DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi

DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi (dok).

DPRD Kota Bandung Bentuk Pansus 12 Awasi Pengumpulan Donasi

BANDUNG, Prolite – Awasi pengumpulan donasi di Kota Bandung, DPRD Kota Bandung melalui Panitia Khusus (Pansus) 12 tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengumpulan Uang dan Barang (PUB). Regulasi ini disiapkan untuk memperbarui Perda Tahun 2012 yang dinilai sudah tidak relevan dengan kondisi saat ini dan perlu disesuaikan dengan Peraturan Menteri Sosial (Permensos) terbaru.

Raperda ini akan menjadi pedoman baru bagi Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS) dalam menghimpun sumbangan masyarakat, baik berupa uang, barang, maupun kegiatan undian berhadiah. Selain mempertegas mekanisme PUB, aturan ini juga akan memperkuat sistem pengawasan dan audit, terutama untuk pengumpulan donasi secara daring (online).

Anggota Pansus 12 DPRD Kota Bandung, H. Soni Daniswara, S.E, mengatakan bahwa pembaruan regulasi ini sangat penting agar setiap kegiatan pengumpulan dana oleh LKS memiliki landasan hukum yang jelas dan bisa dipertanggungjawabkan.

“Perda lama tahun 2012 sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman dan aturan pusat. Sekarang banyak kegiatan donasi dilakukan secara online, sehingga perlu ada regulasi baru yang mengatur mekanisme dan pengawasannya,” ujar Soni.

Menurutnya, berdasarkan data dari Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung, saat ini terdapat 90 LKS yang terdaftar. Namun hanya sekitar 60 lembaga yang aktif dan produktif dalam menjalankan programnya. Karena itu, regulasi baru ini diharapkan bisa menertibkan lembaga yang belum optimal menjalankan fungsi sosialnya.

“LKS harus kembali ke tujuan awal, yaitu membantu penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS). Kalau ada lembaga yang hanya mengatasnamakan yayasan untuk mengumpulkan dana tanpa output yang jelas, itu perlu diawasi,” tegas Soni.

Ia juga menambahkan bahwa Raperda PUB akan memastikan seluruh aktivitas pengumpulan uang dan barang dilakukan secara transparan, akuntabel, dan sesuai izin resmi dari pemerintah daerah.

“Kami ingin ke depan tidak ada lagi praktik penghimpunan dana yang tidak jelas asal-usul maupun penggunaannya. Semua harus tercatat, diaudit, dan bisa diawasi oleh publik,” ujarnya.

Soni mencontohkan bantuan yang dikumpulkan secara online. Menurutnya,  kegiatan mereka tidak terdata cukup baik.

“Mungkin mereka bisa mengklaim sudah membantu seseorang atau membantu suatu daerah yang terkena bencana. Tapi kalua didata berapa banyak bantuan yang sudah mereka salurkan dan berapa kejadian yang sudah mereka tolong, mungkin datanya tidak lengkap. Nah yang begitu nantinya akan diatur,” jelasnya.

Karena ini merupakan turunan dari peraturan Mentri Sosial yang paling baru, Soni mengatakan, belum banyak wilayah yang memiliki aturannya.

“Kayaknya belum banyak wilayah yang punya perda sebagai turunan dari ari peraturan Kementrian Sosial ini. Karena ini memang benar-benar baru,” tutupnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial (dok).

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu

Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu (dok Pemkot).

Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu

KOTA BANDUNG, Prolite – Pemerintah Kota Bandung (Pemkot Bandung) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jawa Barat dan Pusat melaksanakan pemotongan dan penurunan kabel udara di kawasan Jalan Buahbatu, Kota Bandung, Jumat, 31 Oktober 2025.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program besar penataan infrastruktur jaringan utilitas agar lebih tertib, aman, dan memperindah wajah kota.

Pada penataan kali ini dihadiri oleh sejumlah pihak, di antaranya Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika (Sekdis Kominfo) Provinsi Jawa Barat Bayu Rakhmana, Sekretaris Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat Kosasih, Ketua Apjatel Jawa Barat Yudi, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kota Bandung Yayan A. Brilyana.

Sekdis DBMPR Provinsi Jawa Barat Kosasih menegaskan, Pemprov sangat mendukung upaya penataan kabel udara ini.

dok Humas Kota Bandung
dok Humas Kota Bandung

Menurutnya, selain menata estetika kota, kegiatan ini juga penting untuk menjaga keamanan dan kenyamanan warga.

“Kami sangat mendukung program ini, apalagi sesuai dengan arahan Bapak Gubernur Jawa Barat. Kita harus mulai menata kabel-kabel yang menggantung di atas agar tidak merusak pemandangan dan aktivitas masyarakat. Semuanya diarahkan untuk ditanam di bawah tanah,” jelas Kosasih.

Menurutnya, target keseluruhan penurunan kabel ke bawah tanah masih dalam tahap perumusan karena bergantung pada sinkronisasi dengan program lintas instansi dan operator.

Sedangkan Sekdis Kominfo Jawa Barat Bayu Rakhmana menilai kegiatan ini sebagai wujud nyata kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan para pelaku industri telekomunikasi.

“Kami sangat berterima kasih atas kolaborasi ini. Ini adalah kerja bersama antara Pemkot Bandung, Pemprov Jabar, dan asosiasi. Tujuannya untuk menjaga keindahan kota, sekaligus menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain agar melakukan hal serupa,” kata Bayu.

Kepala Dinas Kominfo Kota Bandung Yayan A. Brilyana mengungkapkan, masyarakat telah lama menantikan program penurunan kabel udara ini.

Ia memastikan, Pemkot Bandung berkomitmen untuk menata seluruh ruas jalan sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 43 Tahun 2023.

“Kami sangat berbahagia karena akhirnya program penurunan kabel ini bisa terlaksana. Terima kasih kepada Apjatel, Pemprov, Dinas PU, dan semua pihak yang terlibat. Ada 11 ruas jalan yang menjadi tanggung jawab Pemkot Bandung dan 15 ruas jalan lainnya yang dibangun oleh BII. Semuanya wajib diturunkan tanpa kecuali,” tegas Yayan.

Khusus untuk ruas Jalan Buahbatu, ia menargetkan pekerjaan bisa rampung dalam waktu dua minggu.

“Untuk Jalan Buahbatu ini, kita targetkan selesai dalam dua minggu. Kita kebut siang malam supaya masyarakat segera merasakan hasilnya,” pungkas Yayan.




Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi: Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang

Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang (dok).

Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi: Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang

KOTA BEKASI, Prolite – Rapat Paripurna pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, yang digelar di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025) diwarnai interupsi.

Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, melakukan interupsi untuk menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.

Menerima masukan dari aliansi masyarakat penggiat lingkungan, melatarbelakangi Latu melakukan interupsi ktitis terkait persoalan sampah di wilayah Bantar Gebang.

“Terkait dengan permasalahan sampah di Bantar Gebang, masukan dari mereka, aliansi masyarakat penggiat lingkungan memberikan rapor merah terkait pengelolaan TPST Bantar Gebang dan Sumur Batu,” ujar Latu.

Diketahui saat ini Pemkot Bekasi tengah melakukan proses negosiasi ulang Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah dan bantuan tahun 2026.

“ Penilaian “Rapor Merah” ini harus jadi perhatian khusus Pemkot Bekasi dan Komisi II DPRD menyampaikan kepada Pemerintah Kota Bekasi. Semoga masukan dari masyarakat ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perjanjian kerja sama terbaru nanti,” lanjutnya.

Menurut Politisi PKS ini, warga setempat sudah lama menuntut keadilan lingkungan yang layak. Dia juga menegaskan pentingnya pemerintah memperhatikan aspirasi warga yang terdampak langsung TPST Bantar Gebang yang selama ini terabaikan.

” Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantar Gebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tegasnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono bahas raperda.

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang

Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang (dok).

Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang

BEKASI, Prolite – Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, melakukan interupsi dalam Rapat Paripurna pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, yang digelar di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025).

Interupsi tersebut disampaikan Latu untuk menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.

Dalam rapat paripurna tersebut, Latu menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari aliansi masyarakat penggiat lingkungan terkait persoalan sampah di wilayah Bantar Gebang.

“Kami diundang oleh aliansi masyarakat penggiat lingkungan berkait dengan permasalahan sampah di Bantar Gebang. Masukan dari mereka memberikan rapor merah terkait pengelolaan TPST Bantar Gebang dan Sumur Batu,” ujar Latu di hadapan peserta paripurna.

Menurut Latu, penilaian “rapor merah” tersebut harus menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Bekasi, terutama di tengah proses negosiasi ulang Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemkot Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah dan bantuan tahun 2026.

“Ini menjadi perhatian kita semua, khususnya Komisi II DPRD, untuk bisa menyampaikan kepada Pemerintah Kota Bekasi selaku pemangku kebijakan. Semoga masukan dari masyarakat ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perjanjian kerja sama terbaru nanti,” lanjutnya.

Politisi PKS Ini juga menegaskan pentingnya memperhatikan aspirasi warga yang terdampak langsung oleh aktivitas TPST Bantar Gebang. Menurutnya, warga setempat telah lama menuntut keadilan lingkungan yang layak.

“Warga Bantar Gebang ikut menanggung suka dan duka dari pengelolaan sampah. Mereka menuntut keadilan yang selama ini terabaikan. Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantar Gebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tegasnya.




NasDem Apresiasi Pemkot Bandung Atas Inisiasi Raperda Ketertiban Umum

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga

NasDem Apresiasi Pemkot Bandung Atas Inisiasi Raperda Ketertiban Umum

BANDUNG, Prolite — Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Pemerintah Kota Bandung atas inisiatif penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ketertiban Umum, Ketenteraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat.

Menurut Rendiana, langkah Pemkot Bandung, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), telah menunjukkan komitmen kuat dalam menghadirkan regulasi yang berpihak pada kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan, keterbukaan, serta partisipasi masyarakat.

“Penguatan regulasi di bidang ketertiban umum bukan hanya untuk menertibkan aktivitas masyarakat, tetapi juga menjaga kualitas hidup warga, menciptakan rasa aman di ruang publik, dan memperkuat ketahanan sosial di tengah dinamika perkotaan yang kompleks,” ujar Rendiana dalam rapat paripurna DPRD Kota Bandung.

Ia menilai, penyusunan Raperda ini mencerminkan kesadaran pemerintah terhadap tantangan baru akibat urbanisasi, perkembangan teknologi, serta meningkatnya risiko bencana di wilayah perkotaan. Pendekatan pentahelix yang diatur dalam Raperda, lanjutnya, membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan komunitas masyarakat.

Empat Alasan Urgensi Raperda

Rendiana menjelaskan, Raperda ini mendesak untuk segera disahkan karena beberapa alasan utama:

  1. Dinamika Aktivitas Masyarakat. Tingginya mobilitas warga menimbulkan potensi gangguan ketertiban seperti kemacetan, kebisingan, dan penataan PKL yang belum tertib.
  2. Penyesuaian Regulasi. Diperlukan harmonisasi dengan aturan baru serta antisipasi terhadap penyalahgunaan teknologi.
  3. Penguatan Peran Linmas. Linmas berperan penting dalam menjaga keamanan lingkungan dan penanggulangan bencana.
  4. Amanat Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU Nomor 23 Tahun 2014, ketertiban umum merupakan urusan wajib pemerintahan daerah.

Tantangan dan Peluang

Rendiana juga menyoroti tantangan di lapangan, seperti rendahnya kesadaran hukum masyarakat, keterbatasan personel Satpol PP dan Linmas, serta belum optimalnya koordinasi lintas OPD.

Namun, ia menilai masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan, terutama melalui penggunaan teknologi digital.

“Kota Bandung bisa memperkuat pengawasan berbasis teknologi seperti pemasangan CCTV, aplikasi pengaduan warga, hingga integrasi data dengan pusat komando Satpol PP. Kolaborasi dengan komunitas dan dunia usaha juga harus diperluas,” katanya.

Substansi dan Rekomendasi

Menurutnya, Raperda ini telah mengatur aspek penting mulai dari asas penyelenggaraan hingga penegakan hukum dan sanksi administratif yang adil.

Fraksi NasDem pun mengajukan sejumlah rekomendasi strategis, di antaranya:

  1. Mendorong edukasi hukum di sekolah, kampus, dan komunitas.
  2. Meningkatkan kapasitas Linmas dengan pelatihan dan peralatan modern.
  3. Mengoptimalkan sistem pengawasan digital terintegrasi.
  4. Menerapkan pendekatan restoratif terhadap pelanggaran ringan guna membangun kesadaran warga.

Rendiana berharap, Raperda ini dapat menjadi instrumen penting dalam menciptakan Kota Bandung yang lebih tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya.

“Keterlibatan masyarakat menjadi kunci. Ketertiban tidak akan tercapai hanya dengan aturan, tapi dengan kesadaran kolektif untuk menjaga kota ini bersama-sama,” tutupnya.




Menuju Zero Bullying, Pemkot Bandung Lakukan Langkah ini

Ilustrasi zero bullying (iStock).

Menuju Zero Bullying, Pemkot Bandung Lakukan Langkah ini

Prolite – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya mewujudkan lingkungan zero bullying bagi anak-anak. Salah satu langkah strategisnya yaitu dengan mendeklarasikan “Bandung Menuju Zero Bullying”.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bandung, Uum Sumiati menyampaikan, deklarasi ini menjadi bagian penting dari komitmen bersama untuk memperkuat perlindungan anak di lingkungan pendidikan.

“Upaya strategis untuk mewujudkan Kota Bandung yang ramah anak kami wujudkan lewat deklarasi Bandung menuju zero bullying di level sekolah dasar. Ini adalah bentuk nyata komitmen kita untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan dan perundungan,” ujar Uum di SDN 113 Banjarsari, Rabu 29 Oktober 2025.

Humas Kota Bandung
Humas Kota Bandung

Menurutnya, bullying atau perundungan adalah tindakan kekerasan yang dilakukan secara sengaja dan berulang oleh individu atau kelompok terhadap orang lain, baik secara verbal, fisik, maupun psikologis, yang dapat menimbulkan trauma dan rasa tidak berdaya bagi korbannya.

“Perundungan bisa terjadi di mana saja di rumah, di lingkungan masyarakat, di tempat kerja, bahkan di sekolah. Tapi di sekolah, dampaknya bisa lebih besar karena seharusnya sekolah menjadi tempat anak merasa aman, belajar, dan berkembang,” jelasnya.

Karena itu, DP3A menilai penting adanya upaya pencegahan bersama agar tindakan perundungan di lingkungan sekolah dapat ditekan atau dihilangkan sama sekali.

Dalam upaya menuju zero bullying, DP3A Kota Bandung telah menjalankan sejumlah program konkret:
1.    Program Senandung Perdana (Sekolah Perlindungan Perempuan dan Anak) yang telah dilaksanakan di 30 SMP dan 15 SD Negeri di Kota Bandung.

  1. Pelatihan pencegahan dan penanganan bullying bagi kepala sekolah dan guru di 60 sekolah SMP Negeri dan Swasta.
  2. Konvensi Hak Anak yang diikuti 180 tenaga pendidik, dilaksanakan pada 30 September – 2 Oktober 2025, sebagai salah satu komponen penting menuju sekolah ramah anak.
  3. Konvensi Anak untuk forum anak tingkat kecamatan dan kelurahan pada 21 Oktober 2025.
  4. Deklarasi dan edukasi sekolah ramah anak di Taruna Bakti pada 10 Oktober 2025.

Puncak dari rangkaian kegiatan ini adalah penandatanganan dokumen komitmen bersama antara para kepala sekolah, guru, dan peserta didik untuk mendukung “Bandung Menuju Zero Bullying”.

“Kami berharap kegiatan ini bisa meningkatkan kesadaran semua pihak baik kepala sekolah, guru, siswa, maupun tenaga kependidikan untuk bersama-sama menciptakan sekolah yang aman, nyaman, bersih, indah, dan bebas dari bullying,” tambahnya.

Melalui deklarasi ini, Pemkot Bandung berharap angka kekerasan di lingkungan pendidikan bisa berkurang secara signifikan.

Lebih jauh, masyarakat juga diharapkan semakin sadar bahwa pencegahan bullying adalah tanggung jawab bersama.

“Kita semua punya peran. Sekolah, orang tua, masyarakat semuanya harus ikut menciptakan lingkungan yang ramah anak. Dari sekolah yang aman dan bebas bullying inilah lahir generasi Bandung yang unggul menuju Indonesia Emas 2045,” tutur Uum.




Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung: Partisipasi Masyarakat dan Dunia Penting dalam Penerapan Perda Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat

Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H.,

Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung: Partisipasi Masyarakat dan Dunia Penting dalam Penerapan Perda Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat

Prolite – Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung, Assoc. Prof. Dr. H. Radea Respati Paramudhita, S.H., M.H., menjadi narasumber dalam kegiatan Sosialisasi Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 9 Tahun 2019 dan Nomor 10 Tahun 2024 tentang Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat, di Hotel Golden Flower, Bandung, Rabu 22 Oktober 2025.

Turut hadir Kepala Satpol PP Kota Bandung, H. Bambang Sukardi, beserta jajaran struktural, serta diikuti oleh pelaku usaha di Kota Bandung. Dalam paparannya, Radea Respati mengatakan, partisipasi aktif masyarakat dan dunia usaha dalam penerapan Perda ini sangat penting.

“Penegakan Perda bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau aparat penegak hukum. Semua elemen masyarakat, termasuk pelaku usaha, memiliki peran penting untuk menjaga ketertiban dan kenyamanan bersama,” Ketua Komisi I DPRD Kota Bandung.

Radea menjelaskan, Perda Nomor 9 Tahun 2019 menjadi dasar pengaturan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, sementara Perda Nomor 10 Tahun 2024 merupakan penyempurnaan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan dinamika sosial di Kota Bandung.

“Perda terbaru memberikan ruang yang lebih kuat bagi pengawasan, penegakan, dan pembinaan masyarakat secara persuasif. Harapannya, penertiban bisa dilakukan dengan pendekatan yang lebih manusiawi dan edukatif,” katanya.

Oleh karena itu, kata Radea, sosialisasi tersebut digelar sebagai upaya untuk memperkuat pemahaman dan sinergi antara pemerintah, aparat, serta masyarakat dalam mewujudkan Kota Bandung yang tertib, aman, dan nyaman.

Kegiatan ini menjadi wadah dialog antara pemerintah dan masyarakat, di mana peserta juga dapat menyampaikan masukan terkait penerapan perda di lapangan. Suasana interaktif membuat kegiatan berlangsung produktif dan edukatif.

Menutup kegiatan, Radea Respati mengajak seluruh peserta untuk menjadikan sosialisasi ini sebagai langkah nyata dalam membangun kesadaran kolektif.

“Ketertiban dan ketentraman masyarakat adalah pondasi utama bagi kota yang maju dan beradab. Mari bersama-sama kita wujudkan Bandung yang tertib, bersih, dan nyaman untuk semua,” ujarnya.




Fraksi PKS DPRD Kota Bandung Menilai Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial Perlu Lebih Efektif

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung, Ahmad Rahmat Purmana (dok).

Fraksi PKS DPRD Kota Bandung Menilai Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial Perlu Lebih Efektif

BANDUNG, Prolite – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Kota Bandung menilai, penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial perlu diarahkan agar lebih efektif, akuntabel, dan berkelanjutan.

Ketua Fraksi PKS DPRD Kota Bandung, Ahmad Rahmat Purmana, mengatakan Raperda ini harus hadir bukan sekadar sebagai aturan administratif, tapi benar-benar menjadi payung hukum yang berdampak langsung bagi masyarakat.

“Raperda ini jangan hanya bagus di atas kertas, tapi juga harus terasa manfaatnya bagi masyarakat, terutama kelompok rentan seperti lansia, anak-anak, penyandang disabilitas, dan mereka yang menghadapi masalah kesejahteraan sosial,” ujarnya.

Ahmad Rahmat juga menekankan pentingnya kejelasan ruang lingkup dan jenis permasalahan sosial yang akan diatur dalam perda baru ini. Selain perlindungan dan jaminan sosial, perda juga perlu memuat penguatan pemberdayaan sosial dan partisipasi masyarakat.

Menurutnya, penyusunan Raperda harus selaras dengan aturan yang lebih tinggi dan tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Ia juga mendorong agar mekanisme pengawasan dan evaluasi pelaksanaan perda diperkuat.

Raperda tersebut diharapkan dapat menjadi instrumen hukum yang memperkuat pelayanan publik, mempercepat peningkatan kesejahteraan sosial, serta menjaga ketertiban dan perlindungan bagi warga Kota Bandung.

“Kebijakan sosial harus bisa diukur dan diawasi pelaksanaannya. Dengan begitu, setiap program benar-benar tepat sasaran dan berkelanjutan,” tambahnya.

Sementara itu, Raperda tersebut kini sudah siap dibahas oleh Panitia Khusus (Pansus) di DPRD Kota Bandung. Pasalnya DPRD Kota Bandung resmi mengumumkan susunan keanggotaan Panitia Khusus (Pansus) 12 yang akan membahas Raperda tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Pengumuman dilakukan dalam rapat paripurna di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kota Bandung, Kamis (9/10). Pembentukan Pansus ini berdasarkan hasil pemilihan pimpinan dan anggota yang dilakukan secara internal oleh masing-masing fraksi DPRD.

Raperda tersebut menjadi salah satu dari empat rancangan perda baru yang disetujui untuk dibahas dalam rapat paripurna yang sama.

Ketua DPRD Kota Bandung H. Asep Mulyadi menjelaskan, revisi Perda Kesejahteraan Sosial diperlukan agar selaras dengan perkembangan regulasi di tingkat nasional. “Ada sejumlah substansi yang perlu disesuaikan, terutama terkait pengaturan lembaga kesejahteraan sosial yang membutuhkan pembaruan aturan,” ujarnya.

Adapun susunan Pansus 12 yang akan membahas Raperda ini yakni:

Ketua: H. Iman Lestariyono, ., S.H.

Wakil Ketua: H. Soni Daniswara, S.E.

Anggota:

  1. Susanto Triyogo Adiputro, ., M.T.
  2. Deni Nursani, .
  3. Angelica Justicia Majid
  4. Ir. H. Kurnia Solihat
  5. Dr. H. Juniarso Ridwan
  6. H. Sutaya, S.H., M.H.
  7. H. Isa Subagdja
  8. Asep Sudrajat, .
  9. Aswan Asep Wawan
  10. Christian Julianto Budiman