ADHD pada Siswa SMP : Tips Guru untuk Membantu Mereka Tetap Fokus dan Percaya Diri!

ADHD

Prolite – Mengenali Tanda-Tanda ADHD pada Siswa SMP: Perilaku Impulsif yang Perlu Diwaspadai

Pernahkah kamu memperhatikan seorang anak SMP yang terlihat sulit diam, sering menjawab tanpa berpikir, atau tiba-tiba melakukan hal yang di luar dugaan?

Bisa jadi itu bukan sekadar “anak yang aktif banget,” melainkan tanda-tanda dari ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder).

Perilaku impulsif ini sering kali menjadi tantangan tersendiri, baik bagi orang tua maupun guru. Tapi, tenang! Artikel ini akan membantu kamu mengenali tanda-tanda ADHD dan memberikan strategi jitu untuk menghadapinya.

Apa Itu ADHD dan Perilaku Impulsif?

ADHD adalah gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk fokus, mengontrol impuls, dan mengelola aktivitas sehari-hari.

Salah satu ciri khasnya adalah perilaku impulsif, di mana anak sering bertindak tanpa berpikir terlebih dahulu.

Contoh perilaku impulsif pada anak ADHD di SMP:

  • Menyela percakapan tanpa menunggu giliran.
  • Mengambil keputusan secara spontan, seperti meminjam barang tanpa izin.
  • Kesulitan menahan diri ketika diberi tugas, misalnya langsung mengerjakan tanpa membaca instruksi.

Anak-anak dengan gangguan ini biasanya tidak bermaksud buruk, hanya saja otaknya bekerja dengan cara yang berbeda sehingga mereka sulit mengontrol impuls mereka.

Faktor Neurologis di Balik Perilaku Impulsif

Kenapa perilaku impulsif ini sering muncul pada anak ADHD? Jawabannya ada pada lobus frontal, yaitu bagian otak yang bertanggung jawab untuk pengambilan keputusan, kontrol diri, dan perencanaan.

Pada anak ADHD, fungsi lobus frontal ini cenderung kurang optimal. Akibatnya, mereka:

  • Sulit menahan dorongan untuk bertindak.
  • Memiliki masalah dalam memproses konsekuensi dari tindakan mereka.
  • Lebih mudah teralihkan oleh rangsangan di sekitar.

Kondisi ini membuat mereka lebih sering bertindak impulsif dibandingkan anak-anak lain seusianya.

Pengaruh Hormon Remaja pada Anak SMP dengan ADHD

Masa remaja, terutama di jenjang SMP, adalah fase penuh perubahan hormonal. Hormon seperti dopamin dan serotonin, yang bertanggung jawab atas suasana hati dan pengendalian diri, sedang berfluktuasi.

Nah, bagi anak yang mengalami gangguan perilaku impulsif, perubahan ini bisa memperburuk perilaku impulsif mereka.

Pengaruh hormon ini bisa terlihat seperti:

  • Lebih sering meledak emosinya, baik karena marah atau terlalu bersemangat.
  • Kesulitan memprioritaskan tugas sekolah atau aktivitas lainnya.
  • Perilaku berisiko, seperti bercanda berlebihan atau melanggar aturan sekolah.

Strategi Guru Menghadapi Perilaku Impulsif Anak ADHD di Kelas

Sebagai guru, menghadapi anak yang memiliki gangguan ini memang memerlukan kesabaran ekstra dan strategi khusus. Berikut beberapa tips yang bisa diterapkan di kelas:

1. Teknik Manajemen Kelas: Atur Tempat Duduk dan Waktu Istirahat

  • Tempatkan anak ADHD di dekat guru atau jauh dari jendela untuk mengurangi gangguan.
  • Berikan waktu istirahat singkat selama belajar, misalnya setiap 20-30 menit, agar mereka bisa melepaskan energi.

2. Berikan Instruksi yang Jelas dan Singkat

Anak yang memiliki gangguan ini sering kali kesulitan memahami instruksi yang panjang atau rumit.

  • Gunakan kalimat sederhana, seperti: “Buka buku halaman 20, kerjakan soal 1-5.”
  • Minta mereka mengulangi instruksi untuk memastikan mereka paham.

3. Strategi Penghargaan Positif

Mengubah perilaku impulsif menjadi produktif adalah tantangan, tapi bukan tidak mungkin.

  • Berikan pujian segera setelah mereka menunjukkan perilaku baik, seperti, “Bagus, kamu sudah menunggu giliran untuk berbicara!”
  • Gunakan sistem reward, misalnya stiker atau poin yang bisa ditukar dengan hadiah kecil.

Strategi ini tidak hanya membantu mereka mengontrol diri, tapi juga meningkatkan rasa percaya diri.

Mengubah Tantangan Menjadi Peluang

Anak ADHD dengan perilaku impulsif bukanlah anak nakal; mereka hanya butuh pendekatan dan dukungan yang berbeda.

Dengan memahami kondisi mereka dan menggunakan strategi yang tepat, kita bisa membantu mereka berkembang menjadi pribadi yang lebih baik, baik di sekolah maupun di lingkungan sosial.

Jadi, kalau kamu adalah guru, orang tua, atau siapa pun yang peduli pada pendidikan anak, yuk mulai lebih peka terhadap tanda-tanda ADHD dan belajar bagaimana memberikan dukungan terbaik untuk mereka.

Dengan begitu, kita bisa menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung semua anak untuk mencapai potensi maksimal mereka.

Mulai dari sekarang, yuk bantu anak-anak ADHD menemukan jalan terbaik mereka! Jika kamu punya pengalaman atau tips menghadapi anak ADHD, share di kolom komentar, ya! 😊




Reinforcement Positif vs Negatif: Strategi Efektif untuk Tingkatkan Perilaku Baik Siswa

Reinforcement Positif

Prolite – Memahami Reinforcement Positif dan Negatif: Rahasia Jitu Meningkatkan Perilaku Siswa

Sebagai guru atau pendidik, kita pasti sering mikir, “Gimana ya caranya bikin siswa lebih semangat dan tertib tanpa bikin suasana kelas jadi tegang?” Nah, jawabannya bisa jadi ada di reinforcement!

Metode ini nggak cuma membantu meningkatkan perilaku baik siswa, tapi juga bikin mereka lebih percaya diri dan nyaman belajar. Yuk, kita bahas lebih dalam soal reinforcement positif dan negatif dengan gaya santai!

Apa Itu Reinforcement Positif dan Negatif?

Sebelum kita masuk ke contoh-contohnya, yuk kenalan dulu sama konsep dasarnya:

Reinforcement Positif

Reinforcement positif adalah pemberian reward (hadiah) untuk memperkuat perilaku baik siswa. Ini ibarat bilang, “Good job!” buat siswa yang udah melakukan sesuatu yang benar. Contohnya:

  • Memberi pujian seperti, “Kamu keren banget hari ini karena kerjain tugas tepat waktu!”
  • Atau memberikan hadiah kecil seperti stiker bintang untuk setiap jawaban yang benar.

Tujuannya? Supaya siswa merasa dihargai dan termotivasi untuk mengulang perilaku baik tersebut.

Reinforcement Negatif

Kedengarannya mungkin agak menyeramkan, tapi reinforcement negatif nggak selalu buruk, kok! Ini lebih ke menghapus sesuatu yang nggak menyenangkan supaya siswa merasa lebih nyaman dan mau menunjukkan perilaku baik. Contohnya:

  • Membebaskan siswa dari tugas tambahan karena mereka sudah menyelesaikan tugas utama tepat waktu.
  • Mengurangi durasi tugas berat kalau mereka menunjukkan kemajuan.

Prinsipnya adalah, kita mengurangi beban siswa untuk mendorong mereka melakukan hal positif.

Contoh Praktis di Lingkungan Sekolah

Kadang, teori aja nggak cukup, ya. Jadi, berikut beberapa contoh penerapan reinforcement di kehidupan nyata sekolah. Siapa tahu bisa langsung kamu coba di kelas!

1. Contoh Reinforcement Positif: Memberi Pujian atau Hadiah

  • Ketika seorang siswa berhasil menjawab soal dengan benar, kamu bisa bilang, “Bagus sekali jawabannya! Kamu pintar banget, deh.”
  • Memberikan reward seperti stiker lucu, akses untuk memilih tempat duduk favorit, atau waktu bermain ekstra di jam istirahat.
  • Saat siswa rajin mengumpulkan tugas, beri mereka gelar “Siswa Paling Tepat Waktu” dalam bentuk sertifikat kecil.

Kenapa ini efektif?
Karena siswa merasa dihargai atas usaha mereka. Rasa dihargai ini bakal bikin mereka semakin semangat untuk mempertahankan atau bahkan meningkatkan performanya.

2. Contoh Reinforcement Negatif: Membebaskan dari Hal yang Tidak Menyenangkan

  • Jika siswa menyelesaikan pekerjaan rumah lebih awal, bebaskan mereka dari tugas tambahan.
  • Saat siswa menunjukkan perilaku disiplin selama seminggu penuh, kamu bisa mengurangi durasi tugas kelompok yang biasanya bikin mereka stres.
  • Memberikan izin untuk nggak ikut remedial kalau mereka sudah mencapai target nilai tertentu.

Kenapa ini efektif?
Karena siswa merasa mendapat keringanan dari sesuatu yang biasanya bikin mereka kurang nyaman. Ini memberikan dorongan bagi mereka untuk terus berusaha dan memenuhi ekspektasi.

Pentingnya Memahami Kebutuhan Individu Siswa

Reinforcement Positif

 

 

Tapi, nggak semua siswa bisa diperlakukan sama, lho. Ada beberapa hal yang perlu kamu perhatikan sebelum menerapkan reinforcement:

  1. Kenali Karakter Siswa
    Beberapa siswa lebih termotivasi dengan pujian verbal, sementara yang lain lebih suka reward dalam bentuk fisik seperti hadiah kecil. Jadi, penting banget buat memahami apa yang mereka butuhkan.
  2. Pastikan Tidak Ada Diskriminasi
    Penerapan reinforcement harus adil dan merata. Jangan sampai siswa merasa ada yang diistimewakan, karena ini justru bisa menciptakan konflik di kelas.
  3. Berikan Reinforcement yang Relevan
    Kalau kamu tahu siswa suka menggambar, berikan hadiah seperti buku sketsa atau waktu ekstra untuk menggambar. Semakin relevan reward-nya, semakin besar dampaknya.
  4. Pantau Efektivitasnya
    Tidak semua strategi langsung berhasil. Coba evaluasi dan sesuaikan pendekatanmu sesuai dengan kebutuhan siswa.

Ayo, Ciptakan Suasana Kelas yang Lebih Positif!

Menggunakan reinforcement positif dan negatif bukan cuma bikin suasana kelas lebih menyenangkan, tapi juga membantu siswa berkembang sesuai potensinya. Ingat, kunci utamanya adalah kesabaran dan konsistensi.

Dengan memahami kebutuhan masing-masing siswa, kamu bisa menciptakan lingkungan belajar yang lebih kondusif dan penuh dukungan.

Jadi, yuk mulai terapkan reinforcement ini di kelasmu! Nggak hanya untuk siswa, kamu juga bakal merasakan energi positif dari perubahan kecil ini. Kalau punya pengalaman seru atau ide tambahan, jangan ragu buat share di kolom komentar, ya! 😊




Ancaman Bullying di Sekolah: 16 Insiden dalam 7 Bulan Terakhir

Bullying di sekolah

JAKARTA, Prolite – Selama rentang waktu Januari hingga Juli 2023, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) telah mencatat 16 kasus bullying di sekolah.

Data ini mengungkapkan bahwa distribusi kasus perundungan mengikuti pola yang beragam di setiap jenjang pendidikan. Terdapat beberapa proporsi kasus bullying yang dapat diidentifikasi, di antaranya:

  • Pada tingkat Sekolah Dasar (SD), terdapat 25% dari total kasus perundungan.
  • Pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), juga tercatat 25% dari kasus perundungan.
  • Di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA), proporsi kasus perundungan adalah 18,75%.
  • Sementara itu, pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), terdapat juga 18,75% kasus perundungan.
  • Di Madrasah Tsanawiyah (MTs), tercatat 6,25% dari kasus perundungan.
  • Dan pada tingkat pondok pesantren, juga terdapat 6,25% kasus perundungan.

Data ini memberikan gambaran bahwa perundungan masih menjadi permasalahan yang merata dan terjadi di berbagai tingkatan pendidikan.

Pelaku dan Korban Bullying di Sekolah Tak Memandang Usia

Cr. radartasik

Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), Heru Purnomo, mengungkapkan bahwa jumlah total korban perundungan di lingkungan satuan pendidikan mencapai 43 orang.

Dari jumlah tersebut, 41 orang atau 95,4 persen merupakan peserta didik, sementara 2 orang atau 4,6 persen merupakan guru.

Lebih lanjut, Heru Purnomo menjelaskan bahwa mayoritas pelaku bullying di sekolah adalah peserta didik, yakni sebanyak 87 orang atau 92,5 persen dari total kasus.

Sisanya, tindakan bullying di sekolah yang dilakukan oleh pendidik sebanyak 5 orang atau 5,3 persen, 1 orang tua peserta didik (1,1 persen), dan 1 Kepala Madrasah (1,1 persen).

Hal ini mengindikasikan bahwa peserta didik menjadi kelompok terbesar yang menjadi korban bullying di sekolah dengan persentase sebesar 95,4 persen.

Serta sebagian besar kasus bullying di sekolah juga dilakukan oleh sesama peserta didik, yaitu sekitar 92,5 persen.

“Dari total 16 kasus perundungan yang terjadi di satuan pendidikan, mayoritas, yakni 87,5 persen, terjadi di satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).”

“Sementara itu, hanya 12,5 persen kasus perundungan yang terjadi di satuan pendidikan yang berada di bawah kewenangan Kementerian Agama.”

“Meskipun jumlah kasusnya hanya 2, namun jumlah korban yang terlibat mencapai 16 peserta didik,” demikian yang dijelaskan oleh Heru dalam keterangan resminya pada Jumat, (04/08/2023).

Kasus Bullying Tersebar di Berbagai Wilayah

Cr. Pinterest

Kasus bullying di sekolah tersebar di berbagai wilayah, melibatkan 8 provinsi dan 15 kabupaten/kota. Rinciannya adalah sebagai berikut;

  • Provinsi Jawa Barat (Kabupaten Bogor, Garut, Bandung, Cianjur, Sukabumi, dan Kota Bandung)
  • Provinsi Jawa Timur (Kabupaten Gresik, Pasuruan, dan Banyuwangi)
  • Provinsi Kalimantan Selatan (Kota Banjarmasin)
  • Provinsi Jawa Tengah (Kabupaten Temanggung)
  • Provinsi Bengkulu (Kota Bengkulu dan Kabupaten Rejang Lebong)
  • Provinsi Kalimantan Timur (Kota Samarinda)
  • Provinsi Kalimantan Tengah (Kota Palangkaraya)
  • Provinsi Maluku Utara (Kabupaten Halmahera Selatan).

Heru juga menjelaskan bahwa dari total 16 kasus tersebut, 4 di antaranya terjadi pada bulan Juli 2023, padahal pada saat itu tahun ajaran 2023/2024 baru berjalan satu bulan.

Terdapat 4 Kasus di Bulan Juli 2023

Cr. jawapos

Dalam rentang waktu bulan Juli 2023, terdapat 4 kasus bullying di sekolah yang patut diperhatikan.

Pertama, perundungan terhadap 14 siswa SMP di Kabupaten Cianjur, di mana siswa-siswa tersebut mengalami kekerasan fisik karena terlambat ke sekolah.

Tindakan tersebut termasuk kekerasan fisik seperti menjemur dan menendang, yang dilakukan oleh kakak kelas yang sudah bersekolah di tingkat SMA/SMK.

Heru melanjutkan dengan menjelaskan bahwa salah satu kasus terjadi di sebuah Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di kota Bengkulu.

Dalam kasus bullying di sekolah ini, seorang siswi yang didiagnosa mengalami autoimun menjadi korban perundungan dari 4 guru dan beberapa teman sekelasnya.

Selanjutnya, kasus lainnya terjadi di sebuah SMA di Samarinda, di mana seorang siswa yang diduga sering melakukan perundungan menjadi korban penusukan oleh siswa yang telah lama menjadi korbannya.

Kasus terakhir yang dijelaskan oleh Heru adalah peristiwa seorang guru yang diserang dengan ketapel oleh orang tua seorang siswa.

Serangan ini menyebabkan cedera berat pada mata sang guru dan akhirnya mengakibatkan kehilangan penglihatan permanen. Kejadian ini terjadi setelah sang guru menendang siswa yang tertangkap merokok di sekolah.

Heru juga memberikan pembaruan terkini terkait kasus tersebut. Kedua belah pihak, yaitu guru dan orang tua siswa, telah saling melaporkan kasus ini kepada kepolisian.

Guru dilaporkan atas dugaan kekerasan terhadap anak, sementara pihak guru yang menjadi korban melaporkan kasus ini sebagai penganiayaan yang mengakibatkan luka berat dan cacat permanen.

Perlu Tindakan Nyata Untuk Menangani Kasus Ini

Cr. perguruanalamjad

Rangkaian kasus-kasus yang disebutkan di atas memberikan sorotan tajam terhadap kompleksitas dan keparahan isu perundungan dalam konteks pendidikan.

Fakta-fakta ini menggarisbawahi pentingnya menghadapi tantangan ini dengan tekad dan tindakan yang nyata.

Karena perundungan tidak hanya mengakibatkan luka fisik, tetapi juga menyebabkan dampak psikologis yang serius bagi korban, termasuk rasa malu, rendah diri, dan bahkan depresi.

Selain itu, kasus bullying di sekolah dapat mengganggu proses belajar-mengajar dan menciptakan lingkungan belajar yang tidak aman dan tidak kondusif bagi semua pihak yang terlibat.

Upaya pencegahan bullying di sekolah harus dimulai dari pembentukan kebijakan dan sistem pendidikan dengan mendorong budaya sekolah yang saling menghormati, memiliki rasa empati, serta menghargai perbedaan.

Selain itu, pentingnya meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang perundungan di kalangan guru, orang tua, dan siswa.

Program pendidikan tentang pencegahan perundungan harus diintegrasikan dalam kurikulum dan diberikan secara berkelanjutan agar dapat berpengaruh terhadap perilaku dan sikap siswa.

Tidak hanya mengedepankan pendekatan pencegahan, tapi langkah-langkah tegas juga diperlukan dalam menangani kasus perundungan yang telah terjadi.

Oleh karena itu, perlu dilakukan proses investigasi yang adil dan transparan untuk menegakkan keadilan bagi para korban.

Selain itu, penting juga menerapkan sanksi yang tepat dan efektif bagi pelaku perundungan sebagai bentuk tanggung jawab dan konsekuensi atas tindakan mereka.

Sekarang sudah saatnya bagi masyarakat, pemerintah, sekolah, dan pihak terkait lainnya untuk bersatu dalam menciptakan lingkungan pendidikan yang aman dan inklusif, di mana setiap individu merasa dihormati dan dilindungi.

Hanya dengan kerjasama yang kuat dan komitmen bersama, isu bullying di sekolah dapat dihadapi secara efektif demi menciptakan masa depan yang lebih aman dan berdaya bagi para generasi mendatang.