Pengawasan Limbah Dinilai Masih Lemah, DLH Diminta Perketat

limbah

Dinilai Masih Lemah, DLH Diminta Perketat Pengawasan Limbah

Prolite – Ditemukannya limbah medis di TPA Sumur Batu Kota Bekasi, menurut Anggota DPRD Kota Bekasi Sarwin Edi ini menunjukkan bahwa pengawasan lingkungan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bekasi masih lemah.

Dia meminta DLH untuk lebih memperketat dan memperkuat pengawasan lingkungan, terutama pengawasan terhadap limbah indusitri.

” Limbah medis membahayakan lingkungan, melanggar peraturan undang-undang. Kan sudah ada aturannya, limbah medis itu harus seperti apa,” tegasnya.

Sarwin Edi juga menyoroti pencemaran sungai-sungai di Kota Bekasi juga banyak disebabkan oleh limbah industri yang kurang pengawasan.

” Sebagian warga masih banyak memanfaatkan air sungai, ini kan bisa mengancam kesehatan warga,” ujarnya.

Diharapkan ke depannya pihak terkait terutama DLH Kota Bekasi bisa lebih serius lagi dalam pengawasan lingkungan.

“Kalau ada pelanggaran, tindak tegas!” tutupnya.




Net Zero Emissions : Langkah Cepat Indonesia Menuju Reduksi Emisi Karbon

Net Zero Emissions

Prolite – Dilansir dari web resmi pemerintah Indonesia, ada beberapa pendorong yang menjadikan upaya dekarbonisasi sebagai titik pusat bagi negeri ini.

Salah satunya adalah permintaan pasar untuk produk ramah lingkungan dan kesadaran hidup hijau di kalangan konsumen.

Kementerian Perindustrian berkomitmen memajukan pencapaian target Net Zero Emissions (NZE) di ranah industri pada 2050.

IEA
Perjalanan Menuju Net Zero Emissions pada Tahun 2050 – aminds

Target tahun 2050 ini lebih dini 10 tahun dari yang diamanatkan pada skala nasional, yaitu 2060, untuk menekan emisi gas rumah kaca (GRK).

Proses dekarbonisasi industri mengacu pada upaya mengurangi emisi karbon dioksida yang dikeluarkan oleh sektor industri. Metodenya melibatkan teknologi mutakhir, peningkatan efisiensi energi, serta inovasi dalam metode kerja.

Menurut Menteri Perindustrian, Bapak Agus Gumiwang Kartasasmita, ada lima pendorong utama yang menjadikan dekarbonisasi menjadi fokus nasional.

Pertama, permintaan yang meningkat untuk produk ramah lingkungan seiring dengan kesadaran hidup hijau di kalangan konsumen.

Kedua, tantangan yang timbul akibat perubahan iklim, seperti gagal panen dan krisis pasokan air yang berdampak pada bahan baku industri.

Ketiga, eksistensi regulasi dari negara tujuan ekspor kita yang mensyaratkan praktik berkelanjutan, misalnya carbon boarder adjustment mechanism (CBAM) dan EU deforestation regulation (EUDR).

Keempat, pembentukan pasar karbon di Indonesia serta peningkatan minat di pasar modal dan investasi yang mendorong aspek keberlanjutan.

Terakhir, komitmen Indonesia dalam berbagai perjanjian internasional seperti Persetujuan Paris dan Konvensi lainnya.

Net Zero Emissions  – enel

Dari data yang ada, emisi gas rumah kaca dari sektor industri Indonesia antara tahun 2015 hingga 2022 berkisar antara 8-20% dari total emisi nasional.

Detail lebih lanjut menunjukkan bahwa pada tahun 2022, emisi dari konsumsi energi di sektor industri mencapai 64%, sementara limbah industri menyumbang 24% dan proses produksi serta penggunaan produk industri sebesar 12%.

Bapak Kartasasmita menekankan pentingnya langkah terstruktur dalam upaya dekarbonisasi ini. Di tahun 2022, upaya tersebut telah sukses mengurangi emisi GRK sebanyak 53,9 juta ton CO2e.

Target penurunan emisi untuk komponen IPPU pada tahun 2030 ditetapkan sebesar 7 juta ton CO2e. Faktanya, realisasi penurunan pada 2022 sudah mencapai 7,138 juta ton CO2e, melebihi target.

Menteri menyoroti kebutuhan keterlibatan berbagai pemangku kepentingan, khususnya sektor keuangan, dalam mendanai penerapan teknologi terbaru di sektor industri.

Teknologi ini penting untuk mencapai target Net Zero Emissions pada 2050 dengan meningkatkan efisiensi penggunaan energi.

Menurut Bapak Agus, emisi karbon dari sektor industri mencakup 15-20% dari total emisi nasional.

Komponen-komponen utama emisi berasal dari konsumsi energi industri (60%), limbah industri (25%), dan proses produksi serta penggunaan produk industri (15%).

Net Zero Emissions – suryacipta

Sebagai hasil dari rapat kerja, Kementerian Perindustrian menetapkan delapan plus satu subsektor industri sebagai prioritas dalam upaya percepatan dekarbonisasi.

Subsektor-subsektor tersebut meliputi industri semen, baja, pulp, tekstil, keramik, pupuk, petrokimia, makanan dan minuman, serta transportasi.

Sebagai bagian dari strategi mencapai target dekarbonisasi di sektor industri, ada kebutuhan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam pengelolaan emisi GRK.

Selain itu, diperlukan insentif, terutama berkaitan dengan teknologi, peralatan, dan perizinan usaha.




Pemanasan Global : Indonesia Terus Berjuang untuk Lingkungan yang Lebih Baik

Prolite – Dalam upaya untuk memitigasi dampak pemanasan global, pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Dalam sebuah laporan terbaru yang dirilis oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Indonesia berhasil mencatat penurunan signifikan dalam emisi karbon dioksida (CO2) dan gas rumah kaca (GRK) pada tahun 2022.

Menurut laporan tersebut, Indonesia berhasil menurunkan sekitar 118 juta ton emisi CO2 dan GRK selama tahun 2022. Capaian ini melampaui target penurunan yang telah ditetapkan, yaitu sebesar 116 juta ton CO2.

Pemanasan Global – mistar

Upaya penurunan emisi ini menjadi bukti konkret dari komitmen Indonesia untuk melawan pemanasan global. Sektor energi memainkan peran penting dalam pencapaian ini, dengan berkontribusi sebesar 91,5 juta ton CO2 dalam penurunan emisi tersebut.

Dirjen Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Yudo Dwinanda Priaadi, menjelaskan bahwa capaian ini diperoleh melalui berbagai upaya, termasuk efisiensi energi, pemanfaatan sumber energi terbarukan, penggunaan bahan bakar rendah karbon, dan teknologi pembangkit yang lebih bersih.

Indonesia telah menetapkan target penurunan emisi gas rumah kaca (nationally determined contribution/NDC) pada tahun 2030 sebagai upaya pencegahan pemanasan global.

Beberapa target ini termasuk penurunan emisi sebesar 31,89 persen dengan upaya domestik dan 43 persen dengan bantuan internasional. Komitmen ini juga telah menjadi bagian dari Program Indonesia Emas 2045.

Sebagai tambahan, Indonesia juga memegang komitmen untuk mencapai Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat. Namun, untuk mencapai hal ini, Indonesia memerlukan dukungan global dalam hal pendanaan dan teknologi yang lebih efisien.

Net Zero Emission (NZE) – enel

Dalam upaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, Indonesia juga telah meresmikan bursa karbon. Pemberian izin usaha penyelenggara Bursa Karbon kepada PT Bursa Efek Indonesia (BEI) adalah langkah konkret dalam mengubah Indonesia menjadi salah satu pionir dalam mengurangi emisi rumah kaca.

Pasar karbon telah menjadi alat yang efektif dalam mengatasi perubahan iklim di berbagai negara, termasuk Swiss, Australia, Kanada, Tiongkok, dan Meksiko. Indonesia bergabung dengan daftar negara-negara yang memperkenalkan bursa karbon sebagai upaya nyata untuk mengurangi emisi.

Lawan Pemanasan Global : Pengurangan Emisi dan Pembangunan Jaringan Gas Rumah Tangga

Potret langit Jakarta yang berpolusi akibat emisi karbon – Muhammad Sabki

Selain penurunan emisi, pemerintah Indonesia juga fokus pada pengembangan jaringan gas rumah tangga demi melawan pemanasan global.

Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk memberikan akses energi kepada masyarakat, mengurangi beban subsidi untuk bahan bakar minyak (BBM) dan gas LPG pada rumah tangga, serta mengurangi penggunaan tabung gas elpiji (LPG) bersubsidi.

Saat ini, tingkat kemajuan proyek jaringan gas rumah tangga mencapai 835 ribu rumah. Pemerintah berencana untuk memasang jaringan gas hingga 2,5 juta rumah tangga pada tahun 2024. Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melibatkan sektor swasta dalam implementasinya.

Presiden RI Joko Widodo telah menunjukkan perhatian serius terhadap pengembangan jaringan gas rumah tangga di perkotaan. Pemerintah juga berencana mengurangi penggunaan tabung gas elpiji (LPG) bersubsidi sebagai bagian dari upaya ini.

Untuk mengakselerasi pembangunan jaringan gas rumah tangga, pemerintah akan menggandeng pihak swasta. Perubahan dalam peraturan presiden akan memungkinkan pihak swasta untuk ikut serta dalam pengembangan jaringan gas kota. Hal ini dilakukan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).

Selain itu, ada rencana untuk merevisi Peraturan Presiden (Perpres) yang berhubungan dengan penyediaan dan pendistribusian gas bumi melalui jaringan transmisi dan/atau distribusi gas bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil.

Gas LPG 3 kg
Pemerintah Maksimalkan Penggunaan Gas LPG 3 Kg di Masyarakat – HO/Hiswana

Ini akan membuka peluang bagi badan usaha swasta untuk membangun jaringan gas kota, yang akan membantu lebih banyak masyarakat mendapatkan akses ke energi yang lebih bersih dan terjangkau.

Program pembangunan jaringan gas kota memiliki banyak manfaat, termasuk memberikan akses energi kepada masyarakat, mengurangi pengeluaran biaya bahan bakar gas bumi, mendukung ekonomi masyarakat, dan mengurangi beban subsidi untuk BBM dan LPG di sektor rumah tangga.

Selain itu, ini juga membantu mengurangi impor LPG dan menghemat pengeluaran energi masyarakat, serta mengurangi defisit neraca perdagangan migas.

Pemerintah Indonesia berharap bahwa dengan mengembangkan jaringan gas rumah tangga, lebih banyak masyarakat akan dapat menikmati manfaat dari akses energi yang lebih bersih dan terjangkau.

Selain itu, langkah-langkah ini juga akan membantu negara dalam upaya global untuk mengatasi perubahan iklim dan pemanasan global.




Per Hari, Pemkot Olah 300 Ton Sampah di Kota Bandung

Pemkot olah 300 ton sampah di Kota Bandung per hari

BANDUNG, Prolite – Ada yang tahu, berapa banyak sampah di Kota Bandung yang di produksi oleh tiap orang di lingkungan sehari-hari?

Menurut Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi, ternyata satu orang diperkirakan menyumbang sampah di Kota Bandung sekitar 0,6 kg per hari.

Jika diakumulasi dengan seluruh penduduk Kota Bandung pada malam hari, maka dalam sehari sebanyak ton sampah di Kota Bandung diproduksi masyarakat.

“Tapi di siang hari karena banyak penduduk lain yang juga kerja di Kota Bandung. Belum lagi saat akhir pekan Bandung menjadi tujuan wisata, maka sampah yang dihasilkan bisa mencapai ton per hari,” jelas Dudy saat ditemui di kantornya, Senin 20 Februari 2023.

Untuk menangani jumlah sampah tersebut, Pemerintah Kota (Pemkot) sudah mengolah sekitar 300 ton per hari.

“Sehingga, sampah yang kita kirim ke TPA Sarimukti itu tersisa ton per hari,” katanya.

Berbagai upaya telah dijalankan DLKH untuk mengurai permasalahan sampah di Kota Bandung. Salah satunya dengan mengubah sistem pengelolaannya.

Dudy memaparkan, dulu pengelolaan sampah masih bersifat kumpul, angkut, lalu buang. Sampah yang ada di masing-masing rumah dibuang ke tempat penampungan sementara (TPS).

Kemudian oleh petugas diangkut ke tempat penampungan akhir (TPA). Dengan sistem ini tidak menyelesaikan masalah, tapi hanya memindahkan masalah saja.

“Ini yang mengakibatkan pada 21 Februari 2005 terjadi insiden di TPA Leuwigajah. Terjadi longsor yang mengakibatkan 157 nyawa meninggal,” paparnya.

“Maka dari itu, kita ubah sistemnya menjadi Kang Pisman (kurangi, pisahkan, dan manfaatkan) ini diberlakukan di sumber sampah yakni rumah tangga. Diharapkan di sumber sampah memisahkan minimal dua yakni sampah organik dan anorganik,” ungkapnya.

Sampah-sampah organik bisa diolah menjadi kompos. Sedangkan sampah anorganik bisa dibuat kerajinan atau diberikan ke Bank Sampah.

Bahkan, jika sudah terkumpul sebanyak bisa ditukar dengan logam mulia mini 0,05 gram di Bank Sampah.

“Di beberapa tempat tabungannya sudah sampai puluhan juta. Nanti bisa diberikan dalam bentuk uang atau logam mulia juga,” katanya.

Namun, ia mengakui jika program ini belum berjalan serentak di seluruh wilayah Kota Bandung. Fakta di lapangan, sampah masih kerap bercampur karena belum dipilah oleh masing-masing rumah tangga.

“Mungkin karena mereka belum paham atau ingin praktisnya saja. Ini menjadi PR kita untuk bisa menyadarkan masyarakat akan pentingnya pemilahan sampah. Kita butuh peran aktif dari masyarakat. Tanpa adanya peran dari semua stakeholder, tentu sulit,” akunya.

Selain Kang Pisman, upaya lain yang dilakukan Pemkot Bandung adalah mengubah TPS dari tempat penampungan sampah menjadi tempat pengolahan sampah. Ada peran Bank Sampah juga di ranah tersebut.

“Sedangkan penanganan di sumbernya, kita lakukan melalui gerakan Kang Pisman, di TPS melakukan pengolahannya. Sehingga sampah yang dikirim ke TPA itu hanya sisanya saja,” akunya.

Untuk semakin menuntaskan masalah sampah, rencananya di Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) pada Selasa, 21 Februari 2023, DLHK akan launching tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Cicukang Holis. TPST ini menggunakan teknologi Refuse-Derived Fuel (RFD).

“Tahun ini akan dibangun di tiga tempat, Tegallega, Nyengseret, dan Cicabe. Kemudian tiga TPST lagi di tahun depan. Kalau tidak salah di Pasir Impun, Jelekong, dan Taman Kehati Palasari,” tuturnya.

Selain TPST, Pemkot Bandung juga mewacanakan untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa), dengan mengubah sampah menjadi energi alternatif atau terbarukan. Selain menjadi listrik, bisa juga menjadi biodigester dan RDF.

“Ada banyak manfaat yang bisa didapatkan. Pertama, sampahnya selesai di sumber, tidak lagi menjadi tumpukan sampah di TPA. Kedua, energinya bisa menggantikan energi yang ada. Listriknya bisa menerangi lokasi yang belum teraliri listrik,” jelas Dudy.

Sampai saat ini, program tersebut masih berproses, belum menuju pada pembangunan. Namun, ia mengungkapkan, jika wacana PLTSa ini pun menjadi fokus pembahasan pada TPA Legok Nangka.

Saat ini pihak pemerintah provinsi tengah melelang tempat pengolahan sampah di Legok Nangka yang nantinya memiliki konsep waste to energy dalam skala regional.

“Meliputi Kota Bandung, Kita Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten Garut. Jadi, sampah-sampah dari enam wilayah tersebut dikirim ke sana untuk diolah menjadi listrik. Rencananya di tahun 2026 Legok Nangka ini bisa beroperasi,” paparnya.

Namun, sebelum Legok Nangka diaktivasi, TPA Sarimukti akan tetap menjadi tempat untuk menampung semua sampah.

“Sekarang di TPA Sarimukti sudah berangsur normal. Tapi memang masih ada PR yang belum selesai di Kota Bandung. Jalannya belum diperbaiki, jika hujan pasti akan ada kendala lagi. Tahun ini Pemprov Jabar akan memperbaiki jalan tersebut,” katanya.(**/red)