Haus Validasi: Kenapa Kita Selalu Ingin Diakui oleh Orang Lain?

Prolite – Haus Validasi: Kenapa Kita Selalu Ingin Diakui oleh Orang Lain?
Ketika kita berbicara tentang pergaulan, siapa sih yang nggak pengen disukai dan diterima? Rasanya menyenangkan ketika teman-teman memberikan perhatian, like di media sosial membludak, dan kita jadi merasa “dilirik”.
Tapi, pernah nggak kamu bertanya ke diri sendiri: Apa aku sudah kelewat batas ya? Apa keinginan untuk selalu disukai itu wajar, atau malah bisa bikin kehilangan diriku sendiri? Yuk kita bahas topik yang sering jadi dilema ini, siapa tahu, kamu menemukan jawabannya di sini!
Mengapa Banyak Orang Merasa Harus Selalu Diterima dalam Lingkaran Pergaulan?
Manusia itu pada dasarnya, makhluk sosial. Dari zaman purba sampai sekarang, kita butuh orang lain untuk bertahan hidup, baik secara fisik maupun emosional.
Jadi, keinginan untuk diterima sebenarnya adalah hal yang wajar. Namun, di era digital seperti sekarang, kebutuhan ini sering kali diperparah oleh media sosial.
Coba deh bayangin, notifikasi like dan komentar di Instagram atau TikTok itu seperti hadiah kecil yang bikin otak kita bahagia. Ini disebut “dopamin hit.”
Akibatnya, kita jadi ketagihan, selalu ingin lebih, lebih, dan lebih lagi hingga jadi haus validasi. Kalau nggak dapat validasi, rasanya kayak ada yang kurang, setuju nggak?
Selain itu, ada juga tekanan dari lingkungan. Misalnya, kamu takut dicap “beda sendiri” atau “nggak asik” kalau nggak ikut tren tertentu. Lingkungan kita secara nggak sadar bikin standar yang kadang melelahkan untuk diikuti.
Tanda-Tanda Haus Validasi dalam Hubungan Sosial
Kalau kamu penasaran apakah kamu sedang berada di fase “haus validasi,” berikut tanda-tandanya:
- Selalu Mengunggah Segalanya di Media Sosial: Apa pun yang kamu lakukan, rasanya kurang afdol kalau nggak dipamerkan. Lagi makan, liburan, bahkan saat olahraga, semua harus diunggah.
- Overthinking pada Komentar Orang: Kalau ada satu komentar negatif, kamu langsung kepikiran semalaman. Padahal, seribu komentar positif sudah ada.
- Mengubah Diri Demi Orang Lain: Kamu sering merasa harus menyesuaikan diri dengan ekspektasi orang, bahkan sampai mengorbankan apa yang sebenarnya kamu suka.
- Takut Sendiri: Rasanya nggak nyaman kalau harus duduk sendiri di kafe atau pergi tanpa teman, karena takut dianggap aneh.
Kalau tanda-tanda haus validasi ini ada di kamu, jangan khawatir. Kita akan bahas cara mengatasinya nanti!
Apakah Haus Validasi Merupakan Fenomena Modern atau Kebutuhan Psikologis Dasar Manusia?
Di satu sisi, haus validasi memang fenomena modern yang diperparah oleh teknologi. Namun, di sisi lain, ini juga bagian dari kebutuhan dasar manusia untuk merasa diterima.
Menurut Abraham Maslow dalam teori hierarki kebutuhannya, kebutuhan akan pengakuan berada di level yang cukup tinggi setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Namun, zaman dulu, validasi lebih sering diperoleh melalui interaksi langsung, seperti pujian dari keluarga atau tetangga.
Sekarang, kita bergantung pada layar kaca dan orang asing yang belum tentu peduli. Jadi, meski kebutuhan ini alami, cara kita memenuhinya yang perlu dievaluasi.
Psikologi memandang bahwa kebutuhan validasi adalah bagian dari self-esteem (harga diri). Ketika kita merasa dihargai, kita cenderung lebih percaya diri dan bahagia. Namun, masalah muncul saat validasi eksternal menjadi satu-satunya sumber kebahagiaan.
Menurut Carl Rogers, seorang psikolog terkenal, manusia akan berkembang secara optimal jika mendapatkan “unconditional positive regard” atau penghargaan tanpa syarat.
Jadi, haus validasi itu sehat selama tidak bergantung sepenuhnya pada orang lain. Kunci utamanya adalah seimbang antara validasi eksternal dan internal.
Bagaimana Menemukan Batasan antara Kebutuhan Sehat dan Perilaku Berlebihan?
- Refleksi Diri: Tanyakan pada dirimu sendiri, “Kenapa aku ingin disukai? Apakah ini untuk kebahagiaanku atau hanya untuk memenuhi ekspektasi orang lain?”
- Kurangi Paparan Media Sosial: Sesekali coba detox digital. Habiskan waktu dengan orang-orang terdekat tanpa mengunggah apa pun.
- Belajar Menerima Diri Sendiri: Fokus pada kelebihanmu dan jangan terlalu keras pada kekuranganmu.
- Jangan Takut Menolak: Jika ada ajakan yang nggak sesuai dengan prinsipmu, nggak apa-apa kok untuk bilang “tidak.”
- Jadilah Pendengar yang Baik: Kadang, cukup mendengarkan curhat teman tanpa menghakimi bisa membuat hubungan lebih bermakna.
- Fokus pada Kualitas, Bukan Kuantitas: Nggak perlu punya banyak teman. Cukup beberapa, asal mereka benar-benar peduli.
- Hindari Pamer Berlebihan: Jadilah diri sendiri tanpa perlu membuktikan apa pun.
- Berikan Validasi pada Orang Lain: Kadang, memberi pengakuan kepada orang lain bisa membuat kita lebih menghargai hubungan.
Pentingnya Menjadi Autentik dan Tidak Terlalu Memikirkan Pendapat Orang Lain
Authenticity atau keaslian diri itu ibarat harta karun yang sering kita abaikan. Ketika kamu menjadi diri sendiri, orang yang benar-benar tulus akan datang dengan sendirinya. Ingat, kamu nggak bisa membuat semua orang suka padamu, dan itu nggak apa-apa.
Hidup ini terlalu singkat untuk terus menerus berpikir, “Apa yang mereka pikirkan tentang aku?” Sebaliknya, tanyakan, “Apakah aku bahagia dengan diriku sendiri?”
Keinginan untuk disukai itu wajar, tapi jangan sampai kamu kehilangan jati diri demi validasi yang belum tentu tulus. Jadilah autentik, karena dunia membutuhkan lebih banyak orang yang asli, bukan tiruan.
Yuk, mulai fokus pada kebahagiaan yang datang dari dalam diri. Karena pada akhirnya, pendapat orang lain nggak akan ada artinya kalau kamu sendiri nggak bahagia. Jadi, siap untuk lebih menerima diri sendiri mulai sekarang?