Languishing: Saat Hidup Terasa Monoton dan Kehilangan Arah

Prolite – Languishing: Saat Hidup Terasa Monoton dan Kehilangan Arah
Pernah nggak sih kamu merasa hidup terasa hambar? Bangun tidur rasanya biasa aja, kerja atau kuliah dijalani sekadar kewajiban, lalu malamnya ditutup dengan scrolling tanpa arah. Kamu nggak sedang sedih banget, tapi juga nggak bahagia. Kalau iya, bisa jadi kamu sedang mengalami languishing.
Kondisi ini bukan depresi, tapi juga bukan sekadar rasa bosan biasa. Para psikolog menyebutnya sebagai “ruang abu-abu” kesehatan mental: nggak sakit, tapi jelas nggak sehat.
Fenomena languishing pertama kali ramai dibicarakan saat pandemi COVID-19, ketika banyak orang merasa terjebak di rumah dengan rutinitas monoton. Tapi faktanya, bahkan setelah pandemi mereda, banyak orang masih mengalaminya hingga sekarang.
Nah, menariknya, penelitian menunjukkan bahwa orang yang languishing punya risiko jauh lebih tinggi mengalami depresi dalam beberapa tahun ke depan kalau dibiarkan begitu saja.
Apa Itu Languishing?
Languishing adalah kondisi di mana seseorang merasa stagnan, kosong, dan tidak merasakan emosi ekstrem—baik senang maupun sedih. Hidup terasa hambar. Tidak ada semangat, tidak ada tujuan yang jelas, bahkan aktivitas sehari-hari dijalani tanpa rasa keterhubungan.
Berbeda dengan depresi klinis yang punya gejala intens (seperti hopelessness, merasa tidak berharga, atau ide bunuh diri), languishing lebih samar, tapi tetap berbahaya.
Adam Grant, seorang psikolog organisasi, menyebut languishing sebagai “kekosongan emosional” yang bikin kita nggak berkembang. Orang yang languishing bisa terlihat baik-baik saja dari luar, tapi sebenarnya mereka sedang kehilangan makna hidup.
Risiko Nyata: Dari Languishing ke Depresi
Banyak orang meremehkan kondisi ini dengan anggapan “ah, cuma lagi bosen.” Padahal, studi kesehatan mental menemukan bahwa orang yang mengalami languishing punya risiko 27% hingga 117% lebih tinggi mengalami kecemasan atau depresi dalam 4 tahun berikutnya dibandingkan mereka yang flourishing (hidup sehat, penuh makna, dan bahagia).
Kenapa bisa begitu? Karena kondisi ini membuat otak dan tubuh terus berada di kondisi low energy tanpa arah. Lama-lama, hal ini bisa menurunkan imunitas, bikin pola tidur berantakan, hingga memicu penyakit fisik seperti jantung dan tekanan darah tinggi.
Dari sisi psikologis, languishing juga bikin seseorang lebih mudah menarik diri dari hubungan sosial, yang akhirnya memperkuat rasa kesepian dan menurunkan produktivitas.
Tanda-Tanda Kamu Sedang Languishing
Coba cek beberapa tanda berikut, apakah kamu mengalaminya:
- Kehilangan motivasi, bahkan untuk hal-hal kecil yang biasanya menyenangkan.
- Merasa hidup nggak punya tujuan, cuma dijalani begitu aja.
- Mudah terdistraksi atau susah fokus.
- Menjauh dari hubungan sosial, lebih memilih sendirian.
- Rutinitas terasa monoton, setiap hari mirip copy-paste.
Kalau tanda-tanda ini muncul lebih dari sekadar fase sementara, bisa jadi kamu lagi languishing.
Cara Sederhana Mengatasi Languishing
Kabar baiknya, hal ini bisa diatasi dengan langkah kecil. Bahkan, terapi yang efektif sering kali bukan hal rumit, tapi justru praktik sederhana sehari-hari.
- Flow: Tenggelam dalam Aktivitas Bermakna
Ikut kelas melukis, main musik, olahraga, atau bahkan sekadar baca buku yang kamu suka. Aktivitas yang bikin kamu tenggelam dan lupa waktu bisa menyalakan kembali semangat. - Bangun Koneksi Sosial Nyata
Coba ketemu teman secara langsung, ngobrol santai, atau gabung komunitas. Hubungan sosial bisa jadi penopang kuat keluar dari rasa hampa. - Tindak Kecil Bermakna
Tulis jurnal syukur setiap malam, atau kerjakan hal kecil yang memberi rasa pencapaian—misalnya beres-beres meja kerja, masak makanan sehat, atau sekadar jalan kaki sore. Hal-hal kecil ini bisa jadi fondasi rasa arah dalam hidup. - Mindfulness & Istirahat Berkualitas
Latihan pernapasan, meditasi singkat, atau tidur cukup bisa bantu reset energi mental. Kadang, kita cuma perlu benar-benar istirahat, bukan melarikan diri lewat distraksi.
Languishing di Dunia Kerja dan Kehidupan Sosial
Yang bikin languishing makin berbahaya adalah dampaknya pada produktivitas. Riset menunjukkan, karyawan yang mengalami languishing lebih sering absen, sulit fokus, dan merasa nggak engaged dengan pekerjaan. Kalau dibiarkan, hal ini bukan cuma merugikan individu, tapi juga organisasi.
Di kehidupan sosial, kondisi seperti ini bisa bikin hubungan dengan keluarga dan teman jadi renggang. Orang jadi lebih tertutup, malas bersosialisasi, dan cenderung kehilangan empati. Padahal, justru koneksi sosial adalah salah satu jalan keluar dari ruang hampa itu sendiri.
Languishing memang bukan depresi, tapi jelas bukan kondisi sehat. Kalau dibiarkan, ia bisa jadi jalan menuju depresi yang lebih parah. Jadi, penting banget buat mengenali tanda-tandanya sejak awal dan mengambil langkah kecil untuk keluar dari siklus stagnan.
Kalau kamu merasa sedang berada dalam kondisi ini, ingat bahwa kamu nggak sendirian. Banyak orang di luar sana juga mengalaminya. Mulailah dengan langkah sederhana—temukan kembali hal yang bikin hidupmu punya makna, jalin koneksi dengan orang lain, dan jangan ragu mencari bantuan profesional kalau perlu.
Hidup terlalu berharga untuk dijalani dengan rasa hampa. Jadi, yuk kita sama-sama keluar dari ruang abu-abu dan bergerak menuju kehidupan yang lebih penuh warna.








