Stress Eating: Mengapa Kita Cenderung Makan Berlebihan Saat Tertekan?

Prolite – Stress Eating: Mengapa Kita Cenderung Makan Berlebihan Saat Tertekan?

Pernah nggak sih kamu sadar tiba-tiba sudah menghabiskan sekotak es krim atau sebungkus keripik setelah hari yang melelahkan? Kalau iya, kamu nggak sendirian. Banyak orang mengalami hal yang sama saat stres datang.

Fenomena ini dikenal sebagai stress eating atau emotional eating — kebiasaan makan berlebihan sebagai respon terhadap tekanan emosional, bukan karena benar-benar lapar. Tapi kenapa stres bisa bikin kita makan lebih banyak, bahkan cenderung mencari makanan manis atau berlemak? Yuk, kita bahas satu per satu!

Hormon Kortisol: Biang Kerok di Balik Nafsu Makan Berlebih

Stress Eating

Saat tubuh mengalami stres, sistem saraf simpatik kita langsung aktif — tubuh mengeluarkan hormon adrenalin dan kortisol. Nah, kortisol inilah yang menjadi dalang utama meningkatnya nafsu makan.

Menurut penelitian dari Harvard Health (2024), kadar kortisol yang tinggi memicu keinginan tubuh untuk mendapatkan energi cepat, terutama dari makanan tinggi gula dan lemak.

Ini merupakan sisa mekanisme bertahan hidup manusia purba, di mana stres diasosiasikan dengan ancaman fisik, sehingga tubuh butuh energi untuk ‘melawan atau kabur’.

Bedanya, kalau dulu stres karena dikejar harimau, sekarang stres karena deadline atau tugas kuliah yang menumpuk.

Stres Akut vs Stres Kronis: Kenapa Reaksi Tiap Orang Bisa Beda

Tidak semua stres membuat orang makan lebih banyak. Pada stres akut (misalnya sebelum ujian atau wawancara kerja), tubuh justru bisa kehilangan nafsu makan karena adrenalin meningkat dan sistem pencernaan sementara ‘dimatikan’.

Namun, saat stres berlangsung lama — atau disebut stres kronis — kortisol terus diproduksi, dan inilah yang menyebabkan tubuh terus mencari ‘kenyamanan’ lewat makanan.

Fenomena ini disebut juga comfort eating. Kita makan bukan karena lapar, tapi karena ingin merasa lebih tenang. Makanan manis dan gurih mampu meningkatkan kadar dopamin di otak — hormon yang bikin kita merasa senang sementara. Tapi, sayangnya efek ini hanya sesaat.

Otak & Sistem Reward: Kenapa Makan Jadi Pelarian Emosional

Stress Eating

Dari sisi neurobiologi, makan saat stres sangat terkait dengan sistem reward di otak, khususnya area yang disebut nucleus accumbens. Saat kita makan makanan enak, otak melepaskan dopamin yang memberikan rasa puas dan nyaman.

Karena itu, tubuh belajar mengasosiasikan makanan dengan rasa lega. Masalahnya, semakin sering kita melakukan hal ini, otak membentuk kebiasaan baru: setiap stres, makan.

Penelitian dari American Psychological Association (APA, 2025) menunjukkan bahwa orang dengan tingkat stres tinggi dua kali lebih berisiko mengalami emotional eating dibanding mereka yang memiliki regulasi emosi yang baik. Kalau dibiarkan terus, pola ini bisa berkembang jadi perilaku kompulsif seperti binge eating disorder.

Dampak Stres Eating pada Tubuh dan Pikiran

a. Kenaikan berat badan dan obesitas.
Konsumsi makanan tinggi gula dan lemak secara berlebihan menyebabkan kalori berlebih yang berujung pada peningkatan BMI. Studi meta-analisis dari Frontiers in Nutrition (2025) menunjukkan hubungan positif antara stres kronis, peningkatan kortisol, dan akumulasi lemak visceral (lemak di sekitar organ).

b. Gangguan metabolik.
Kebiasaan ini bisa mengganggu keseimbangan insulin, menaikkan kadar gula darah dan kolesterol. Dalam jangka panjang, risiko diabetes dan penyakit jantung meningkat.

c. Dampak psikologis.
Setelah makan berlebihan, banyak orang justru merasa bersalah dan kecewa pada diri sendiri. Hal ini bisa menimbulkan siklus negatif: stres → makan → rasa bersalah → stres lagi.

Strategi Mengendalikan Makan Saat Stres: Cara Praktis & Ilmiah

Stress Eating

Tenang, bukan berarti kamu nggak bisa menikmati makanan lagi saat stres! Ada beberapa cara cerdas yang bisa kamu lakukan untuk mengendalikan stress eating tanpa harus menahan lapar berlebihan:

1. Sadari pemicunya.
Apakah kamu makan karena lapar fisik atau emosional? Biasanya lapar emosional datang tiba-tiba dan disertai keinginan terhadap makanan spesifik (misalnya cokelat atau gorengan). Coba tunggu 10 menit dan alihkan perhatianmu. Kalau lapar masih terasa, berarti itu lapar fisik.

2. Coba teknik mindfulness saat makan.
Makan perlahan, nikmati setiap gigitan, dan berhenti saat mulai kenyang. Teknik ini terbukti menurunkan asupan kalori dan meningkatkan kepuasan makan, menurut penelitian Journal of Behavioral Medicine (2024).

3. Kelola stres dengan cara sehat.
Alih-alih mencari camilan, coba olahraga ringan, jalan kaki, menulis jurnal, atau bermeditasi. Aktivitas ini membantu menurunkan kadar kortisol alami.

4. Penuhi kebutuhan nutrisi.
Pastikan tubuhmu tidak kekurangan magnesium, vitamin B kompleks, dan omega-3 — nutrisi ini berperan dalam menjaga keseimbangan mood dan mengurangi stres.

5. Jangan menyalahkan diri sendiri.
Sekali dua kali stress eating itu manusiawi. Yang penting, kamu menyadari polanya dan perlahan belajar mengendalikannya.

Dengarkan Tubuhmu, Bukan Hanya Emosimu

Stres memang bagian dari hidup, tapi cara kita meresponsnya bisa membuat perbedaan besar bagi kesehatan. Makan boleh, tapi jangan jadikan makanan sebagai pelarian utama setiap kali pikiran terasa berat.

Yuk, mulai berlatih mengenali tubuh dan emosimu sendiri. Kalau kamu merasa kebiasaan makanmu sudah sulit dikendalikan, nggak ada salahnya berkonsultasi dengan psikolog atau ahli gizi.

Karena makan dengan sadar bukan hanya soal menahan diri — tapi juga soal mencintai tubuhmu dengan cara yang lebih sehat dan bijak.




Label Gizi Traffic-Light: Simple, Praktis, dan Efektif Lawan Obesitas

Label Gizi Traffic-Light

Prolite – Label Gizi Traffic-Light: Simple, Praktis, dan Efektif Lawan Obesitas

 

Siapa di sini yang suka belanja makanan kemasan tapi bingung baca label gizinya? Tenang, kamu nggak sendirian. Banyak orang hanya lihat rasa, harga, atau kemasan, tapi jarang benar-benar ngecek kandungan gula, garam, dan lemak di baliknya.

Nah, kabar baiknya, Pemerintah Indonesia sedang memperkenalkan sistem baru yang lebih mudah dipahami: label gizi traffic-light. Yap, sesuai namanya, label ini menggunakan warna merah, kuning, dan hijau, mirip lampu lalu lintas.

Tujuannya simpel: biar kita semua lebih cepat paham mana makanan yang sehat dikonsumsi sehari-hari, mana yang harus dikurangi, bahkan yang sebaiknya dihindari.

Program ini sedang masuk masa transisi dua tahun, dan akan diberlakukan penuh hingga akhir 2027. Artinya, sebentar lagi kita akan lebih gampang memilah makanan sehat hanya dengan melihat warna di kemasan. Jadi, nggak ada alasan lagi untuk bilang bingung atau malas baca angka-angka kecil di tabel gizi.

Apa Itu Label Gizi Traffic-Light?

Label Gizi Traffic-Light

Sistem traffic-light labeling adalah tanda gizi berbentuk warna pada kemasan makanan. Warna hijau berarti kandungan gula, garam, atau lemak dalam batas aman dan sehat.

Warna kuning menunjukkan sedang, alias masih boleh dikonsumsi tapi jangan berlebihan. Sedangkan merah berarti tinggi—alias kamu harus ekstra hati-hati, apalagi kalau dikonsumsi setiap hari.

Praktiknya, misalnya ada minuman ringan: kalau kadar gulanya tinggi banget, labelnya akan dapat tanda merah. Kalau sedang, kuning. Dan kalau rendah, hijau. Jadi, cukup dengan melirik warnanya saja, kita bisa tahu seberapa sehat produk itu untuk tubuh kita.

Mengapa Penting untuk Mencegah Obesitas?

 

Obesitas sudah jadi masalah serius di Indonesia. Data Kementerian Kesehatan (2024) menunjukkan angka obesitas di kalangan orang dewasa mencapai lebih dari 23%, sementara anak-anak juga semakin rentan karena pola makan tinggi gula dan makanan cepat saji.

Kalau dibiarkan, kondisi ini bisa memicu penyakit berbahaya seperti diabetes tipe 2, hipertensi, jantung, hingga stroke.

Dengan adanya label gizi traffic-light, masyarakat diharapkan lebih sadar akan risiko makanan tidak sehat. Nggak perlu lagi buka kalkulator buat ngitung kalori atau mikirin persentase gula per takaran saji—warna merah, kuning, hijau langsung memberi sinyal bahaya atau aman.

Edukasi Pola Makan Sehat Sejak Dini

 

Label ini juga sangat penting untuk edukasi anak-anak dan remaja. Bayangkan, mereka bisa belajar membedakan makanan sehat hanya dengan melihat warna. Misalnya, kalau anak lihat snack favoritnya bertanda merah di bagian gula, orang tua bisa langsung menjelaskan, “Kalau merah, berarti terlalu banyak gula. Boleh makan, tapi jangan sering-sering ya.” Simpel, tapi dampaknya besar untuk pola hidup mereka di masa depan.

Bahkan di beberapa negara lain, seperti Inggris dan Chili, sistem serupa sudah terbukti efektif menurunkan konsumsi minuman bersoda dan junk food. Jadi, nggak heran kalau pemerintah Indonesia juga mengadopsi strategi ini demi melawan obesitas yang kian meningkat.

Jangan Tergoda Warna Merah!

 

Kamu mungkin pernah mikir, “Ah, sekali-kali nggak apa-apa.” Memang benar, makanan dengan label merah bukan berarti haram total. Tapi kalau keseringan, efeknya bisa menumpuk di tubuh kita.

Gula berlebih bisa bikin resistensi insulin, garam berlebihan bisa menaikkan tekanan darah, dan lemak jenuh terlalu banyak bisa menyumbat pembuluh darah.

Makanya, pintar-pintarlah mengatur porsi. Kalau lagi kepengin banget minum minuman manis, imbangi dengan banyak minum air putih dan perbanyak konsumsi buah serta sayur. Ingat, label merah adalah tanda peringatan, bukan undangan untuk pesta gula atau lemak.

Strategi Cerdas Belanja Sehat

Biar lebih gampang, coba biasakan beberapa tips ini:

  • Cari produk dengan lebih banyak label hijau dan kuning, hindari yang penuh label merah.
  • Jangan hanya tergiur promo atau kemasan cantik.
  • Bandingkan produk sejenis, misalnya dua jenis biskuit—pilih yang lebih ramah warna hijau.
  • Ajak anak ikut belajar memilah di supermarket biar jadi kebiasaan sejak dini.

Dengan strategi ini, belanja bulanan bisa jadi momen edukasi sekaligus investasi kesehatan keluarga.

Bisa Jadi Game Changer untuk Indonesia

Kalau program ini sukses, label gizi traffic-light bisa jadi langkah besar dalam mengurangi beban kesehatan nasional. Bayangkan, jutaan orang lebih sadar memilih makanan, angka obesitas turun, dan penyakit kronis bisa dicegah. Selain itu, produsen makanan juga bakal lebih termotivasi untuk menurunkan kadar gula, garam, dan lemak pada produknya agar bisa mendapatkan “label hijau” yang lebih menarik konsumen.

Label gizi traffic-light bukan sekadar tempelan di kemasan, tapi senjata cerdas untuk melawan obesitas. Mulai sekarang, yuk biasakan cek warna sebelum beli makanan atau minuman. Jangan gampang tergoda label merah, lebih seringlah pilih yang hijau, dan tetap bijak kalau ketemu kuning.

Kesehatan itu investasi jangka panjang, dan pilihan kecil kita di supermarket bisa menentukan kualitas hidup bertahun-tahun ke depan. Jadi, siap jadi generasi yang lebih pintar pilih makanan? Yuk, mulai sekarang, baca label, pilih sehat, dan jaga tubuh tetap bugar!




Awas ! Resiko Kesehatan dari Kol Goreng yang Tak Sehat!

Kol goreng

Prolite – Siapa yang nggak doyan sama renyahnya kol goreng yang gurih? Lauk pendamping nasi ini emang enak banget dan bikin nagih.

Tapi, di balik kelezatannya, ternyata kol goreng nggak baik buat kesehatan dan menyimpan bahaya yang mungkin nggak banyak orang tahu.

Jadi, sebelum kamu nambah porsi kol goreng lagi, ada baiknya kita bahas dulu nih risikonya!

Mengapa Kol Goreng Tak sehat?

– Freepik

  1. Hilangnya nutrisi: Proses penggorengan dapat merusak sebagian besar nutrisi penting yang terkandung dalam kol, seperti vitamin dan mineral.
  2. Tinggi kalori dan lemak: Proses menggoreng membuat kol menyerap banyak minyak, sehingga kandungan kalori dan lemaknya menjadi tinggi.
  3. Zat beracun: Proses menggoreng pada suhu tinggi ternyata memicu terbentuknya zat berbahaya bernama akrilamida. Zat ini terbentuk dari reaksi antara gula dan asam amino alami yang terdapat dalam makanan saat dipanaskan pada suhu tinggi.

Resiko Penyakit yang Mengintai

Ilustrasi pria yang memeriksa diri khawatir sakit – Freepik

Kebiasaan mengonsumsi kol goreng secara berlebihan dapat memicu sederet masalah kesehatan lainnya. 

Kandungan lemak tinggi dari minyak goreng yang terserap oleh kol dapat menaikkan kadar kolesterol jahat dalam darah, menjadi pemicu utama penyakit jantung dan stroke. 

Tak hanya itu, lonjakan gula darah akibat konsumsi makanan tinggi kalori juga dapat meningkatkan risiko diabetes melitus. Obesitas pun mengintai, akibat penumpukan lemak tubuh yang berlebihan. 

Terdapat pula Akrilamida yang telah terbukti sebagai zat karsinogen atau pemicu berbagai jenis kanker. 

Dalam jangka panjang, makanan seperti kol goreng ini dapat merusak organ-organ vital dan menurunkan kualitas hidup.

Ilustrasi sayur segar – freepik

Meskipun kol goreng memang super lezat, kita tetap harus bijak dalam menikmatinya. Sebaiknya, batasi konsumsi makanan yang digoreng demi menjaga kesehatan tubuh.

Untuk menjaga kesehatan, pilihlah cara mengolah yang lebih sehat dan sehingga kandungan yang terdapat pada bahan makanan tetap terjaga dan tidak menjadi bumerang bagi diri kita sendiri.

Semoga artikel ini bermanfaat dan membantu kamu buat hidup lebih sehat!




Lagi ! Penderita Obesitas Seberat 230 Kg Berhasil Dievakuasi

Juwanto penderita obesitas sedang di evakuasi untuk di bawa ke RS.

Juwanto, Penderita Obesitas Asal Cipayung Jakarta Timur

JAKARTA, Prolite – Adalagi penderita obesitas, setelah kemarin Fajri yang memiliki berat badan mencapai 300 kg kali ini Ahmad Juwanto pria berusia 19 tahun memiliki bobot 230 kg.

Ahmad Juwanto pria asal Cipayung Jakarta Timur diketahui memiliki bobot mencapai 230 kg.

Damkar DKI Jakarta mengevakuasi pria penderita obesitas, proses evakuasi berjalan dramatis.

Viral dimedia sosial video proses evakuasi yang dibagikan oleh @humasjakfire. Dalam unggahan video tersebut terlihat Juwanto sedang di evakuasi dan rebahan di brankar atau tempat tidur ambulans.

Sebanyak 8 personel dikerahkan untuk mengevakuasi penderita obesitas di Cipayung. Proses evakuasi berlangsung dari pukul hingga pukul WIB.

Setelah berhasil dievakuasi dia dirujuk ke RS Adhyaksa untuk melakukan pengobatan lebih lanjut.

Juwanto harus di bawa ke RS karena menderita obesitas ia diketahui tidak bisa berjalan hanya bisa berbaring di tempat tidur.

Menurut hasil pemeriksaan dia mulai mengalami obesitas sejak usia 10 tahun namun hingga umur 17 tahun ia masih bisa beraktivitas seperti biasa.

Berat badan mulai naik secara drastis sejak berusia 18 tahun, bobot terus menerus naik hingga mencapai 200 kg. Dengan bobot 200 kg dia tidak bisa beraktivitas.

Dia menghabiskan hari-harinya dengan berbaring dan duduk di ruang tamu rumahnya saja di Jalan SMP 160, Kelurahan Ceger, Kecamatan Cipayung, Jaktim.

 




Fajri, Penderita Obesitas 300 Kg Akhirnya Meninggal

Fajri penderita obesitas 300 kg meninggal dunia (inews.id)

JAKARTA, Prolite – Fajri pria 26 tahun asal Tanggerang menderita Obesitas kini meninggal dunia, Fajri mengalami obesitas hingga mencapai bobot 300 kilogram. Fajri hanya bisa berbaring di kasurnya selama delapan bulan karena dengan bobot 300 kilogram Fajri mengalami kesusahan untuk beraktivitas.

Fajri di rujuk ke Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) pada 9 Juni 2023 untuk melakukan pemeriksaan, hasil dari pemeriksaan Fajri mengalami gangguan pada organ dalamnya.

Kabar meninggalnya Fajri di umunkan oleh Direktur Utama RSCM Lies Dina Liastuti bahwa Fajri meninggal pada hari Kamis 22 Juni 2023 pada pukul WIB di RSCM.

Hal yang sama juga di ungkapkan oleh Dokter spesialis anestesi RSCM Sidharta Kusuma Manggala yang sempat menangani Fajri, bahwa Fajri meninggal dunia pada Hari Kamis pukul WIB karena kondisi yang dialami syok sepsis akibat infeksi dari kakinya.

Kasus obesitas yang dialami Fajri merupakan kasus lebih parah 300 Kilogram bobot yang di alami Fajri mengalahi dari Arya Permana.

Rumah sakit mengalami kesulitan untuk menangani fajri karena memiliki bobot yang sudah tidak normal. Ketika dokter akan memasukkan satu alat kedalam tubuhnya itu tidak mudah karena harus menembus otot yang begitu tebal untuk mencari pembuluh darah.

Tidak bisa menggunakan alat yang sudah tersedia di rumah sakit karena bobot yang tidak normal maka Fajri harus menggunakan alat khusus yang harus dibeli sendiri di luar rumah sakit

Tim dokter juga menjelaskan bahwa Fajri memeiliki permasalahan pada jantung dan paru-parunya, Karena sudah hamper satu bulan Fajri tidak bisa tidur terlentang.

Karena kaki sebelah kanan yang tidak bisa digerakan karena pernah terluka akibat kecelakaan dan dengan bobot yang begitu besar fajri hanya bisa duduk dan tidur saja.




Apa itu Operasi Bariatrik? Mari Simak Penjelasannya

Ilustrasi Operasi Bariatrik (emc.id)

JAKARTA, Prolite – Apa itu Operasi Bariatrik? Beberapa artis Indonesia ada yang melakukan operasi bariatrik untuk dapat menurunkan berat badan. Melly Goeslow merupakan salah satu yang melakukan operasi ini, ia sudah berusaha menurunkan berat badannya selama 12 tahun namun bukannya turun berat badan malah berat badan semakin naik.

Usaha yang tidak berhasil membuat Melly Goeslow mengambil langkah operasi bariatrik. Metode operasi ini adalah metode operasi dengan memotong lambung.

Dengan metode memotong lambung maka akan memudahkan orang yang mengalami obesitas untuk menurunkan berat badannya.

Tidak semua orang dapat melakukan operasi ini karena sebelum melakukan operasi harus menjalani banyak pemeriksaan untuk mengetahui apakah orang itu membutuhkan operasi bariatrik. Pasalnya hanya orang yang mengalami obesitas parah dan tidak bisa tertolong, sulit untuk diet dan tidak bisa berolahraga.

Disisi lain operasi bariatrik juga bertujuan untuk menghindari risiko kesehatan yang serius di dalam tubuhnya.

Shindy Samuel (instagram @rendyshindy_samuel)
Shindy Samuel (instagram @rendyshindy_samuel)

Beberapa waktu lalu selebgram Shindy Samuel juga menjalani operasi bariatrik. Dia merasa memerlukan operasi itu untuk bisa menurunkan berat badannya. Karena Shindy Samuel merasa kondisi badan yang sudah tidak baik-baik saja.

Adapun cara kerjanya dengan tujuan agar tubuh dapat membatasi jumlah makanan yang akan di tamping oleh lambung.

Memiliki berat badan yang ideal merupakan idaman semua orang baik itu perempuan maupun laki-laki. Tapi tidak semua orang dapat menurunkan berat badan dengan mudah atau bahkan mempertahankan berat badannya untuk tetap stabil.

Beberapa orang berusaha untuk diet ketat tapi ada yang berhasil ada yang malah semakin naik berat badannya. Karena itulah metode operasi ini di butuhkan saat kondisi diet sudah tidak bisa dilakukan

Namun di balik manfaat yang akan di dapatkan dari pasien yang melakukan operasi bariatrik ada risiko di balik itu semua. Beberapa risiko yang terjadi dalam jangka pendek maupun jangka panjang dapat terjadi saat operasi.

Untuk risiko jarak pendek bisa berupa kebocoran dalam system pencernaan, pendarahan berlebih bahkan bisa ada masalah paru-paru atau pernapasan.

Ada juga resiko jangka panjang yang didapat jika operasi bariatrik yaitu batu empedu, hernia, gula darah rendah bahkan bisa mengakibatkan sumbatan usus.

 




Obesitas pada Anak Sangat Berbahaya

Kasus Obesitas pada Anak

BEKASI, Prolite – Obesitas atau kegemukan merupakan suatu kondisi yang dapat menimpa siapa saja tidak mengenal usia. Beberapa waktu lalu sempat ramai di perbincangkan Fajri anak asal Tanggerang memeiliki berat badan mencapai 300 kilogram.

Kini ada lagi kasus obesitas yang menimpa balita usia 16 bulan yang memiliki berat badan 27 kilogram.

Ahli gizi DR dr Tan Shot Yen mengatakan kondisi obesitas yang dialami balita usia 16 bulan itu mestinya bisa dicegah apabila komunitas masyarakat di lingkungannya berfungsi dengan baik.

“Kenapa ini semua terjadi? Ini yang saya sesali. Mestinya, dalam komunitas-komunitas masyarakat, kan ada posyandu. Jika kehidupan bersosialisasi terjadi dengan baik, maka kasus anak ini tidak akan bablas,” kata Tan dikutip dari .

Dengan kondisi balita mengalami obesitas seharusnya dari tetangganya bisa memberikan saran untuk orang tuan dari Kenzi untuk memeriksakan kondisi anaknya ke puskesmas terdekat.

Kondisi seperti ini sangat di sayangkan sekali pasalnya kondisi obesitas pada balita sangat menghambat perkembangan si balita itu sendiri.

Menurut kesaksian dari ibunda Kenzi bahwasannya berat badan Kenzi terus naik sejak usia enam bulan hingga kini Kenzi berumur 16 bulan berat bedan sudah mencapai 27 kilogram.

Dengan berat badan 27 kilogram Kenzi hanya bisa melakukan aktifitas duduk dan tiduran saja, Kenzi mengalami kesulitan untuk berjalan. Padahal balita seusianya sudah mulai belajar berjalan. (*/ino)

 




Ini Cara Cegah Obesitas pada Anak

ilustrasi obesitas

Prolite – Obesitas anak dapat di pengaruhi oleh beberapa faktor. Tingkat obesitas pada anak terus meningkat disebabkan oleh apa yang dikonsumsi oleh anak.

Penasaran mencari jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut, para peneliti dari Duke National University, Singapura, melihat lebih dekat jenis-jenis makanan yang selama ini dihubungkan sebagai penyebab kegemukan dan obesitas anak.

Yang mereka temukan jadi bukti meyakinkan bahwa makanan tertentu mungkin saja penyebab obesitas pada anak.

Anak-anak yang teratur makan keripik kentang cenderung mengalami kenaikan berat badan tertinggi.

“Kami menemukan bahwa keripik kentang merupakan salah satu makanan yang paling menyebabkan kegemukan pada anak-anak muda,” kata peneliti, seperti dilaporkan oleh Independent.

Energi yang di kandung dalam keripik kentang sangat tinggi dan memeiliki indeks kenyang yang rendah. Bukan hanya kripik kentang masih banyak makanan yang dapat memicu obesitas diantaranya kentang goreng, ayam goreng, daging olahan, mentega, juga punya dampak yang buruk. Belum lagi dari makanan makanan penutup manis serta minuman manis.

Sudah sejak lama para peneliti mempelajari, mengapa beberapa makanan lebih mengeyangkan daripada yang lain. Studi pada 1996 menemukan, makanan berlemak, secara mengejutkan cenderung kurang membuat kenyang.

Sementara, makanan padat berkabohidrat dan protein justru sebaliknya. Dalam buku Fat Detection, dijelaskan bahwa lemak lebih padat energi, tapi tidak lebih membuat kenyang.

Mengonsumsi makanan secara berlebih juga bisa memicu kenaikan berat badan. Lebih bijak untuk mengonsumsi makanan agar badan menjadi sehat dan tidak menimbulkan obesitas. (*/ino)