Net Zero Emissions : Langkah Cepat Indonesia Menuju Reduksi Emisi Karbon

Prolite – Dilansir dari web resmi pemerintah Indonesia, ada beberapa pendorong yang menjadikan upaya dekarbonisasi sebagai titik pusat bagi negeri ini.
Salah satunya adalah permintaan pasar untuk produk ramah lingkungan dan kesadaran hidup hijau di kalangan konsumen.
Kementerian Perindustrian berkomitmen memajukan pencapaian target Net Zero Emissions (NZE) di ranah industri pada 2050.
Target tahun 2050 ini lebih dini 10 tahun dari yang diamanatkan pada skala nasional, yaitu 2060, untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK).
Proses dekarbonisasi industri mengacu pada upaya mengurangi emisi karbon dioksida yang dikeluarkan oleh sektor industri. Metodenya melibatkan teknologi mutakhir, peningkatan efisiensi energi, serta inovasi dalam metode kerja.
Menurut Menteri Perindustrian, Bapak Agus Gumiwang Kartasasmita, ada lima pendorong utama yang menjadikan dekarbonisasi menjadi fokus nasional.
Pertama, permintaan yang meningkat untuk produk ramah lingkungan seiring dengan kesadaran hidup hijau di kalangan konsumen.
Kedua, tantangan yang timbul akibat perubahan iklim, seperti gagal panen dan krisis pasokan air yang berdampak pada bahan baku industri.
Ketiga, eksistensi regulasi dari negara tujuan ekspor kita yang mensyaratkan praktik berkelanjutan, misalnya carbon boarder adjustment mechanism (CBAM) dan EU deforestation regulation (EUDR).
Keempat, pembentukan pasar karbon di Indonesia serta peningkatan minat di pasar modal dan investasi yang mendorong aspek keberlanjutan.
Terakhir, komitmen Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional seperti Persetujuan Paris dan Konvensi lainnya.
Dari data yang ada, emisi gas rumah kaca dari sektor industri Indonesia antara tahun 2015 hingga 2022 berkisar antara 8-20% dari total emisi nasional.
Detail lebih lanjut menunjukkan bahwa pada tahun 2022, emisi dari konsumsi energi di sektor industri mencapai 64%, sementara limbah industri menyumbang 24% dan proses produksi serta penggunaan produk industri sebesar 12%.
Bapak Kartasasmita menekankan pentingnya langkah terstruktur dalam upaya dekarbonisasi ini. Di tahun 2022, upaya tersebut telah sukses mengurangi emisi GRK sebanyak 53,9 juta ton CO2e.
Target penurunan emisi untuk komponen IPPU pada tahun 2030 ditetapkan sebesar 7 juta ton CO2e. Faktanya, realisasi penurunan pada 2022 sudah mencapai 7,138 juta ton CO2e, melebihi target.
Menteri menyoroti kebutuhan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, khususnya sektor keuangan, dalam mendanai penerapan teknologi terbaru di sektor industri.
Teknologi ini penting untuk mencapai target Net Zero Emissions pada 2050 dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi.
Menurut Bapak Agus, emisi karbon dari sektor industri mencakup 15-20% dari total emisi nasional.
Komponen-komponen utama emisi berasal dari konsumsi energi industri (60%), limbah industri (25%), dan proses produksi serta penggunaan produk industri (15%).
Sebagai hasil dari rapat kerja, Kementerian Perindustrian menetapkan delapan plus satu subsektor industri sebagai prioritas dalam upaya percepatan dekarbonisasi.
Subsektor-subsektor tersebut meliputi industri semen, baja, pulp, tekstil, keramik, pupuk, petrokimia, makanan dan minuman, serta transportasi.
Sebagai bagian dari strategi mencapai target dekarbonisasi di sektor industri, ada kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan emisi GRK.
Selain itu, diperlukan insentif, terutama berkaitan dengan teknologi, peralatan, dan perizinan usaha.


