Relapse Setelah Move On? Kenali 5 Fase Relapse yang Sering Dialami!

fase relapse

Prolite – Relapse Setelah Move On? Kenali 5 Fase Relapse yang Sering Dialami!

Kita semua pernah ada di fase itu—merasa sudah move on, hidup terasa lebih ringan, tapi tiba-tiba satu lagu, satu kenangan, atau bahkan satu notifikasi bisa bikin hati berantakan lagi.

Yup, itu yang disebut emotional relapse: saat emosi lama muncul kembali setelah kita merasa sudah sembuh dari luka cinta.

Tapi tenang, ini bukan tanda kamu gagal move on. Faktanya, menurut psikolog hubungan modern (APA, 2025), relapse justru bagian alami dari proses pemulihan emosional.

Apa Itu Emotional Relapse? Kenapa Kita Kambuh Lagi?

Secara psikologis, relapse emosional adalah momen ketika otak mengulang kembali respons lama terhadap memori emosional yang kuat. Setelah putus, otak kehilangan sumber dopamin, yaitu hormon yang bikin kita merasa bahagia dan terhubung saat masih menjalin hubungan.

Ketika kenangan lama muncul (misalnya foto, tempat favorit, atau bahkan aroma tertentu), otak memicu pelepasan dopamin yang serupa, membuat kita kangen dan ingin kembali ke situasi lama.

Selain dopamin, faktor nostalgia juga punya peran besar. Tahun 2025 ini, beberapa riset terbaru dari Psychology Today menunjukkan bahwa nostalgia bisa menciptakan “ilusi kenyamanan”. Kita ingat hanya bagian indah dari hubungan, bukan konflik atau kesedihan yang sebenarnya terjadi. Akibatnya, kita ingin kembali ke masa itu, meski tahu itu tidak realistis.

5 Fase Relapse Setelah Putus Cinta

Seperti halnya proses penyembuhan, relapse juga punya fasenya sendiri. Dan mengenalinya bisa bantu kamu lebih siap secara emosional.

1. Denial: Merasa Nggak Apa-Apa, Padahal Luka Masih Ada

Di fase ini, kamu mungkin merasa sudah benar-benar move on. Kamu bilang ke teman, “Aku udah biasa aja kok,” padahal deep down, masih sering kepikiran. Denial sering jadi bentuk perlindungan diri dari rasa sakit yang belum benar-benar sembuh. Menurut psikolog klinis Dr. Elaine Moore (2025), mengenali denial adalah langkah pertama untuk benar-benar pulih.

Tips menghadapi fase ini: Coba jujur sama diri sendiri. Nggak apa-apa kok kalau masih belum sepenuhnya baik-baik aja. Kamu manusia, bukan mesin.

2. Craving: Rindu Tanpa Alasan yang Jelas

Tiba-tiba pengen chat dia, stalking sosmed, atau dengerin lagu yang dulu sering kalian putar bareng. Ini fase craving, di mana otak “ngidam” dopamin yang dulu kamu dapat dari hubungan itu.

Tips menghadapi fase ini: Alihkan craving ke hal lain yang juga bisa meningkatkan dopamin alami—seperti olahraga, journaling, atau nonton film favorit. Aktivitas ini bantu otak menciptakan “sumber kebahagiaan baru”.

3. Kontak Ulang: Kelemahan Terbesar

Ini fase paling berisiko. Mungkin kamu nggak sengaja (atau sengaja banget) nge-chat mantan, cuma mau tanya kabar… tapi akhirnya nostalgia menyeret kamu ke situasi lama. Psikolog hubungan dari Mindful Connection Research (2025) menyebut, fase ini sering jadi “uji ketahanan emosional”.

Tips menghadapi fase ini: Sebelum menghubungi, tanya dulu ke diri sendiri, “Tujuanku apa?” Kalau hanya ingin merasa lebih baik sesaat, coba tahan dulu. Kesehatan emosimu lebih penting daripada sekadar percakapan singkat.

4. Penyesalan: Kenapa Aku Ngelakuin Itu?

Setelah kontak ulang, biasanya muncul rasa bersalah atau penyesalan. Kamu mungkin merasa bodoh karena kembali membuka luka lama. Tapi tenang, ini fase penting juga. Artinya kamu mulai sadar bahwa kamu masih butuh waktu untuk benar-benar sembuh.

Tips menghadapi fase ini: Jangan menyalahkan diri sendiri. Penyesalan itu tanda kamu belajar. Ambil waktu untuk refleksi, bukan untuk menyalahkan.

5. Pemulihan: Menerima, Bukan Melupakan

Fase terakhir ini bukan berarti kamu melupakan semuanya, tapi kamu belajar menerima. Kamu sadar bahwa masa lalu punya tempatnya sendiri, dan kamu bisa berjalan maju tanpa beban.

Tips menghadapi fase ini: Coba lakukan aktivitas yang bantu menstabilkan emosi—seperti meditasi, journaling, atau quality time bareng teman. Bangun rutinitas baru yang bikin kamu merasa hidup lagi.

Relapse vs Healing: Beda Tipis Tapi Penting

Macro photo of tooth wheel mechanism with imprinted RELAPSE, RECOVERY concept words

Banyak orang mengira relapse adalah kegagalan, padahal sebenarnya itu bagian dari proses healing yang belum selesai. Dalam psikologi modern, relapse dianggap sebagai sinyal, bukan setback. Itu cara tubuh dan pikiranmu bilang, “Aku masih butuh waktu.” Jadi jangan merasa bersalah kalau kamu sesekali masih kepikiran mantan.

Healing itu nggak linear. Kadang kamu merasa udah kuat, besoknya tiba-tiba down lagi. Tapi setiap kali kamu jatuh, kamu belajar sesuatu tentang dirimu sendiri.

Aktivitas Ringan untuk Pulih dari Relapse Emosional

Beberapa aktivitas sederhana bisa bantu kamu lebih cepat stabil secara emosional:

  • Journaling: tulis apa yang kamu rasakan tanpa sensor. Ini bantu mengurai emosi yang kusut.
  • Olahraga ringan: seperti jalan pagi, yoga, atau lari santai. Aktivitas fisik bantu otak melepas endorfin, hormon bahagia.
  • Meditasi & refleksi: belajar hadir di saat ini, bukan di masa lalu.
  • Batasi trigger digital: mute sosmed mantan kalau perlu. Kamu berhak atas ketenangan.

Relapse Bukan Akhir dari Healing

Jadi, kalau kamu merasa “kambuh” setelah move on, jangan panik. Kamu nggak mundur—kamu cuma sedang memproses. Setiap fase yang kamu lewati membawa kamu selangkah lebih dekat ke versi dirimu yang lebih kuat.

Ingat, cinta yang patah bisa sembuh, asal kamu sabar dan sayang sama diri sendiri. Jadi, yuk mulai hari ini, fokus untuk menyembuhkan diri sendiri.




The ‘Last Meeting Theory’: Percaya Bahwa Perpisahan Sudah Diatur Semesta

Last Meeting Theory

Prolite – The ‘Last Meeting Theory’: Percaya Bahwa Perpisahan Sudah Diatur Semesta

Ada saat-saat dalam hidup ketika kita berpisah dengan seseorang—mantan, sahabat lama, atau bahkan keluarga—dan tanpa sadar bertanya-tanya, “Kenapa ya, kita gak pernah ketemu lagi?” Apakah semesta memang sengaja menjauhkan kita? Atau ini cuma kebetulan?

Nah, menurut teori menarik yang disebut “The Last Meeting Theory,” perpisahan yang kamu alami itu bukan sekadar kebetulan, melainkan bagian dari rencana besar semesta. Yuk, kita bahas lebih dalam!

Apa Itu The Last Meeting Theory?

 

 

Menurut Madi Rouse, seorang mental health coach, The Last Meeting Theory adalah gagasan bahwa ketika kamu sudah menyelesaikan “misi” atau pelajaran hidup yang seharusnya kamu dapatkan dari seseorang, semesta akan memastikan kamu tidak akan bertemu lagi dengan orang tersebut.

Pernahkah kamu berusaha move on dari seseorang, tapi tetap dihantui oleh ingatan atau bahkan merasa ada urusan yang belum selesai? Nah, teori ini hadir sebagai pengingat bahwa kita gak perlu repot-repot mencari closure atau berusaha menutup bab yang sudah semestinya selesai. Biarkan semesta yang mengatur!

Kenapa Kita Sulit Melepaskan Masa Lalu?

Menurut para ahli psikologi, sulitnya melepaskan masa lalu bisa berdampak buruk bagi kesehatan mental. Kita jadi lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengenang obrolan lama, momen indah, atau bahkan pertengkaran yang pernah terjadi, dibanding fokus membangun masa depan.

  • Ketika kita masih terjebak dalam bayang-bayang orang dari masa lalu, emosi kita ikut terkuras.
  • Kita jadi sulit move on dan membuka hati untuk orang baru.
  • Kadang, kita malah tanpa sadar berharap bisa bertemu lagi, padahal mungkin itu tidak diperlukan.

Dengan memahami The Last Meeting Theory, kita bisa lebih menerima bahwa kalau memang seseorang sudah tidak ada dalam hidup kita lagi, itu berarti semesta sudah memastikan pertemuan kita dengannya sudah tidak diperlukan lagi.

Jadi, Kalau Gak Ketemu Lagi, Artinya Sudah Selesai?

Yup! Rouse menjelaskan bahwa semesta akan menjauhkan kamu dari orang yang memang sudah tidak memiliki peran dalam hidupmu lagi.

Bahkan meskipun kamu tinggal di kota yang sama, sering datang ke tempat yang sama, atau memiliki lingkaran pertemanan yang mirip—kalau memang tidak ada lagi yang harus dipelajari dari orang tersebut, kalian gak akan bertemu lagi.

Kamu mungkin pernah punya sahabat yang dulu dekat banget, tapi tiba-tiba hubungan kalian renggang dan sekarang kalian gak pernah bertemu lagi. Atau mungkin kamu pernah punya mantan yang sejak putus sama sekali gak pernah kamu lihat lagi, bahkan di media sosial.

Menurut The Last Meeting Theory, itu karena semua pelajaran yang harus kalian ambil dari hubungan tersebut sudah selesai. Tidak ada lagi yang perlu diperbaiki, dan tidak ada alasan untuk bertemu kembali.

Tapi, Kalau Ketemu Lagi Berarti Masih Ada Urusan?

 

Menariknya, teori ini juga menyebutkan bahwa jika seseorang dari masa lalu tiba-tiba muncul lagi dalam hidupmu, bisa jadi ada sesuatu yang masih harus kamu pelajari atau selesaikan.

Misalnya:

  • Kamu bertemu mantan yang sekarang sudah bahagia dengan pasangannya, dan itu memberimu closure untuk benar-benar move on.
  • Seorang sahabat lama tiba-tiba muncul kembali, dan kamu sadar ada pelajaran yang masih bisa diambil dari pertemanan tersebut.
  • Kamu gak sengaja ketemu seseorang yang pernah menyakitimu, dan kali ini kamu merasa lebih kuat untuk menghadapi dan melepaskan beban emosional itu.

Jadi, kalau kamu tiba-tiba bertemu seseorang dari masa lalu, jangan langsung panik! Bisa jadi semesta sedang memberikanmu kesempatan terakhir untuk belajar sesuatu dari hubungan tersebut.

Biarkan Semesta yang Menentukan, Jangan Paksa Diri Sendiri

Salah satu pelajaran terbesar dari The Last Meeting Theory adalah kita tidak bisa mengontrol siapa yang datang dan pergi dalam hidup kita. Tapi kita bisa mengontrol bagaimana kita menerima kenyataan tersebut.

  • Jika seseorang benar-benar hilang dari hidupmu, percaya bahwa itu yang terbaik.
  • Jika seseorang kembali, pikirkan apa yang bisa kamu pelajari dari pertemuan itu.
  • Jangan habiskan waktumu merindukan seseorang yang sudah tidak ada dalam hidupmu, karena bisa jadi itu adalah perlindungan dari semesta.

Madi Rouse pernah berbagi pengalaman pribadi bahwa ketika dia benar-benar menyadari pelajaran dari hubungan masa lalunya, ia tidak pernah bertemu lagi dengan mantan yang dulu sulit ia lepaskan. “Begitu saya menyadari pelajaran dari hubungan itu, dia tidak pernah muncul lagi di hidup saya,” katanya.

Kedengarannya agak magis, ya? Tapi jika dipikir-pikir, banyak dari kita pasti pernah mengalami hal yang sama. Seseorang yang dulu terasa begitu penting, tiba-tiba seperti menghilang dari hidup kita tanpa jejak. Mungkin itu bukan kebetulan, melainkan cara semesta bekerja.

Percayakan Pada Semesta dan Lanjutkan Hidup!

Hidup ini terlalu singkat untuk terus-menerus terjebak dalam masa lalu. The Last Meeting Theory mengajarkan kita untuk percaya pada semesta, bahwa semua pertemuan dan perpisahan sudah diatur dengan sempurna.

Jika seseorang sudah pergi dari hidupmu, maka itu memang sudah seharusnya. Jika mereka kembali, maka ada pelajaran yang masih harus kamu ambil.

Jadi, mulai sekarang, yuk kita berhenti memikirkan “kenapa kita gak pernah ketemu lagi?” dan mulai fokus pada orang-orang yang masih ada di sekitar kita saat ini. Karena siapa tahu, suatu hari nanti mereka juga bisa menjadi bagian dari teori ini!

Bagaimana menurut kamu? Pernahkah kamu mengalami situasi seperti ini? Yuk, share pengalamanmu di kolom komentar! 💙✨