Eco-Anxiety: Kecemasan Zaman Now yang Bikin Banyak Remaja Ikut Gelisah

Prolite – Eco-Anxiety: Kecemasan Zaman Now yang Bikin Banyak Remaja Ikut Gelisah

Pernah nggak sih kamu ngerasa gelisah tiap baca berita soal bumi makin panas, hutan terbakar, atau es di kutub mencair? Atau malah sampai susah tidur mikirin masa depan yang kayaknya makin suram gara-gara krisis iklim? Kalau iya, kamu nggak sendirian kok. Rasa gelisah dan cemas soal kondisi planet ini ternyata punya nama: eco-anxiety.

Eco-anxiety atau kecemasan ekologis adalah kondisi psikologis yang muncul karena kekhawatiran berlebihan terhadap perubahan iklim dan dampaknya terhadap masa depan bumi. Istilah ini mulai populer beberapa tahun terakhir, dan di 2025 ini, makin banyak anak muda—terutama Gen Z—yang merasakannya.

Tapi tenang, kita akan bahas lengkap apa itu eco-anxiety, gimana gejalanya, dan cara menghadapi rasa cemas ini supaya kita tetap waras sambil tetap peduli sama lingkungan. Yuk, kita bahas bareng-bareng!

Apa Itu Eco-Anxiety? Ketika Krisis Iklim Meresap ke Dalam Pikiran

Menurut American Psychological Association (APA), eco-anxiety adalah “rasa takut kronis terhadap malapetaka lingkungan”. Ini bukan gangguan mental resmi, tapi lebih ke reaksi wajar terhadap situasi yang nggak wajar—alias, ketika kita tahu bumi sedang tidak baik-baik saja.

Kecemasan ini bisa muncul dari:

  • Paparan terus-menerus terhadap berita soal bencana alam, polusi, dan perubahan iklim
  • Rasa frustrasi karena merasa nggak bisa melakukan perubahan besar
  • Perasaan bersalah kalau nggak bisa hidup ramah lingkungan

Yang unik, eco-anxiety ini lebih banyak dirasakan oleh generasi muda, karena mereka yang akan hidup lebih lama dan merasakan dampak perubahan iklim paling besar di masa depan.

Dampak Nyata Eco-Anxiety: Nggak Cuma Galau, Tapi Bisa Ganggu Aktivitas Harian

Kecemasan ini bisa berdampak ke banyak aspek kehidupan. Beberapa dampak nyatanya adalah:

  • Gangguan tidur: susah tidur atau mimpi buruk karena kepikiran terus soal masa depan planet
  • Kecemasan umum: jadi mudah gelisah, gampang panik, atau merasa tidak berdaya
  • Penurunan produktivitas: kehilangan motivasi untuk belajar, kerja, atau bersosialisasi karena merasa semuanya sia-sia

Sebuah survei global tahun 2024 yang dilakukan oleh The Lancet menyebutkan bahwa 60% remaja dari 10 negara mengaku sangat khawatir soal perubahan iklim, dan 45% mengatakan kecemasan ini berdampak pada keseharian mereka.

Ini serius, tapi bukan berarti nggak ada solusinya.

Cara Menghadapi Eco-Anxiety: Dari Ngobrol Bareng Sampai Aksi Nyata

Tenang, eco-anxiety bukan akhir dunia (pun intended). Ada banyak cara untuk mengelola rasa cemas ini supaya jadi kekuatan, bukan beban. Yuk, intip beberapa strateginya!

1. Ikut Climate Café: Ngobrol Santai, Tapi Bermakna

Climate café adalah komunitas atau ruang ngobrol santai buat orang-orang yang merasa cemas soal krisis iklim. Di sana, kita bisa:

  • Curhat tanpa di-judge
  • Tukar cerita dan ide
  • Merasa terhubung dengan orang lain yang punya kekhawatiran serupa

Kegiatan ini mulai populer di Eropa dan kini hadir juga di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung.

2. Tumbuhkan Kesadaran Prososial: Cemas Tapi Nggak Egois

Kesadaran prososial adalah sikap peduli terhadap kesejahteraan orang lain dan lingkungan. Ini bisa mengubah kecemasan jadi aksi positif. Contoh:

  • Ikut gerakan zero waste
  • Dukung petani lokal
  • Edukasi teman-teman soal konsumsi berkelanjutan

Penelitian terbaru (Juli 2025) dari Climate Psychology Alliance menyebutkan bahwa aksi-aksi kecil yang dilakukan bersama komunitas bisa menurunkan rasa cemas dan meningkatkan harapan.

3. Langkah Bijak untuk Lingkungan: Fokus ke Hal yang Bisa Kamu Kontrol

Daripada stres mikirin hal besar yang nggak bisa kita ubah sendirian, lebih baik fokus ke hal kecil tapi berdampak:

  • Kurangi fast fashion, beli baju preloved
  • Pilih transportasi publik atau sepeda
  • Kurangi konsumsi daging

Langkah-langkah ini mungkin tampak kecil, tapi jika dilakukan oleh banyak orang, dampaknya bisa besar. Plus, kamu jadi punya rasa kendali dan kontribusi.

Eco-Anxiety + Self-Care: Kombinasi yang Penting Banget

Jangan lupa, peduli lingkungan itu penting, tapi jangan sampai kamu burnout atau merasa lelah mental. Self-care tetap dibutuhkan, bahkan sangat penting!

Coba deh:

  • Batasi waktu konsumsi berita lingkungan (misalnya cukup 30 menit per hari)
  • Lakukan kegiatan yang membuat kamu rileks, seperti meditasi, journaling, atau jalan di taman
  • Cari komunitas yang suportif
Cemas Itu Wajar, Tapi Jangan Biarkan Membekukan Langkahmu!

Sobat bumi, cemas soal masa depan planet itu wajar banget. Artinya kamu punya empati, kamu peduli. Tapi yuk, jangan biarkan rasa itu bikin kamu lumpuh.

Justru dari rasa gelisah itu, kita bisa mulai dari hal kecil—ngobrol, belajar, bergerak bareng komunitas, dan terus sadar bahwa perubahan besar dimulai dari langkah-langkah kecil.

Jadi, kamu siap mengubah kecemasan jadi kekuatan? Yuk share artikel ini ke teman-temanmu dan ajak mereka ngobrol tentang eco-anxiety. Siapa tahu, kamu bisa jadi awal dari percakapan penting yang menyelamatkan masa depan 🌱🌍




Isu Lingkungan Jadi Spirit Pembangunan Jangka Panjang Kota Bandung

Isu Lingkungan

BANDUNG, Prolite – Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung serius menetapkan isu lingkungan sebagai spirit pembangunan jangka panjang dan berkelanjutan.

Hal ini tergambar dalam Fokus Grup Disscution (FGD) Rancangan Peraturan Daerah Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Raperda RPPLH) di Prime Park Hotel, Rabu 29 November 2023.

– Humas Kota Bandung

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Dudy Prayudi mengatakan, pelaksanaan FGD bertujuan mengumpulkan masukan, saran dan pendapat terkait Rancangan Peraturan Daerah Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Raperda RPPLH).

“Isu lingkungan mulai dari degradasi lingkungan, kualitas udara dan limbah menuntut kita mencari solusi strategi. Raperda ini merupakan komitmen bersama untuk melindungi dan mengelola Lingkungan Hidup,” kata Dudy.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Dudy Prayudi – Humas Kota Bandung

 

 

Menurutnya, dengan aturan yang jelas tentang perlindungan lingkungan hidup dalam dinamika pembangunan berkelanjutan, akan menjadikan investasi jangka panjang dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam Raperda tersebut, kata Dudy, kebijakan RPPLH disusun berdasarkan hasil analisis tantangan utama dan isu lingkungan yang strategis meliputi acuan dan dasar dalam penyelenggaraan pembangunan di daerah Kota Bandung.

Terdapat 2 strategi yang akan dibuat yakni strategi umum dan strategi implementasi. Serta akan ada tiga skenario RPPLH yang disusun menjadi 3 periode tahunan.

Skenario 10 tahun pertama, kata Dudy, ditujukan untuk penyelarasan perencanaan pembangunan dengan pelestarian dan perbaikan kualitas lingkungan hidup di Kota Bandung.

Selanjutnya, skenario 10 tahun kedua ditujukan untuk peningkatan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup melalui perbaikan lingkungan hidup dan pengembangan teknologi.

“Di 10 tahun terakhir ditujukan untuk peningkatan ketahanan lingkungan hidup dari tekanan pembangunan dan iklim,” katanya.

Sementara itu, Ketua Pansus 7 DPRD Kota Bandung, Yudi Cahyadi menyebut, tantangan pembangunan ke depan akan sangat sulit terutama terkait dengan isu lingkungan.

Ketua Pansus 7 DPRD Kota Bandung, Yudi Cahyadi – Humas Kota Bandung

“Banyak isu strategis salah satunya isu kondisi air tanah, RTH, kemacetan, polusi udara air dan tanah supaya kebijakan relevan dengan pembangunan keberlangsungan keberlanjutan di Kota Bandung,” kata Yudi.

Harapannya, kata Yudi, RPPLH bisa masuk ke seluruh OPD yang punya kewajiban terkait pembangunan kota Bandung. Semua OPD harus mengacu pada RPPLH.

“Pentingnya aspek lingkungan hidup dalam rencana pembangunan kota yang berkelanjutan. Semoga ini menjadi momentum dan menjadi acuan kita untuk memastikan rencana pembangunan dan kebijakan kita dapat berpijak juga pada isu lingkungan,” ujarnya.

Sebagai informasi, FGD ini merupakan bagian dari pembahasan Raperda RPPLH Kota Bandung. Acara ini diikuti berbagai lapisan masyarakat mulai dari pemerintah, DPRD, Akademisi, dan masyarakat. (rob)**