“Tong Bullying”: Tak Ada Tempat Untuk Perundungan !!

“Tong Bullying” Tuntut Dewan Suarakan Stop Bullying
BANDUNG, Prolite – Sekitar 10 orang tua murid korban bullying mengadu ke DPRD Kota Bandung. Para orang tua ini tergabung dalam ‘Tong Bullying’ menuntut DPRD agar turut menyuarakan stop bullying.
Tong Bullying terbentuk atas keresahan para orang tua korban, pasalnya anak-anak mereka menjadi korban bullying hingga mereka masih ada yang trauma hingga saat ini.
Disampaikan Rinaldi salah seorang perwakilan orang murid yang tergabung di Tong Bullying, bahwa isu bullying meresahkan dan membuat orang tua siswa tidak tenang, baik itu di sekolah dan di tengah masyarakat sosial.
“Bahkan ada yang berakibat kepada kematian. Sejauh ini ada kasus yang terekspos, namun tidak menutup kemungkinan ada juga yang tidak terekspos,” ungkapnya.
Selama 2023 kata dia ada 4 kasus yang terekspos di Kota Bandung di antaranya, Juni 2023 di Cicendo kasus bullying secara fisik oleh anak SMP mengancam hingga melakukan pembunuhan.
“Ini di luar nalar kalau anak SMP sudah bisa melakukan ancaman hingga pembunuhan, ” tuturnya.
Setelah itu, September 2023 terjadi di Kiaracondong KPAD, siswi SMP dipukuli dan ditempeleng. Selanjutnya, terjadi di SMP plus Baiturrohman siswa SMP ramai-ramai melakukan bullying dengan memasangkan helm ke korban dengan ditendang dan dorong.
“Itu menurut saya sudah kriminal, ” tegasnya.
“Saya merinding anak SMP sudah sanggup melakukan itu, ” ujarnya
Terakhir terjadi pada April 2024 di Arcamanik terjadi aksi bullying sampai meninggal, dengan cara dipukuli.
Selama ini, kemungkinan yang terekspos termasuk yang sudah fatal, mungkin saja ditutupi. Berangkat dari situ, lanjutnya perwakilan orang tua salah satunya menyampaikan aspirasi dan kegiatan kongkret dari pemerintah.
“Ini menyangkut masa depan. Kalau mental anak kita terkontaminasi bullying, terbayang nanti sudah besar seperti apa,” ujarnya.
Di sisi lain, Kota Bandung masuk ke dalam kota layak anak, tapi di mana fungsi pemerintah dan sekolah, sampai sampai ada kasus bullying.
Harapannya, ke depan apa yang dilakukan di kota Bandung bisa dilakukan di kota lain.
Menurut Rinaldy, pihaknya menyadari lingkungan pertama bagi utama ada di orang tua. Namun ini harus diselesaikan secara sistematis.
“Karena, Pagi dan malam anak-anak bersama orang tua, tapi selama siang hari sampai sore hari ada di sekolah dan lingkungan sosial. Harus ada peran dari keluarga dan sekolah, tapi harus ada aturan yang menaungi yaitu dibuat oleh pemerintah, ” jelasnya.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi D DPRD Kota Bandung, Firaldi Akbar mengapresiasi aspirasi para orang tua korban yang tergabung dalam Tong Bullying ini.
Dia pun membenarkan bahwa kasus bullying di kota Bandung cukup tinggi.
“Di Kota Bandung saja, terjadi aksi bullying sekitar 208 kasus, ” katanya.
Aksi bullying ini harus ada kontrol sosial yang keras. Karena bullying gak bisa dikontrol secara lemah.
“Tapi kita juga jangan membuli, tapi kita harus melakukan pendamping, ” katanya.
Kata dia di DP3A ada satgassus anti bullying, tapi juga kerap terjadi keterbatasan. Karenanya butuh kontrol sosial yang kuat terhadap aksi bullying.
“Aksi bullying dilakukan oleh orang yang kuat terhadap yang lemah. Makanya ini yang membuat beberapa pihak tidak leluasa bertindak. Kalau yang melakukan aksi bullying anak pimpinan kami, kan repot, ” tuturnya.
Kepada program ini, saya akan support sepenuhnya, tapi saya juga titip nasib masa depan anak-anak Kota Bandung.
“Ini bisa diselesaikan kok, sekarang teman-teman semangat menjalankan program ini,” tegasnya.








