Tren Berkebun 2025: Taman Auto Aesthetic dari Lived-In Style sampai Kebun Vertikal

Tren Berkebun 2025

Prolite – Tren Berkebun 2025 : Bikin Halaman Makin Hidup dengan Lived-In Style & Ruang Vertikal

Pernah lihat taman yang kelihatannya nggak terlalu rapi, tapi vibes-nya nyaman banget? Atau pagar rumah yang bukan terbuat dari besi atau beton, tapi dari tanaman hijau yang rimbun?

Nah, di tahun 2025, tren berkebun makin berkembang ke arah yang bukan cuma estetik, tapi juga ramah lingkungan dan fungsional.

Menurut laporan Global Gardening Trends (Agustus 2025), gaya berkebun tahun ini didominasi oleh konsep alami yang mengutamakan kehangatan, keberagaman, dan keberlanjutan.

Mulai dari lived-in gardens, living fences, sampai vertical gardening yang bisa bikin lahan terbatas tetap kece.

Lived-In Gardens: Cantik Tanpa Terlalu “Polished”

Kalau taman formal biasanya rapi banget dan terkesan “teratur sempurna”, lived-in gardens justru mengusung konsep kebalikannya. Taman ini dibuat agar terlihat alami, seperti sudah tumbuh dan berkembang bersama rumah selama bertahun-tahun.

Ciri khasnya:

  • Tanaman beragam: Campuran bunga liar, tanaman hias klasik, dan tanaman herbal.
  • Elemen vintage: Pot tanah liat, kursi kayu tua, atau dekorasi taman bekas.
  • Nuansa santai: Nggak ada garis batas yang kaku, semuanya mengalir.

Kenapa tren ini populer? Karena banyak orang mulai merasa bahwa rumah dan taman harus punya “kehidupan” yang nyata, bukan sekadar tampil sempurna di foto. Plus, perawatannya lebih santai karena kita nggak harus trimming tanaman setiap minggu.

Living Fences

Di era yang makin peduli lingkungan, pagar tanaman hidup atau living fences jadi pilihan yang makin diminati. Pagar ini dibuat dari tanaman yang ditanam rapat hingga membentuk pembatas alami.

Kelebihan living fences:

  • Estetis: Lebih cantik daripada pagar besi atau tembok polos.
  • Ramah lingkungan: Menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen.
  • Privasi alami: Bisa jadi penghalang pandangan sekaligus peredam suara.

Tanaman yang sering dipakai antara lain bambu hias, teh-tehan, dan ficus. Beberapa taman di perkotaan bahkan mengombinasikan living fences dengan bunga merambat untuk hasil yang lebih berwarna.

Vertical Gardening & Edible Landscaping: Solusi untuk Lahan Terbatas

Nggak punya halaman luas? Tenang, tren vertical gardening dan edible landscaping adalah jawabannya.

Vertical gardening memanfaatkan dinding, pagar, atau rak khusus untuk menanam tanaman secara vertikal. Cocok untuk rumah mungil atau apartemen yang ingin punya ruang hijau.

 

Edible landscaping adalah seni menata tanaman yang bisa dimakan sekaligus indah dilihat. Contohnya menanam selada, cabai, atau stroberi sebagai bagian dari dekorasi taman.

Tips praktis:

  • Gunakan pot gantung atau panel tanam vertikal.
  • Pilih tanaman yang cepat tumbuh dan mudah dirawat.
  • Kombinasikan sayuran, buah, dan tanaman berbunga untuk tampilan maksimal.

Tren berkebun tahun ini membuktikan kalau taman nggak harus mahal atau luas untuk terlihat cantik dan bermanfaat. Mau gaya lived-in yang hangat, living fences yang ramah lingkungan, atau vertical gardening yang hemat tempat, semua bisa disesuaikan dengan kebutuhan dan selera kamu.

Jadi, yuk mulai bikin ruang hijau versimu sendiri. Nggak perlu tunggu punya halaman luas—yang penting adalah niat, kreativitas, dan konsistensi. Siap-siap, rumah kamu bakal jadi spot healing favorit semua orang!




Bawa Alam ke Dalam Rumah: Pesona Biophilic Design & Nature-Connected Interiors

Biophilic Design

Prolite – Bawa Alam ke Dalam Rumah: Pesona Biophilic Design & Nature-Connected Interiors untuk Hidup Lebih Tenang & Bahagia

Pernah nggak sih kamu merasa langsung rileks begitu masuk ke ruangan yang penuh cahaya alami, ada tanaman hijau, dan aroma kayu yang lembut? Itu bukan cuma sugesti, tapi hasil dari sesuatu yang disebut biophilic design.

Tren desain ini semakin naik daun, karena kita semua mulai sadar: hidup yang terlalu jauh dari alam bikin stres gampang datang, fokus berkurang, dan mood gampang drop.

Menurut laporan Global Wellness Institute (Agustus 2025), orang yang menerapkan elemen nature-connected di rumah mengalami peningkatan kualitas tidur hingga 15% dan penurunan tingkat stres sampai 20%.

Jadi, nggak heran kalau biophilic design sekarang dianggap sebagai salah satu kunci menciptakan hunian yang sehat secara fisik dan mental.

Apa Itu Biophilic Design dan Kenapa Penting?

Biophilic design adalah pendekatan desain interior yang menggabungkan elemen-elemen alami—mulai dari tanaman, cahaya matahari, warna bumi, hingga material organik—untuk menciptakan lingkungan yang harmonis. Konsep ini berangkat dari biophilia, istilah psikolog Edward O. Wilson yang berarti “cinta terhadap kehidupan dan alam”.

Di era modern yang serba digital, kita makin jarang terhubung langsung dengan alam. Padahal, studi dari University of Exeter (2025) menunjukkan bahwa keberadaan elemen alami di ruang kerja atau rumah bisa meningkatkan produktivitas hingga 8% dan membuat orang merasa 15% lebih bahagia.

Elemen Utama Biophilic Design yang Bikin Rumah Lebih Hidup

 

  • Tanaman Indoor: Mulai dari monstera, peace lily, hingga sirih gading—nggak cuma cantik tapi juga membantu membersihkan udara.
  • Cahaya Alami: Maksimalkan jendela besar, gunakan tirai tipis, dan atur posisi furnitur supaya cahaya masuk maksimal.
  • Warna Bumi: Pilih warna hijau lumut, krem hangat, cokelat tanah, atau biru laut untuk cat dinding atau aksen.
  • Tekstur Organik: Sertakan material seperti kayu, rotan, batu alam, atau linen untuk kesan hangat dan alami.

Cara Praktis Menerapkan Biophilic Design di Rumah

  • Buat Sudut Hijau: Pilih satu pojok rumah untuk jadi “taman indoor” mini. Kombinasikan tanaman gantung dan pot di lantai untuk efek visual yang kaya.
  • Mainkan Pencahayaan: Gunakan lampu dengan warm tone di malam hari untuk menggantikan cahaya alami, biar suasana tetap cozy.
  • Pakai Material Alami: Kalau renovasi belum memungkinkan, mulai dari hal kecil seperti meja kayu, kursi rotan, atau karpet serat alami.
  • Gunakan Dekorasi Bertema Alam: Lukisan pemandangan, foto daun, atau kerajinan tangan dari bahan alam bisa jadi aksen yang menyatu dengan konsep.

Biophilic Design untuk Ruangan Kecil? Bisa Banget!

Banyak yang mikir konsep ini cuma cocok buat rumah besar, padahal apartemen atau kos kecil juga bisa kok. Caranya:

  • Gunakan vertical garden atau rak dinding untuk tanaman.
  • Pilih cermin besar untuk memantulkan cahaya alami dan bikin ruangan terasa lega.
  • Ganti beberapa furnitur plastik dengan versi kayu atau rotan ukuran compact.

Tren Biophilic Design 2025

Berdasarkan Pinterest Predicts 2025 dan Elle Decor Trend Report (Agustus 2025), ada beberapa tren biophilic yang lagi naik daun:

  • Living Walls: Dinding penuh tanaman hidup, cocok untuk ruang tamu atau teras.
  • Indoor Water Features: Air mancur mini atau kolam ikan kecil untuk menambah suara alami yang menenangkan.
  • Smart Lighting yang Meniru Matahari: Lampu yang berubah intensitas dan warnanya mengikuti siklus alami matahari.

Menghadirkan alam ke dalam rumah lewat biophilic design bukan cuma soal estetika, tapi juga soal kesehatan jiwa dan raga. Semakin terhubung kita dengan alam, semakin besar dampak positifnya bagi kebahagiaan sehari-hari.

Jadi, gimana? Siap buat mulai dari satu pot tanaman di meja kerja, atau langsung overhaul ruang tamu kamu jadi surga hijau? Yuk, mulai sekarang kita bikin rumah jadi tempat yang nggak cuma indah dipandang, tapi juga menenangkan hati dan pikiran.




Plant‑Based Living: Mulai Gaya Hidup Nabati yang Bikin Hidup Lebih Bermakna

Plant‑Based Living

Prolite – Plant‑Based Living: Sehat, Ramah Lingkungan, dan Praktis – Mulai Gaya Hidup Nabati yang Bikin Hidup Lebih Bermakna!

Hey, guys! Pernah nggak kalian merasa lelah, stres, atau pengen hidup lebih sehat dan berdampak positif ke bumi? Kadang solusi paling dekat adalah lewat apa yang kita makan—khususnya bikin makanan nabati jadi gaya hidup.

Yuk, kita kulik bersama bagaimana hidup berbasis tumbuhan (plant‑based) bisa mendongkrak kesehatan, bantu lingkungan, dan tetap praktis untuk keseharian. Kita bakal bahas tren diet, manfaat, resep mudah, sampai tips transisi ringan yang asyik banget!

1. Tren Diet Nabati: Fleksitarian, Reducetarian & Alternatif Daging Nabati

Plant‑Based Living

Fleksitarian – Pilihan fleksibel yang ramah semua orang

Tren diet kita sekarang nggak harus ekstrem. Banyak orang jadi fleksitarian: tetap makan sayur, buah, dan nabati, tapi sesekali konsumsi daging. Ternyata ini paling populer—lingkup globalnya mencapai sekitar 42 % dari tren pasar makanan . Tesco bahkan memperkirakan penjualan produk nabati akan tiga kali lipat pada 2025, menunjukkan permintaan yang melonjak.

Reducetarian – Kurangi hewani tanpa drama vegan

Kalau fleksitarian konsumsi nabati tapi tetap hewani sesekali, reducetarian sengaja mengurangi daging sambil tetap makan berbagai makanan favorit. Simple dan realistis—cocok untuk kamu yang mau mulai perlahan.

Alternatif daging nabati – Rasa daging tanpa hewan

Ingin sensasi “daging” tapi tanpa sapi atau ayam? Alternatif berbasis kacang polong, kedelai, atau mycoprotein (jamur) makin inovatif. Industri alt‑meat global diprediksi melonjak dari sekitar $7 miliar tahun 2023 ke sekitar $25 miliar pada 2030.

2. Manfaat Kesehatan & Lingkungan — Tapi Ingat, Harus Seimbang!

Plant‑Based Living

Penurun kolesterol & dukungan imunitas

Makan nabati kaya serat, antioksidan, dan bebas kolesterol hewani—bisa bantu menurunkan LDL (kolesterol jahat) dan tekanan darah . Studi dari CDC dan proVeg juga menyebut konsumsi nabati bisa meningkatkan sensitivitas insulin dan mengurangi risiko diabetes tipe 2 hingga 50 % .

Kontrol berat badan & penuaan sehat

Diet nabati cenderung lebih rendah kalori dan lemak jenuh, mendukung penurunan berat badan dan indeks massa tubuh yang sehat . Selain itu, konsumsi protein nabati dikaitkan dengan penuaan yang lebih sehat—peningkatan kemungkinan mencapai usia 70 dengan kondisi bebas penyakit kronis.

Bumi pun senang!

Produksi daging menyumbang emisi gas rumah kaca, penggunaan air, dan lahan yang besar. Studi dari Harvard & Nature mengungkap bahwa diet nabati bisa mengurangi emisi karbon hingga 30–75 %, penggunaan lahan hingga 45 %, dan air hingga 27 % dibanding diet hewani . Selain itu, reforestasi mungkin terjadi jika lahan peternakan dialihkan kembali ke alam .

Ingat: bukan semua menyehatkan

Beberapa produk nabati ultra‑olah bisa tinggi sodium, kalori, dan lemak. Studi dari Johns Hopkins menunjukkan pola makan “nabati tidak sehat” sama riskannya dengan pola hewani—naikkan biomarker penyakit jantung . Intinya: pilih makanan utuh, tepat, dan seimbang.

3. Resep Mudah & Tips Transisi yang Gampang Dijalani

Plant‑Based Living

a. Wrap Sayur + Protein Nabati

Campur sayuran segar (selada, paprika, wortel), tambahkan protein seperti tempe panggang atau kacang chickpea matang, saus peanut-yogurt nabati. Gulung pakai tortilla gandum—praktis, penuh gizi, siap 10 menit!

b. Smoothie Nabati Superfood

Blender pisang, oat, bayam, chia seeds, dan susu almond. Tambahkan frozen berries atau pea protein powder untuk boost nutrisi. Cocok untuk sarapan atau snack sehat.

c. Tips Beralih Bertahap

  1. Meatless Monday: satu hari tanpa daging untuk mulai.

  2. Ganti camilan ringan menjadi kacang, buah, granola nabati.

  3. Eksplorasi alternatif daging hewani seperti nugget berbasis protein kacang.

  4. Fokus masak dengan whole-food nabati—sayur, biji‑bijian, legum, kacang—sesuai pola WFPB .

  5. Jaga nutrisi: konsumsi vitamin B12, D, zat besi, kalsium dari sumber nabati/fortifikasi kalau perlu.

Ayo Mulai Plant‑Based Living yang Seru dan Bermakna! 🌱

Plant‑based living bukan sekadar tren—ini gaya hidup yang sehat, ramah lingkungan, dan mudah dijalani.

Yuk, mulai tantangan 7 hari #PlantBasedCelebrate: pilih satu makanan nabati baru per hari—wrap, salad, atau smoothie? Dokumentasikan di feed, tag teman, dan ajak keluarga buat ikutan!

Share di kolom komentar ya, kita saling support dan motivasi untuk hidup lebih sehat, lebih hijau, dan lebih happy! 🌿