Mengungkap Stabilitas Rupiah dan Peningkatan Industri Pengolahan di Tengah Tantangan Ekonomi

Stabilitas rupiah

Prolite – Pada hari Jumat, 13 Oktober 2023, Bank Indonesia melaporkan perkembangan signifikan dalam indikator stabilitas Rupiah dan kinerja industri pengolahan.

Berdasarkan kondisi perekonomian global dan domestik, beberapa indikator menunjukkan dinamika tertentu yang mempengaruhi pasar keuangan dan industri dalam negeri.

1. Stabilitas Rupiah

Perkembangan Indikator Stabilitas Rupiah – Biro Bank Indonesia

Dalam perkembangan nilai tukar dari tanggal 9 hingga 13 Oktober, stabilitas Rupiah pada hari Kamis, 12 Oktober 2023, ditutup pada level (bid) per dolar AS, sedangkan pada pagi hari Jumat, 13 Oktober, Rupiah dibuka pada level (bid) per dolar AS.

Selain itu, Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 tahun mengalami fluktuasi dengan angka 6,76% pada Kamis dan naik menjadi 6,82% pada Jumat.

Secara paralel, DXY atau Indeks Dolar, yang menunjukkan pergerakan dolar terhadap enam mata uang negara utama, menguat ke level 106,60, sementara Yield UST (US Treasury) Note 10 tahun menurun ke 4,697%.

Aliran Modal Asing pada Minggu II Oktober 2023 mencatatkan beberapa perubahan signifikan. Premi CDS Indonesia 5 tahun pada 12 Oktober 2023 sebesar 93,97 bps, mengalami penurunan dari 97,08 bps pada 6 Oktober 2023.

Data transaksi dari tanggal 9 hingga 12 Oktober menunjukkan aktivitas nonresiden di pasar keuangan domestik dengan jual neto sebesar Rp4,32 triliun. Selama 2023, hingga 12 Oktober, nonresiden mencatatkan beli neto sebesar Rp52,70 triliun di pasar SBN.

2. Industri Pengolahan

Sementara itu, dari sektor industri pengolahan, Kinerja Lapangan Usaha (LU) pada triwulan III 2023 menunjukkan peningkatan signifikan dengan berada pada fase ekspansi, dengan indeks PMI-BI triwulan III 2023 sebesar 52,93%.

Infografi Kinerja Industri Pengolahan – Biro Bank Indonesia

 

Hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencatat 52,39%. Peningkatan ini didorong oleh pertumbuhan Volume Produksi dan Volume Persediaan Barang Jadi.

Pada triwulan IV 2023, diprediksi bahwa PMI-BI akan tetap kuat dengan indeks 52,25% dan akan tetap berada dalam fase ekspansi.

Hal ini didukung oleh komponen-komponen seperti Volume Produksi, Volume Persediaan Barang Jadi, dan Volume Total Pesanan.

Dalam menanggapi kedua perkembangan ini, Bank Indonesia menekankan koordinasinya dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk mengoptimalkan strategi kebijakan agar stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan tetap terjaga, mendukung pemulihan ekonomi yang lebih lanjut.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono, menyampaikan informasi ini sebagai respons atas dinamika ekonomi yang sedang terjadi.

Sumber dan hasil lengkap dari survei dan laporan ini dapat ditemukan di situs web resmi Bank Indonesia.




Nilai Tukar Rupiah Melemah, Aliran Modal Asing Keluar

Nilai tukar rupiah

JAKARTA, Prolite – Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS pada minggu pertama September 2023. Rupiah ditutup pada level per dolar AS pada akhir pekan lalu, melemah 0,2% dari level penutupan minggu sebelumnya.

Ekonom Bank Mandiri, Faisal Rachman, telah menjelaskan beberapa faktor yang dapat menyebabkan pelemahan rupiah. Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang disebutkan:

  1. Kenaikan Suku Bunga The Fed yang Lebih Agresif: Suku bunga yang lebih tinggi di Amerika Serikat, terutama jika dinaikkan secara agresif oleh Federal Reserve (The Fed), dapat menarik modal investor asing dari negara-negara berkembang seperti Indonesia. Investasi di AS menjadi lebih menarik karena imbal hasilnya lebih tinggi, sehingga arus modal dapat mengalir keluar dari Indonesia, yang dapat melemahkan nilai tukar rupiah.
  2. Kekhawatiran Terhadap Resesi Global: Kekhawatiran akan resesi ekonomi global juga dapat mempengaruhi arus modal ke negara-negara yang dianggap lebih aman. Ketika investor khawatir akan perlambatan ekonomi global, mereka mungkin cenderung mencari tempat yang lebih aman untuk berinvestasi, seperti aset-aset yang dikelola di negara maju, yang dapat memengaruhi mata uang negara berkembang seperti rupiah.
  3. Arus Modal Asing Keluar dari Indonesia: Ketika investor asing mulai menarik investasi mereka dari Indonesia, hal ini dapat menyebabkan tekanan pada mata uang rupiah. Alasan investor asing dapat menarik modalnya termasuk kekhawatiran akan ketidakstabilan ekonomi atau perubahan dalam kondisi pasar global yang mempengaruhi keyakinan mereka dalam berinvestasi di Indonesia.

Berdasarkan data transaksi 4-7 September 2023, terlihat bahwa nonresiden (investor asing) di pasar keuangan domestik melakukan jual neto senilai Rp7,57 triliun.

Jual neto ini terbagi menjadi jual neto senilai Rp7,06 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN) dan jual neto senilai Rp0,50 triliun di pasar saham.

Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Bank Indonesia juga akan mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut.

Infografis Perkembangan Indikator Stabilitas Nilai Rupiah – Departemen Komunikasi Bank Indonesia

Berikut adalah perkembangan indikator stabilitas nilai tukar rupiah pada minggu pertama September 2023 beserta penjelasan singkat tentang masing-masing indikator:

  1. Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar AS: per dolar AS (-0,2%)
    • Penurunan sebesar 0,2% menunjukkan bahwa dalam periode tersebut, nilai tukar rupiah melemah sedikit terhadap dolar AS.
  2. Yield SBN (Surat Berharga Negara) 10 Tahun: 6,55%
    • Yield mengukur imbal hasil dari Surat Berharga Negara Indonesia dengan tenor 10 tahun. Angka ini mencerminkan tingkat suku bunga yang harus dibayarkan oleh pemerintah kepada pemegang SBN. Yield yang lebih tinggi bisa mengindikasikan ketidakpastian atau risiko lebih besar dalam ekonomi.
  3. DXY (Indeks Dolar AS): 105,06
    • DXY adalah indeks yang mengukur nilai dolar AS terhadap sekeranjang mata uang asing utama. Angka 105,06 menunjukkan kekuatan dolar AS dalam periode tersebut terhadap mata uang asing lainnya.
  4. Yield UST (US Treasury Note) 10 Tahun: 4,244%
    • Ini adalah yield dari US Treasury Note (Surat Utang Pemerintah AS) dengan tenor 10 tahun. Angka ini mengindikasikan tingkat suku bunga dari surat utang pemerintah AS dengan tenor 10 tahun. Perubahan dalam yield ini dapat mempengaruhi arus modal internasional.
  5. Premi CDS (Credit Default Swap) Indonesia 5 Tahun: 80,11 bps
    • Premi CDS adalah biaya perlindungan terhadap risiko default (gagal bayar) utang suatu negara. Angka 80,11 basis poin (bps) menunjukkan premi yang harus dibayarkan untuk mengasuransikan risiko gagal bayar utang Indonesia selama 5 tahun ke depan. Semakin tinggi premi CDS, semakin tinggi persepsi risiko terhadap negara tersebut.

Perkembangan ini mencerminkan dinamika ekonomi dan keuangan yang dapat memengaruhi stabilitas nilai tukar rupiah.

Penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan yield SBN serta premi CDS mungkin mengindikasikan tekanan pada nilai tukar rupiah dan ketidakpastian dalam ekonomi domestik.

Tetapi, semua indikator ini perlu dianalisis bersama-sama untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap tentang kondisi ekonomi dan keuangan Indonesia.