Karena kita ingin Bandung menjadi kota yang bebas dari penyimpangan pelaku seksual,” ujar politisi perempuan dari PKS ini.

dok
dok

Susi menjelaskan, perda tersebut tidak lahir karena kondisi darurat penyimpangan seksual, melainkan sebagai bentuk pencegahan dini agar perilaku menyimpang tidak berkembang di masyarakat.

“Kalau dibilang darurat, sih tidak ya. Berdasarkan data yang ada, kasusnya tidak terlalu besar atau signifikan untuk disebut darurat. Tapi semangat dari perda ini adalah menjadikan Kota Bandung bebas dari perilaku penyimpangan seksual,” tegasnya.

Ia menambahkan, Dinas Kesehatan akan menjadi instansi utama yang bertanggung jawab atas pelaksanaan perda tersebut. Namun, pelaksanaannya akan melibatkan kerja sama lintas perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Bandung.

“Perda ini nanti akan menjelaskan berbagai hal mulai dari upaya pencegahan, rehabilitasi, hingga jenis-jenis penyimpangan yang dimaksud. Salah satunya juga akan dibentuk satgas penanganan penyimpangan perilaku seksual,” tutur Susi.

Melalui perda ini, Susi berharap pemerintah kota dapat memiliki dasar hukum yang kuat dalam melakukan mitigasi dan pengendalian perilaku seksual berisiko.

“Harapannya, dengan adanya perda ini kita bisa mencegah dan mengendalikan perilaku seksual berisiko di Kota Bandung. Jadi ketika muncul hal-hal kecil yang mengarah ke sana, kita bisa segera mengantisipasi dan melakukan langkah mitigasi,” imbuhnya.

Lebih lanjut, Susi mengungkapkan bahwa DKI Jakarta sudah lebih dulu memiliki perda sejenis. Karena itu, pihaknya berencana melakukan studi banding ke ibu kota untuk mempelajari penerapan perda tersebut.

“Rencananya kami akan studi banding ke Jakarta karena mereka sudah memiliki perdanya,” kata Susi.

Ia juga menegaskan, Raperda yang tengah dibahas ini tidak memuat pasal sanksi, sebab fokus utamanya adalah pada aspek pencegahan dan pengendalian.

“Raperda ini sifatnya preventif, jadi tidak ada sanksi. Tujuannya lebih kepada edukasi, rehabilitasi, dan upaya pencegahan,” jelasnya.




DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi

DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi (dok).

DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi

BANDUNG, Prolite – Awasi pengumpulan donasi di Kota Bandung, DPRD Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 12 tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Regulasi ini disiapkan untuk memperbarui Perda Tahun 2012 yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini dan perlu disesuaikan dengan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) terbaru.

Raperda ini akan menjadi pedoman baru bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menghimpun sumbangan masyarakat, baik berupa uang, barang, maupun kegiatan undian berhadiah. Selain mempertegas mekanisme PUB, aturan ini juga akan memperkuat sistem pengawasan dan audit, terutama untuk pengumpulan donasi secara daring (online).

Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung, H. Soni Daniswara, S.E, mengatakan bahwa pembaruan regulasi ini sangat penting agar setiap kegiatan pengumpulan dana oleh LKS memiliki landasan hukum yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Perda lama tahun 2012 sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan aturan pusat. Sekarang banyak kegiatan donasi dilakukan secara online, sehingga perlu ada regulasi baru yang mengatur mekanisme dan pengawasannya,” ujar Soni.

Menurutnya, berdasarkan data dari Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung, saat ini terdapat 90 LKS yang terdaftar. Namun hanya sekitar 60 lembaga yang aktif dan produktif dalam menjalankan programnya. Karena itu, regulasi baru ini diharapkan bisa menertibkan lembaga yang belum optimal menjalankan fungsi sosialnya.

“LKS harus kembali ke tujuan awal, yaitu membantu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Kalau ada lembaga yang hanya mengatasnamakan yayasan untuk mengumpulkan dana tanpa output yang jelas, itu perlu diawasi,” tegas Soni.

Ia juga menambahkan bahwa Raperda PUB akan memastikan seluruh aktivitas pengumpulan uang dan barang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai izin resmi dari pemerintah daerah.

“Kami ingin ke depan tidak ada lagi praktik penghimpunan dana yang tidak jelas asal-usul maupun penggunaannya. Semua harus tercatat, diaudit, dan bisa diawasi oleh publik,” ujarnya.

Soni mencontohkan bantuan yang dikumpulkan secara online. Menurutnya,  kegiatan mereka tidak terdata cukup baik.

“Mungkin mereka bisa mengklaim sudah membantu seseorang atau membantu suatu daerah yang terkena bencana. Tapi kalua didata berapa banyak bantuan yang sudah mereka salurkan dan berapa kejadian yang sudah mereka tolong, mungkin datanya tidak lengkap. Nah yang begitu nantinya akan diatur,” jelasnya.

Karena ini merupakan turunan dari peraturan Mentri Sosial yang paling baru, Soni mengatakan, belum banyak wilayah yang memiliki aturannya.

“Kayaknya belum banyak wilayah yang punya perda sebagai turunan dari ari peraturan Kementrian Sosial ini. Karena ini memang benar-benar baru,” tutupnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial (dok).

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono bahas raperda.

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




NasDem Apresiasi Pemkot Bandung Atas Inisiasi Raperda Ketertiban Umum

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga

NasDem Apresiasi Pemkot Bandung Atas Inisiasi Raperda Ketertiban Umum

BANDUNG, Prolite — Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Pemerintah Kota Bandung atas inisiatif penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ketertiban Umum, Ketenteraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat.

Menurut Rendiana, langkah Pemkot Bandung, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), telah menunjukkan komitmen kuat dalam menghadirkan regulasi yang berpihak pada kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan, keterbukaan, serta partisipasi masyarakat.

“Penguatan regulasi di bidang ketertiban umum bukan hanya untuk menertibkan aktivitas masyarakat, tetapi juga menjaga kualitas hidup warga, menciptakan rasa aman di ruang publik, dan memperkuat ketahanan sosial di tengah dinamika perkotaan yang kompleks,” ujar Rendiana dalam rapat paripurna DPRD Kota Bandung.

Ia menilai, penyusunan Raperda ini mencerminkan kesadaran pemerintah terhadap tantangan baru akibat urbanisasi, perkembangan teknologi, serta meningkatnya risiko bencana di wilayah perkotaan. Pendekatan pentahelix yang diatur dalam Raperda, lanjutnya, membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan komunitas masyarakat.

Empat Alasan Urgensi Raperda

Rendiana menjelaskan, Raperda ini mendesak untuk segera disahkan karena beberapa alasan utama:

  1. Dinamika Aktivitas Masyarakat. Tingginya mobilitas warga menimbulkan potensi gangguan ketertiban seperti kemacetan, kebisingan, dan penataan PKL yang belum tertib.
  2. Penyesuaian Regulasi. Diperlukan harmonisasi dengan aturan baru serta antisipasi terhadap penyalahgunaan teknologi.
  3. Penguatan Peran Linmas. Linmas berperan penting dalam menjaga keamanan lingkungan dan penanggulangan bencana.
  4. Amanat Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU Nomor 23 Tahun 2014, ketertiban umum merupakan urusan wajib pemerintahan daerah.

Tantangan dan Peluang

Rendiana juga menyoroti tantangan di lapangan, seperti rendahnya kesadaran hukum masyarakat, keterbatasan personel Satpol PP dan Linmas, serta belum optimalnya koordinasi lintas OPD.

Namun, ia menilai masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan, terutama melalui penggunaan teknologi digital.

“Kota Bandung bisa memperkuat pengawasan berbasis teknologi seperti pemasangan CCTV, aplikasi pengaduan warga, hingga integrasi data dengan pusat komando Satpol PP. Kolaborasi dengan komunitas dan dunia usaha juga harus diperluas,” katanya.

Substansi dan Rekomendasi

Menurutnya, Raperda ini telah mengatur aspek penting mulai dari asas penyelenggaraan hingga penegakan hukum dan sanksi administratif yang adil.

Fraksi NasDem pun mengajukan sejumlah rekomendasi strategis, di antaranya:

  1. Mendorong edukasi hukum di sekolah, kampus, dan komunitas.
  2. Meningkatkan kapasitas Linmas dengan pelatihan dan peralatan modern.
  3. Mengoptimalkan sistem pengawasan digital terintegrasi.
  4. Menerapkan pendekatan restoratif terhadap pelanggaran ringan guna membangun kesadaran warga.

Rendiana berharap, Raperda ini dapat menjadi instrumen penting dalam menciptakan Kota Bandung yang lebih tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya.

“Keterlibatan masyarakat menjadi kunci. Ketertiban tidak akan tercapai hanya dengan aturan, tapi dengan kesadaran kolektif untuk menjaga kota ini bersama-sama,” tutupnya.




Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung: Partisipasi Masyarakat dan Dunia Penting dalam Penerapan Perda Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat

Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H.,

Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung: Partisipasi Masyarakat dan Dunia Penting dalam Penerapan Perda Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat

Prolite – Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H., menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2019 dan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, di Hotel Golden Flower, Bandung, Rabu 22 Oktober 2025.

Turut hadir Kepala Satpol PP Kota Bandung, H. Bambang Sukardi, beserta jajaran struktural, serta diikuti oleh pelaku usaha di Kota Bandung. Dalam paparannya, Radea Respati mengatakan, partisipasi aktif masyarakat dan dunia usaha dalam penerapan Perda ini sangat penting.

“Penegakan Perda bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aparat penegak hukum. Semua elemen masyarakat, termasuk pelaku usaha, memiliki peran penting untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama,” Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung.

Radea menjelaskan, Perda Nomor 9 Tahun 2019 menjadi dasar pengaturan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sementara Perda Nomor 10 Tahun 2024 merupakan penyempurnaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika sosial di Kota Bandung.

“Perda terbaru memberikan ruang yang lebih kuat bagi pengawasan, penegakan, dan pembinaan masyarakat secara persuasif. Harapannya, penertiban bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif,” katanya.

Oleh karena itu, kata Radea, sosialisasi tersebut digelar sebagai upaya untuk memperkuat pemahaman dan sinergi antara pemerintah, aparat, serta masyarakat dalam mewujudkan Kota Bandung yang tertib, aman, dan nyaman.

Kegiatan ini menjadi wadah dialog antara pemerintah dan masyarakat, di mana peserta juga dapat menyampaikan masukan terkait penerapan perda di lapangan. Suasana interaktif membuat kegiatan berlangsung produktif dan edukatif.

Menutup kegiatan, Radea Respati mengajak seluruh peserta untuk menjadikan sosialisasi ini sebagai langkah nyata dalam membangun kesadaran kolektif.

“Ketertiban dan ketentraman masyarakat adalah pondasi utama bagi kota yang maju dan beradab. Mari bersama-sama kita wujudkan Bandung yang tertib, bersih, dan nyaman untuk semua,” ujarnya.




Fraksi PKS DPRD Kota Bandung Menilai Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial Perlu Lebih Efektif

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung, Ahmad Rahmat Purmana (dok).

Fraksi PKS DPRD Kota Bandung Menilai Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial Perlu Lebih Efektif

BANDUNG, Prolite – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Bandung menilai, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial perlu diarahkan agar lebih efektif, akuntabel, dan berkelanjutan.

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung, Ahmad Rahmat Purmana, mengatakan Raperda ini harus hadir bukan sekadar sebagai aturan administratif, tapi benar-benar menjadi payung hukum yang berdampak langsung bagi masyarakat.

“Raperda ini jangan hanya bagus di atas kertas, tapi juga harus terasa manfaatnya bagi masyarakat, terutama kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, penyandang disabilitas, dan mereka yang menghadapi masalah kesejahteraan sosial,” ujarnya.

Ahmad Rahmat juga menekankan pentingnya kejelasan ruang lingkup dan jenis permasalahan sosial yang akan diatur dalam perda baru ini. Selain perlindungan dan jaminan sosial, perda juga perlu memuat penguatan pemberdayaan sosial dan partisipasi masyarakat.

Menurutnya, penyusunan Raperda harus selaras dengan aturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Ia juga mendorong agar mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan perda diperkuat.

Raperda tersebut diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang memperkuat pelayanan publik, mempercepat peningkatan kesejahteraan sosial, serta menjaga ketertiban dan perlindungan bagi warga Kota Bandung.

“Kebijakan sosial harus bisa diukur dan diawasi pelaksanaannya. Dengan begitu, setiap program benar-benar tepat sasaran dan berkelanjutan,” tambahnya.

Sementara itu, Raperda tersebut kini sudah siap dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Kota Bandung. Pasalnya DPRD Kota Bandung resmi mengumumkan susunan keanggotaan Panitia Khusus (Pansus) 12 yang akan membahas Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Pengumuman dilakukan dalam rapat paripurna di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Bandung, Kamis (9/10). Pembentukan Pansus ini berdasarkan hasil pemilihan pimpinan dan anggota yang dilakukan secara internal oleh masing-masing fraksi DPRD.

Raperda tersebut menjadi salah satu dari empat rancangan perda baru yang disetujui untuk dibahas dalam rapat paripurna yang sama.

Ketua DPRD Kota Bandung H. Asep Mulyadi menjelaskan, revisi Perda Kesejahteraan Sosial diperlukan agar selaras dengan perkembangan regulasi di tingkat nasional. “Ada sejumlah substansi yang perlu disesuaikan, terutama terkait pengaturan lembaga kesejahteraan sosial yang membutuhkan pembaruan aturan,” ujarnya.

Adapun susunan Pansus 12 yang akan membahas Raperda ini yakni:

Ketua: H. Iman Lestariyono, ., S.H.

Wakil Ketua: H. Soni Daniswara, S.E.

Anggota:

  1. Susanto Triyogo Adiputro, ., M.T.
  2. Deni Nursani, .
  3. Angelica Justicia Majid
  4. Ir. H. Kurnia Solihat
  5. Dr. H. Juniarso Ridwan
  6. H. Sutaya, S.H., M.H.
  7. H. Isa Subagdja
  8. Asep Sudrajat, .
  9. Aswan Asep Wawan
  10. Christian Julianto Budiman



Fraksi Partai Goldar DPRD Kota Bandung Beri Dukungan Penuh Raperda Perilaku Seksual

Fraksi Partai Goldar DPRD Kota Bandung Beri Dukungan Penuh Raperda Perilaku Seksual (dok).

Fraksi Partai Goldar DPRD Kota Bandung Beri Dukungan Penuh Raperda Perilaku Seksual

BANDUNG, Prolite – Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Bandung menyatakan dukungan penuh terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual. Raperda ini dinilai penting untuk menjaga ketahanan masyarakat dari ancaman meningkatnya kasus infeksi menular seksual di Kota Bandung.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Kota Bandung, Juniarso Ridwan, menegaskan pihaknya mendukung langkah Pemerintah Kota Bandung dalam memperkuat regulasi terkait pencegahan perilaku seksual berisiko. “Kasus infeksi menular seksual di Kota Bandung terus meningkat. Ini bukan hanya masalah kesehatan, tapi juga bisa mengganggu ketahanan masyarakat. Karena itu, Golkar mendukung penuh langkah Pemkot untuk mencegah dan mengendalikan perilaku seksual berisiko,” ujarnya.

Juniarso juga menekankan pentingnya pencegahan melalui jalur pendidikan. Ia mendorong Pemkot Bandung agar mulai merancang kurikulum berbasis budaya lokal yang komprehensif, sekaligus memperkuat nilai-nilai agama dan sosial di sekolah dasar hingga menengah.

“Pendidikan menjadi benteng pertama. Sejak dini, anak-anak perlu dibekali pemahaman tentang nilai moral, kesehatan reproduksi, dan tanggung jawab sosial,” tambahnya.

Tak hanya fokus pada pencegahan, Fraksi Golkar juga menyoroti pentingnya penanggulangan bagi masyarakat yang sudah terdampak perilaku seksual berisiko. Menurut Juniarso, hal itu bisa dilakukan melalui penyuluhan dan sosialisasi tentang bahaya serta dampak negatif perilaku menyimpang terhadap diri sendiri, keluarga, dan lingkungan.

“Edukasi yang tepat dan berkelanjutan akan membangun kesadaran masyarakat agar menjauhi perilaku yang bisa merusak kesehatan maupun tatanan sosial,” jelasnya.

Fraksi Golkar berharap, keberadaan Raperda ini nantinya dapat menjadi payung hukum yang kuat untuk menjaga moral, kesehatan, dan ketahanan sosial masyarakat Kota Bandung.




DPRD Kota Bandung Tegaskan Pentingnya Pengesahan Raperda Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Bandung drg. Maya Himawati Sp.Orto.,R

DPRD Kota Bandung Tegaskan Pentingnya Pengesahan Raperda Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual

Prolite – Fraksi Partai Gerindra DPRD Kota Bandung menegaskan pentingnya percepatan pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual.

Empat Raperda yang dibahas meliputi:

  1. Raperda tentang Grand Design Pembangunan Keluarga Kota Bandung Tahun 2025–2045,
  2. Raperda tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial,
  3. Raperda tentang Ketertiban Umum, Ketentraman, dan Perlindungan Masyarakat, serta
  4. Raperda tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual.

Menurut Ketua Fraksi Partai Gerindra drg. Maya Himawati .,Raperda terakhir tersebut sangat penting mengingat tingginya jumlah penduduk usia produktif di Kota Bandung yang berpotensi terpapar perilaku berisiko.

“Tren perilaku seksual remaja saat ini cukup mengkhawatirkan. Proporsi remaja yang terlibat dalam perilaku berisiko seperti kehamilan tidak diinginkan, HIV, dan infeksi menular seksual (IMS) masih tinggi dan bahkan cenderung meningkat,” ujar  Maya.

Ia juga menyoroti meningkatnya kasus penyimpangan seksual di Kota Bandung yang dinilai sangat memprihatinkan.

“Pemerintah Kota Bandung bersama seluruh pemangku kepentingan harus mampu menjalankan pengendalian dan pencegahan yang efektif, sekaligus membangun program kolaboratif lintas sektor

Maya menjelaskan, faktor penyebab perilaku seksual berisiko sangat kompleks, mulai dari kurangnya pendidikan seksual, kondisi psikologis dan ekonomi, paparan konten pornografi, pola asuh keluarga, trauma masa kecil, hingga lemahnya iman.

“Karena itu, perlu pendekatan yang tidak hanya bersifat hukum, tapi juga edukatif, sosial, dan spiritual,” tegasnya.

Ia berharap, dengan disahkannya Raperda ini, Kota Bandung dapat memiliki payung hukum yang kuat untuk mencegah dan mengendalikan perilaku seksual berisiko, sekaligus memperkuat ketahanan keluarga dan moral generasi muda.




Fraksi Nasdem DPRD Kota Bandung beri Pandangan Terkait 4 Raperda yang Diajukan Pemkot Bandung

Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga

Fraksi Nasdem DPRD Kota Bandung beri Pandangan Terkait 4 Raperda yang Diajukan Pemkot Bandung

BANDUNG, Prolite – Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) DPRD Kota Bandung menyampaikan pandangan umum terhadap empat Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang diajukan Pemerintah Kota Bandung. Empat Raperda tersebut dianggap sebagai kebijakan strategis yang akan menentukan arah pembangunan Kota Bandung di masa mendatang.

Ketua Fraksi NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga, mengatakan bahwa pembahasan empat Raperda ini tidak bisa dipandang sebagai proses administratif semata. Menurutnya, kehadiran Raperda tersebut menjadi fondasi kebijakan untuk melindungi, mengatur, dan memajukan masyarakat Kota Bandung.

“Fraksi Nasional Demokrat (NasDem) DPRD Kota Bandung akan menyampaikan pokok pikiran terhadap empat Raperda yang diajukan pemerintah daerah untuk dibahas bersama,” ujar Rendiana Awangga.

Rendiana menambahkan, keempat Raperda mencakup kebijakan yang luas, mulai dari perlindungan kesehatan dan moral generasi muda, penataan ketertiban umum, pengelolaan pembangunan kependudukan jangka panjang, hingga penguatan sistem kesejahteraan sosial yang lebih responsif.

“Regulasi yang dihasilkan nantinya bukan hanya soal aturan tertulis, tetapi juga mencerminkan komitmen politik dan moral pemerintah serta DPRD terhadap kesejahteraan rakyat,” ujarnya.

  • Apresiasi terhadap Raperda Grand Design Pembangunan Keluarga

Dalam pandangan umumnya, Fraksi NasDem memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Bandung atas penyusunan Raperda tentang Grand Design Pembangunan Keluarga (GDPK) Kota Bandung Tahun 2025–2045.

Raperda tersebut dinilai sebagai peta jalan strategis pembangunan jangka panjang di bidang kependudukan, yang terintegrasi dengan RPJPD Kota Bandung 2025–2045 dan mengacu pada Peraturan Presiden Nomor 153 Tahun 2014 tentang Grand Design Pembangunan Kependudukan.

“Pemerintah telah menunjukkan keseriusan dalam mengantisipasi tantangan demografi sekaligus memanfaatkan bonus demografi secara optimal,” ungkap Rendiana.

Fraksi NasDem menilai, lima pilar GDPK—yakni pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, pembangunan keluarga, penataan persebaran dan mobilitas penduduk, serta penataan administrasi kependudukan—merupakan kerangka menyeluruh dalam menciptakan penduduk yang seimbang, berkualitas, dan berdaya saing.

  • Soroti Tantangan dan Peluang

Dalam pembahasannya, Fraksi NasDem menilai masih terdapat sejumlah tantangan yang perlu diantisipasi dalam pelaksanaan GDPK 2025–2045. Di antaranya, laju pertumbuhan penduduk yang menekan ketersediaan lahan, air bersih, dan energi; ketimpangan kualitas sumber daya manusia antarwilayah; serta tingginya tingkat urbanisasi yang dapat meningkatkan kerentanan keluarga.

Meski demikian, Fraksi NasDem juga menyoroti berbagai peluang yang dapat dimanfaatkan. Antara lain bonus demografi yang sedang berlangsung, kemajuan teknologi digital untuk mendukung administrasi kependudukan dan layanan publik, serta potensi ekonomi kreatif sebagai sektor penyerap tenaga kerja produktif.

  • Rekomendasi Strategis

Fraksi NasDem juga memberikan sejumlah rekomendasi untuk memperkuat pelaksanaan GDPK di Kota Bandung, antara lain:

Mendorong program keluarga berencana inklusif dengan pemantauan kelahiran secara real-time.

Memperluas akses pendidikan vokasi, layanan kesehatan preventif, dan literasi digital untuk meningkatkan kualitas penduduk.

Menguatkan pembinaan keluarga dan layanan konseling di tingkat kelurahan.

Mengintegrasikan kebijakan kependudukan dengan tata ruang wilayah (RT/RW).

Mempercepat digitalisasi layanan administrasi kependudukan serta peningkatan kapasitas aparatur daerah.

“Fraksi NasDem berharap, pembahasan Raperda ini dapat menghasilkan regulasi yang tidak hanya kuat secara hukum, tetapi juga relevan dengan kebutuhan nyata masyarakat Kota Bandung,” pungkas Rendiana.