The Panturas Rilis Album Mini Berbahasa Sunda: Galura Tropikalia!

The Panturas

Prolite – The Panturas, Si Kuartet Surf Rock Jatinangor, Bikin Gebrakan Baru!

Ada kabar seru nih buat para penggemar musik lokal! Kuartet rock selancar asal Jatinangor, The Panturas, baru aja melepas album mini (EP) terbaru mereka yang diberi judul “Galura Tropikalia” pada Jumat, 22 November. Yang bikin spesial, semua lagu di album ini menggunakan bahasa Sunda sebagai lirik utamanya.

Nggak cuma itu, mereka juga menghadirkan sentuhan musik tradisional Sunda di setiap aransemen lagu. Kombinasi unik antara surf rock dengan nuansa lokal ini bikin album mereka terasa fresh dan beda dari karya sebelumnya. Udah siap buat diajak selancar sambil menikmati budaya Pasundan? Let’s dive in!

Karya Otentik dengan Cita Rasa Sunda

Dalam EP Galura Tropikalia, The Panturas menyuguhkan total enam lagu, termasuk dua single yang sudah dirilis lebih dulu, yaitu “Lasut Nyangkut” pada 4 Oktober dan “Jimat” pada 25 Oktober.

Menariknya, album ini juga menghadirkan kolaborasi dengan legenda pop Sunda, Doel Sumbang. Kehadiran Doel Sumbang jelas memberikan warna autentik yang memperkuat identitas album ini sebagai penghormatan terhadap budaya Sunda.

Tidak hanya dari lirik, musik di album ini juga sarat dengan nuansa tembang tradisional Sunda. Mereka bahkan menggubah ulang lagu pop Sunda legendaris berjudul “Talak Tilu”, yang dulu dipopulerkan oleh Upit Sarimanah.

Proses pembuatan album ini nggak kalah menarik! Menurut Surya Fikri alias Kuya, drummer The Panturas, setiap langkah dalam penggarapan Galura Tropikalia menjadi pengalaman baru yang seru dan penuh tantangan.

“Saya merasa banyak sekali hal baru yang kami bisa temukan, kami banyak melakukan eksplorasi dan pola-pola baru,” ujar Kuya.
“Hal paling besarnya adalah ternyata kami bisa membelokkan arah musik yang kami mainkan ini ke area yang sangat familiar dengan tanah bumi Pasundan.”

Tantangan terbesar, menurut mereka, justru ada pada penulisan lirik. Meski mereka semua orang Sunda, menyusun lirik dalam bahasa Sunda ternyata bukan hal yang mudah. Namun, hasilnya justru terasa lebih autentik dan sarat makna.

Tim Kreatif dan Kolaborasi yang Solid

The Panturas nggak sendirian dalam menggarap album ini. Mereka menggandeng Ricky Virgana dari White Shoes and The Couples Company sebagai produser, serta Om Robo dari Southern Beach Terror sebagai guru spiritual gitar.

Selain itu, ada juga kontribusi musisi lainnya seperti Panji Wisnu (keyboard/synth), Rezki Delian (perkusi), dan Andri (pencak tarompet).

Kombinasi kreativitas mereka menciptakan harmoni yang unik antara musik modern dengan elemen tradisional.

Dengan durasi sekitar 21 menit, album ini menjadi pengalaman musik yang singkat tapi padat dengan keindahan dan kekayaan budaya Sunda.

Rencana Tur dan Showcase di Masa Depan

Kabar baiknya, Galura Tropikalia nggak hanya akan dinikmati lewat platform streaming, tapi juga direncanakan untuk tur dan showcase.

The Panturas berharap bisa membawakan karya mereka langsung di hadapan para pendengar, baik di berbagai kota di Indonesia maupun mancanegara.

“Semoga albumnya bisa diterima dan pendengar The Panturas hari ini masih tetap bisa menikmati musik kami tanpa kendala perbedaan bahasa,” tutup Kuya penuh harap.

Kenapa Kamu Harus Dengerin Galura Tropikalia?

Kalau kamu penggemar musik lokal, album ini adalah bukti nyata bagaimana budaya tradisional bisa berpadu dengan genre modern.

Dari lirik, aransemen musik, hingga kolaborasi yang solid, Galura Tropikalia menawarkan pengalaman baru yang unik dan bikin bangga jadi bagian dari budaya Sunda.

Jadi, tunggu apa lagi? Yuk, langsung streaming Galura Tropikalia di platform musik favoritmu, dan jangan lupa bagikan ke teman-teman biar mereka juga ikut menikmati karya keren ini! 🌊🎶




The Panturas x Doel Sumbang : Kolaborasi Epik dengan Single ‘Jimat’ yang Sarat Makna

The Panturas x Doel Sumbang

Prolite – The Panturas Gaet Doel Sumbang Rilis Single “Jimat”: Kolaborasi Epic yang Mengusung Kearifan Lokal!

Siapa yang nggak kenal sama The Panturas, band surf-rock asal Jatinangor, Sumedang, yang selalu punya cara unik buat bikin musik?

Kali ini mereka menggandeng penyanyi legendaris Doel Sumbang untuk merilis single terbaru berjudul “Jimat”. Lagu ini bukan cuma sekadar rilisan musik biasa, tapi sebuah karya yang penuh makna dan kaya akan pesan tradisional Sunda.

Single “Jimat” menjadi pembuka kedua setelah “Lasut Nyanggut” untuk album mini Galura Tropikalia yang akan rilis November 2024 mendatang. Penasaran sama kisah di balik lagu ini dan liriknya? Yuk, simak selengkapnya!

Mengusung Nasihat Tradisional dalam Nuansa Sunda yang Mendalam

The Panturas feat. Doel Sumbang – Jimat (Official Music Video)

Lagu “Jimat” berdurasi sekitar 3 menit 20 detik dan membawa pesan mendalam tentang nasihat dari orang tua, kakek-nenek, atau kerabat terdekat.

Sesuai dengan judulnya, “Jimat” terinspirasi dari wejangan klasik Sunda yang berbunyi, “doa indung jadi jimat, doa bapak jadi ubar,” yang berarti doa ibu menjadi penangkal, doa ayah menjadi obat. Pesan ini mengingatkan kita betapa pentingnya doa orang tua sebagai pegangan hidup.

Lirik lagu “Jimat” ini seolah membawa pendengar kembali ke tradisi lisan dan budaya Sunda, menyisipkan peribahasa dan ungkapan yang kaya akan makna.

Rizal Taufik, gitaris The Panturas sekaligus penulis lirik, menjelaskan bahwa ia ingin menambahkan sentuhan budaya lokal dalam liriknya dengan memasukkan istilah-istilah Sunda yang mendalam.

“Dalam hidup, kita perlu punya pegangan, dan doa orang tua adalah salah satu bentuk jimat yang paling kuat,” ungkap Rizal.

Perpaduan Instrumen yang Menggambarkan Keunikan Musik Sunda dan Surf Rock

Kolaborasi ini nggak cuma istimewa dari segi lirik, tetapi juga aransemen musiknya. The Panturas berhasil menggabungkan unsur musik modern dengan sentuhan budaya lokal, menghasilkan sebuah karya yang out of the box.

Dengan nuansa gitar magis bernada “da mi na ti la da” yang menambah cita rasa khas Sunda, mereka menambah kesan tradisional lewat ketukan drum disco pop yang seru.

Selain itu, The Panturas juga menghadirkan kolaborator berbakat seperti Andri pada tarompet pencak, Panji Wisnu pada keyboard dan synth, serta Rezki Delian dari Hockey Hook dan El Karmoya yang mengisi bagian bonga.

Keputusan untuk menggabungkan elemen-elemen ini membuat lagu “Jimat” jadi unik dan segar, sekaligus memancarkan identitas The Panturas yang berakar kuat pada kearifan lokal Sunda.

Doel Sumbang: Idola Masa Kecil yang Jadi Kenyataan

Bagi Ijal dan Kapten Kuya (Surya Fikri Asshidiq), berkolaborasi dengan Doel Sumbang adalah impian yang jadi kenyataan.

Sejak kecil, mereka telah mengidolakan Doel Sumbang, sosok legendaris di dunia musik pop Sunda. Proses penggarapan lagu ini terasa semakin spesial karena Doel Sumbang ternyata sudah mendengar musik mereka sejak lama.

Ijal menceritakan bagaimana lagu-lagu Doel Sumbang selalu menghiasi playlist keluarga mereka saat bepergian. “Doel Sumbang itu idola saya dan Kuya. Alhamdulillah, dibantu Abah Iyo dari Pure Saturday, akhirnya kami bisa berkolaborasi,” kata Ijal.

Kolaborasi ini seolah menjadi perayaan, bukan hanya karena mereka berhasil mengajak Doel Sumbang, tetapi juga karena kesempatan untuk menggandeng kawan-kawan musisi yang sudah dekat dengan mereka.

Lagu “Jimat” ini adalah hasil kerja keras dan dedikasi yang mereka bangun selama bertahun-tahun.

Lirik Lagu Jimat yang Penuh dengan Peribahasa Sunda

Nah, buat kamu yang penasaran sama liriknya, berikut adalah lirik lengkap dari lagu Jimat yang penuh dengan pepatah dan peribahasa Sunda.

Lirik ini bagaikan wejangan dalam bentuk jampi atau jampé yang sering ditemui dalam ritual kesundaan, seperti pupuh dan dongeng.

Loba néangan dulur, boga kaweruh nu luhur
(Bobot pangayom)
Teu poék neangan jalur
(Timbang taraju)
Bisa ngariksa diri, sangkan hirupna mandiri
(Asak rampa)
Teguh boga jadi diri
Teu ka bawa sakaba-kaba

Ngalayang katebak angin
(Cakakak di leuweung, Injuk talina)
Ngangkleung ti hilir ka girang
(Dihakan dibeuweung, Hitut jadina)
Teu boga jimat nu jadi Pamuntangan
Leumpeuh papalidan

Nété Taraje Nincak Hambalan
Caringcing Pageuh Kancing Saringset Pageh Ikét
Kalakuan Pagiri-Giri Calik, Pagirang-Girang Tampaian
Teu Unggut Kalinguan, Teu Gedag Ka Angina
Tunggul Diparud, Catang Dirumpag
Ngeduk Cikur Kedah Mihatur, Nyokél Jahé Kedah Micarék

Ngalayang Katebak Angin
(Cakakak Di Leuweung, Injuk Talina)
Ngangkleung Ti Hilir Ka Girang
(Dihakan Dibeuweung, Hitut Jadina)
Nu Ngaran Hirup Dunya Mah Ngumbara
Nyimpang Kur Saliwat

Dengan nuansa bahasa Sunda yang kental, lirik ini menampilkan berbagai kalimat pepatah yang seolah menjadi pengingat untuk hidup mandiri dan memiliki pegangan hidup yang kokoh.

Galura Tropikalia: Album Baru yang Menggabungkan Surf Rock dan Budaya Lokal

Setelah merilis single pembuka pertama berjudul Lasut Nyanggut, “Jimat” menjadi single kedua yang mempersiapkan para penggemar untuk album Galura Tropikalia.

Album ini rencananya akan rilis pada November 2024, di bawah naungan label Los Panturas Ent. dan didistribusikan secara fisik oleh La Munai Records.

The Panturas, yang terdiri dari Abyan Zaki Nabilio (vokal/gitar), Rizal Taufik (gitar), Bagus Gogon (bass), dan Surya Fikri Asshidiq (drum), telah membuktikan bahwa mereka adalah band yang nggak hanya menghibur tapi juga membawa pesan kuat lewat musik mereka.

Band yang mulai terbentuk sejak 2015 ini terus meniti karir dengan mengusung identitas mereka yang kuat sebagai band surf rock lokal.

The Panturas ingin mengusung kearifan lokal ke dalam musik mereka, dan Jimat adalah salah satu bukti nyata dari komitmen mereka untuk terus mengangkat budaya Indonesia.

Buat kamu yang ingin mendalami makna-makna peribahasa Sunda dalam musik, single “Jimat” dari The Panturas dan Doel Sumbang ini wajib banget masuk playlist.

Dengan perpaduan unik antara surf rock dan budaya lokal Sunda, lagu ini menawarkan pengalaman musik yang nggak cuma enak didengar tapi juga menginspirasi.

Jadi, jangan sampai kelewatan buat dengerin lagu Jimat dan dukung The Panturas di album mini Galura Tropikalia yang akan rilis November nanti, ya!




Sejarah Lagu Halo-halo Bandung, Diciptakan 1946 oleh Ismail Marzuki

Lagu Halo-halo Bandung di rubah menjadi Hello Kuala Lumpur (Youtube).

BANDUNG, Prolite – Beberapa waktu lalu warga Kota Bandung di gegerkan karena video lirik lagu halo-halo Bandung berubah menjadi Hello Kuala Lumpur.

Lagu jiplakan yang di buat dari Negara tetangga yakni Malaysia viral setelah di unggah pada saluran Youtube Lagu Kanak TV pada 2018 lalu.

Meskipun lirik lagu Hello Kualumpur sudah di ubah namun nada serat ketukan semua mengikuti lagu ciptaan Ismail Marzuki.

Dubes RI di Malaysia, Hermono, mengatakan pihak Kedutaan Besar RI sedang mengumpulkan bukti terkait plagiarisme tersebut.

Halo-Halo Bandung adalah lagu nasional Indonesia yang menceritakan perjuangan bangsa Indonesia dalam peristiwa “Bandung Lautan Api”, yang membakar Kota Bandung di Jawa Barat sebelum pasukan Inggris menguasai kota itu.

Mungkin masih ada yang belum tau tentang sejarah lagu halo-halo Bandung yang diciptakan oleh Ismail Marzuki.

Berikut sejarah lagu Halo-Halo Bandung

wikipedia
wikipedia

Lagu yang di ciptakan pada tahun 1946 oleh Ismail Marzuki, merupakan dari kisah Ismail Marzuki yang sempat mengungsi ke Bandung bersama istrinya.

Istri sang pencipta lagu Eulis Zuraidah untuk menghindari pendudukan tentara Inggris dan Belanda di Jakarta.

Namun, tidak lama setelah mereka menetap di Bandung, terbit ultimatum dari pihak Inggris yang memerintahkan pihak tentara pejuang Indonesia untuk segera meninggalkan Kota Bandung

Para pejuang Indonesia membalas dengan sengaja membakar rumah dan gedung di wilayah selatan kota Bandung sebelum mereka meninggalkan kota pada 24 Maret 1946.

Karena peristiwa itulah maka dari itu Bandung dikenal sebagai “Bandung Lautan Api”.

Setelah kejain tersebut Ismail Marzuki dan istrinya kembali ke Kota Jakarta, namun kenangan indah di Kota Bandung tidak bisa ia lupakan begitu saja.

Karena itulah alasan dirinya untuk menciptakan lagu dengan berbahasa Sunda dengan judul halo-halo Bandung”.

Tidak hanya itu, Ismail Marzuki juga menciptakan beberapa lagu lainnya seperti, “Bandung Selatan di Waktu Malam” dan “Saputangan dari Bandung Selatan”.

Setelah itu, lagu Halo-Halo Bandung menjadi sangat dikenal dan menjadi bagian dari lambang perjuangan kemerdekaan Indonesia melawan penjajah.