Elton: Raperda Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat Menjadi Payung Hukum 

Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, Elton Agus Marjan, S.E., mengatakan Raperda Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat akan menjadi payung hukum (dok).

Elton: Raperda Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat Menjadi Payung Hukum

Prolite – Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, Elton Agus Marjan, S.E., mengatakan Raperda Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat akan menjadi payung hukum dan pendoman apabila terjadi konflik di masyarakat. Diharapkan, dengan adanya aturan ini mendorong Kota Bandung tetap guyub dan rukun.

“Seperti kemarin terjadi di Arcamanik, ini kan perlu payung hukum dan bebeeapa kejadian yang lalu. Maka dari itu, DPRD berinisiasi membuat Perda tentang Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat,” ungkap Elton.

Raperda ini, kata Elton, sebetulnya tidak mengatur konflik agama, dan tidak masuk dalam ranah ajaran agamanya. Namun mengatur hubungan antar umar bergama, sehingga harapannya di Bandung senantiasa guyub dan rukun

“Apakah di Bandung rentan (konflik, red)? Dibilang riskan juga tidak juga, tapi ada. Jadi kita sedia payung sebelum hujan, jadi bila kedepan ada apa-apa kita bisa menyelesaikan. Ini sebagai antisipasi saja,” ujarnya.

Perda Keberagaman Kehidupan Bemasyarakat, kata Elton, tidak terfokus pada paham agama. Terlebih di Kota Bandung ini dihuni warga dari berbagai suku, budaya, agama dan kepercayaan.

“Tidak sebatas agama, bahkan konflik ekonomi. Karena bisa jadi ada kepentingan ekonomi ditengah konflik tersebut,” ujarnya.

Ia mengetahui hal itu saat kunjungan ke Salatiga. Saat itu dicontohkan terkait pendirian gereja dan terjadi konflik yang memang kelihatannya berkaitan dengan agama. Namun ternyata hal yang dipermasalahkan adalah lahannya.

Pasalnya, lahannya berada di lokasi yang cukup strategis dan terdapat orang yang mengincar tempat itu, maka diprovokasi sehingga terjadilah konflik

“Maka sebenarnya itu bukan kepentingan agama, tapi bisa ekonomi. Jadi konflik itu bisa karena masalah ekonomi, tidak hanya SARA,” ungkapnya.

Intinya, kata Elton, raperda ini bukan hanya mengatur tentang masalah agama, karena itulah disebut keberagaman dan kehidupan bermasyarakat. “Perda ini payung hukum atau salah stau solusi kita berinteraksi, betoleransi baik antar umat beragama atau antar suku,” jelasnya.

Ditegaskannya, Pansus 9 tidak spesifik membahas soal agama, karena raperda ini mangatur soal potensi konflik yang bisa timbul di kehidupan bermasayarakat. “Di sana membahas bagaimana cara menyelesaikan kalau ada kasus, kalau ada konflik sosial juga,” ujarnya.

Raperda ini, kata Elton, terdapat 21 pasal dengan 11 bab dan saat ini masih dibahas. “Kalau saya baca secara lengkap yang paling penting kalau tejadi konflik, disebutkan ada beberapa metoda atau cara penyelesaian konflik. Dengan adanya perda, nanti akan ada pedoman atau pegangan,” terangnya.

Ditargetkan, raperda ini beres dibahas pada Agustus dan bisa disahkan menjadi perda. “Target di Agustus sudah beres, karena tidak terlalu banyak konflik kepentingan. Ini raperda yang mengatur keberagaman dan kehidupan bermasyarakat, jadi tidak ada muatan politis,” pungkasnya.




Pansus 10 Bahas RPJMD DPRD Kota Bandung Membutuhkan Kerjasama Semua Pihak 

Ketua Pansus 10 DPRD Kota Bandung, Drs. Heri Hermawan

Pansus 10 Bahas RPJMD DPRD Kota Bandung Membutuhkan Kerjasama Semua Pihak

BANDUNG, Prolite – Ketua Pansus 10 yang membahas RPJMD DPRD Kota Bandung, Drs. Heri Hermawan mengatakan, untuk mencapai tujuan pembangunan yang sudah ditetapkan dalam RPJMD Kota Bandung, dibutuhkan kerjasama semua pihak.
“Pihak-pihak yang menjadi penentu keberhasilan pencapaian RPJMD adalah eksekutif, legislatif dan warga Kota Bandung sendiri,” ujar Heri.

Untuk itu, Heri mengajak semua stakeholder untuk bekerjasama dalam pencapaian target RPJMD. Salah satu target yang dimaksud adalah peningkatan indikator yang sudah ditentukan.
“Kita mempunyai beberapa indikator yang harus dicapai, agar pembangunan di Kota Bandung. Isa meningkat” jelasnya.

Salah satu indikatornya adalah, Bandung menjadi kota layak huni. Karena dengan dicapainya indikator ini, artinya Kota Bandung dianggap ramah, aman dan nyaman, untuk ditinggali.

Namun dari semua program yang tercantum dokumen RPJMD harus sesuai dengan bisi misi Walikota dan Wakil Walikota Bandung, M. Farhan dan Erwin. Yaitu Bandung UTAMA, yang dipaparkan dalam visi Unggul, yang berarti bisa menciptakan SDM berkualitas dan berdaya saing, dengan cara meningkatkan kualitas hidup warga Kota Bandung yang unggul.
Selanjutnya adalah visi terbuka yang merupakan implikasi dari kota inklusif dalam riset pola pikir tata kelola wilayah serta ramah investasi.

Bahkan untuk menunjang pembangunan Kota Bandung, lanjut Heri, kita semua harus bisa menerima bahwa Bandung menjadi kota terbuka.
“Kota terbuka yang dimaksud adalah mau menerima siapa saja yang bisa bekerjasama dalam membangun dan mengembangkan Kota Bandung,” jelasnya.

Berikutnya adalah visi amanah yaitu tata kelola pemerintahan birokrasi dan pelayanan publik yang andal. Dalam hal ini mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publik yang amanah, profesional, akuntabel dan inovatif.

Selanjutnya adalah visi maju yang memajukan ekonomi berkelanjutan termasuk ekonomi kreatif merata dan kompetitif.
“Kita harus bisa mewujudkan Kota Bandung yang maju kreatif dan berdaya saing dalam perekonomian dan infrastruktur yang merata dan berkelanjutan,” tuturnya.

Yang terakhir adalah visi agamis di mana harus menciptakan karakter masyarakat dan budaya yang relegi. Dalam puisi ini harus membentuk karakter warga Kota Bandung yang agamis, moderat, dan toleran.

Heri mengatakan, dalam pembahasan Raperda ini, harus inline dengan peraturan di atasnya, seperti RPJMD dan Perdagangan RTRW Pemprov Jabar.

Untuk menyempurnakan Raperda ini, Heri mengatakan, pihaknya melakukan studi tiru ke Bekasi dan Cirebon.
“Kota Bekasi memiliki PAD yang tinggi kurang lebih sama dengan kita, jadi kita melakukan studi tiru ke sana. Sedangkan Cirebon, meskipun PAD nya tidak setinggi Kota Bandung, namun masih memiliki potensi besar untuk mendongkrak dan kita harus belajar bagaimana cara mereka mendongkrak PAD dengan potensi yang dimiliki,” paparnya.

Pembahasan Raperda ini masih membutuhkan waktu cukup lama untuk akhirnya bisa segera disahkan. Karena masih harus audiensi dengan pihak Pemkot Bandung, dan melewati evaluasi provinsi.




Pansus 9 DPRD Kota Bandung Menilai Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat Masih Kurang

Pansus 9 DPRD Kota Bandung Menilai Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat Masih Kurang (dok).

Pansus 9 DPRD Kota Bandung Menilai Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat Masih Kurang

Prolite – Anggota Pansus 9 DPRD Kota Bandung Dr. Uung Tanuwidjaja, S.E., M.M., menilai Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat masih kurang mendalam karena hanya membatasi peran pemerintah sampai tingkat kelurahan. Diharapkan, peran RW bisa diatur dalam peraturan wali kota.

“Anggota Pansus 9 mempunyai semangat yang sama. Tapi kalau lihat perda ini, masih kurang dalam karena cuma membatasi peran pemerintah sampai tingkat kelurahan. SeharAnggota usnya nanti turunan dari perda yakni perwal, mengatur fungsi dan RW dalam keberagaman kehidupan bermayarakat ini, karena yang berhadapan langsung dengan masyarakat itu RW. Kan sayang sekali kalau tidak dilibatkan, saya harap nanti masuk di perwal,” ujar Uung Anggota Pansus 9 DPRD Kota Bandung.

Untuk memperkaya raperda, Pansus sudah melakukan studi banding ke Semarang dan akan mencari data tambahan ke Salatiga. “Semarang, Salatiga dan Singkawang itu terbaik. Semarang juga bagus, karena jarang sekali konflik (SARA, red) mungkin ada khas budaya pesisir,” ungkapnya.

“Di sana banyak pedagang dari Arab, Cina dan jyga masyarakat lokal. Meski dulu pernah terjadi, tapi mereka punya semangat menjaga kerukunan,” sambungnya.

Menurutnya, di Kota Bandung letupan terkait SARA terjadi karena kurang komunikasi. Biasanya letupan ini soal ibasah, untul kesukian jarang terjadi.

“Yang trendi itu permasalahan rumah ibadah, masyarakat mungkin belum tahu cara pendiriannya, karena kalau kita lihat kota dan kabupaten lain berkomunikasi dengan baik,” ungkapnya

Uung mengakui di raperda ini tidak dibahas soal perizinan datau cara pendirian rumah ibadat. “Ini soal keragamanan secara global, seperti saling menghargai, toleransi, san lainnya,” ungkapnya.

Namun ia sangat menyayangkan tidak ada klausul sanksi dalam raperda tersebut. Dalam raperda ini hanya disebutkan bila setiap orang atau organisasi atau badan hukum dilarang melakukan tindakan intoleransi dan diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat.

Tindakan intoleransi dan diskriminasi dalam kehidupan bermasyarakat diselesaikanzl secara musyawarah diawali di tingkat kelyrahan atau kecamatan.

“Tidak ada sanksi, harus musyawatah dulu. Kalau misalnya terjadi pelanggaran pidana diarahkan pada pihak aparat penegak hukum, tapi ditekankan musywwarah dulu,” jelasnya.

Raperda ini, kata Uung, hanya memiliki 10 bab dan 24 pasal. Diharapkan dengan kehadiran perda ini nantinya masyarakarlt bersatu dan memiliki toleransi tinggi dalam kehidupan bermasyarakat.




Pansus 7 DPRD Kota Bandung Bahas Perda Pengganti PSU

Pansus 7 DPRD Kota Bandung Bahas Perda Pengganti PSU (dok).

Pansus 7 DPRD Kota Bandung Bahas Perda Pengganti PSU

Prolite – Raperda Kota Bandung tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan saat ini tengah digodok Pansus 7 DPRD Kota Bandung. Raperda ini nantinya alan mengganti Perda soal PSU yang diterbitkan pada Tahun 2019.

“Perda PSU sudah ada sebelumnya dibentuk pada Tahun 2019, tapi karena ada hal yang kurang sesuai dengan kebutuhan saat ini, hampir 50 persen banyak perubahan, sehingga ini bukan perubahan tapi mengganti Perda Tahun 2029,” ujar Anggota Pansus 7 DPRD Kota Bandung Oelan Muhammad Ulan Surlan, ., AKUN.

Dikatakannya, pembahasan raperda ini lebih fokus pada masalah penyerahan aset. Saat ini akan diatur 30 persen dari luas lahan perumahan. “Ini disesuaikan dengan kondisi saat ini, karena pada kenyataannya juga berat lahan terbatas, mahal juga,” ungkapnya.

Perda ini, lanjutnya, tidak berlaku surut, sehingga bila ada pengembang yang sudah beres dan belum menyerahkan PSU maka aturannya seperti apa, akan dibahas didalamnya. “Perda ini konteksnya kebermanfaatan. Ada kepastian hukum, penegakan hukum dan pengawasan,” terangnya.

Aturan ini, ungkapnya, harus dibentuk karena masyarakat akan dirugikan apabila PSU belum diserahkan pengembang pada pemerintah. “Masyarakat yang harusnya mendapatkan hak drainase yang baik, tiba-tiba tidak dilaksanakan. Jadi diharapkan, pengembang harus melaksanakan pengembang,” ungkapnya.

Pengembang, kata Ulan, sebelum mendapatkan izin tentunya harus mengajukan permohonan. Kemudian dinas terkait akan melihat penataan ruang Kota Bandung, apakah sudah sesuai peruntukannya. Lalu pengembang menyerahkan gambat atau siteplan sampai keluarlah izin bangunan atau persetujuan bangunan dan gedung.

“Sebelum-sebelumnya diatur bahwa pengembang harus menyerahkan PSU. Tapi ada pengembang yang belum menyerahkan, ada juga yang tidak tahu cara atau mekanisme penyerahkan PSUnya,” ungkapnya.

Tentunya, kata Ulan, ini juga berkaitan dengan pengawasan karena masih ada pengembang yang belum menyerahkan PSU menjadi aset Pemkot Bandung. PSU ini misalnya taman, darinase, brandgang, ruang terbuka hijau. “Masyarakat juga harus tahu bila pengembang harus menyediakan PSU, dan nanti diserahkan pada pada Pemkot,” ujarnya.

Dalam raperda ini pun, dibahas soal sanksi bagi pelanggar berupa sanksi administratif dan denda. “Nanti detailnya di perwal,” ucapnya.

Ditargetkan, bulan ini raperda sudah selesai dibahas dan menjadi perda. Diharapkan, para pengembang pun mentaat8 aturan yang ada di perda.




Raperda Pansus 8 DPRD Kota Bandung Bahas Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren

Ketua Pansus 8 DPRD Kota Bandung, Aa Abdul Rozak, S.Pd.I., M.Ag.

Raperda Pansus 8 DPRD Kota Bandung Bahas Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren

BANDUNG, Prolite – Ingin tahu Sejarah pesantren di Kota Bandung, Pansus 8 DPRD Kota Bandung yang bertugas membahas Raperda Kota Bandung tentang Fasilitasi Penyelenggaraan Pesantren, telah melakukan ekspose dengan tim naskah akademik.

“Kita melakukan ekspose dengan tim naskah akademik, untuk mengetahi filosopi latar belakang Sejarah terkait kenapa pentinngny araperda pesantren di Kota Bandung,” ujar Ketua Pansus 8 DPRD Kota Bandung, Aa Abdul Rozak, ., .

Dari hasil ekpose tersebut, Aaa mengatakan, ada beberapa hal penting yang didapat, diantaranya, pentingnya dibuat perda pesantren ini untuk, yang pertama adalah rekognisi. Yaitu pengakuan terhadap keberadaan pesantren.

“Karena fakta Sejarah membuktikan bahwa pesantren merupakan lembaga pendidikan tertua yang ada di Indonesia, yang telah melahirkan putera-putera terbaik bagsa dan ikut mencerdasakan anak bangsa,” terang Ketua Pansus 8 DPRD Kota Bandung.

Selain itu, lanjut Aa, tidak sedikit alumni pesantren yang sudah menjadi orang yang bermanfaat bagi masyarakat. Baik alumni pesantren jadi kiayi lagi , atau yang jadi politisi, pejabat, pengusaha, birokrat dan kain sebagainya.

“Dan dalam konteks Sejarah pesantren adalah bagian lembaga pendidikan komponen bangsa yang ikut serta dalam merumuskan dan juga ikut serta dalam mendirikann bangsa ini, termasuk sejarah sebelumnya, pesantren, santri kiayi yang ikut mengusir penjajah dan memerdekakan negara. Dalam konteks itu banyak pesantren yang perlu direkognisi sebagai bentuk pengakuan. Dalam hal ini, pemerintah harus hadir , dalam kontek negara ini harus hadir,” papar Ketua Pansus 8.

Selainitu, perda pesantren juga diperluka untuk Afirmasi, yaitu bantuan terhadap pesantren. Sekarang selain melaksanakan ekspose beberapa pasal,kami juga baru pulang kunjungan di Cirebon.

“Yang menarik, di Cirebon pesantrennya paling banyak. Berdasarkan catatan di Kabupaten Cirebon ada 884 pesantren , dengan berbagai macam latar belakang tipologi pesantren yang beda-beda,” tambahnya.

Berdasarkan info Kemenag Cirebon, kata Aa, ada aturan berupa beberapa kriteria, salah saatunya, sebagai pengajar kiayi harus jelas keilmuannya, keilmuan ini harus ditunjukan dalam bentuk sertifikat. Yang juga diatur adalah, dalam pendaftaran pesanatren, harus punya 15 orang santri yang mondok, jika tidak ada yang mondok bukan pesantren tapi majelis taklim.

Setelah ke Cirebon, para aggota pansus melakukan studi tiru ke ke Tangerang, karena mereka sudah ada perda pesantren sebelumnya. Selanjutnya studi tiru ke jateng, dalam rangka mencari info baru yang bisa diterapkan.

Tahapan selanjutnya, pansus akan undang MUI, perwakilan pondok pesantren di Kota Bandung termasuk mengundang forum pondok pesantren.

“Kenapa kita undang forum pondok pesantern? karena penting. Selain dapat masukan dari luar kota, kita juga harus dapat masukan aspirasi keinginan harapan dari pesanatren yang ada di Kota Bandung,” jelasnya.

Selain FGD, bulan depan akan study lapangan ke ponpes di kota bandung, agar tau kearifan lokal yang kita ketahui. Rencana 5 pesnatren, yaitu, pesantren Nurul Iman, di Cibaduyut, Ponpes Persis di Pajagalan karena berdasar Sejarah itu pesantren persis yang pertama.

Selainitu Pesantren Samsul ulung mamadiah diUjung Berung. Ponpes Sukamiskin di Arcamanik, karena itu ponpes tertua di Jabar, dan Ponpes Universal di Cibiru, karena di sana ada kelebihan toleransi, keberagaman, agar komprenesif bikin setiap pasal apa yang dibutuhkan di kota bandung.

Setelah perda ini disahkan, harus ada perwal untuk juklak juknis.

“Degan adanya perda dan perwal, maka negara harus hadir dalam penyelenggaraan pesantren,” tambahnya.

Jika sudah ada perda, diharapkan jangan seperti sekarang. Untuk sekarang, pesantren hanya mendapatkan bantuan hanya bansos dan hibah, itu juga hanya dari Bagian Kesra. “Nanti setelah ada perda, Pemkot bisa memberikan bantuan bukan hanya di kesra, jika pesantren butuh klinik Kesehatan, Dinkes bisa turun tangan. Atau jika butuh asrama, kobong, Dinas PUPR turun. Urusan kebersihan lingkungan Kerjasama dengan DLH. Artinya semua nanti bisa opd bisa turut relibat tidak hanya di kesra saja,” tuturnya.




Pansus 7 DPRD Kota Bandung bertugas membahas Raperda

Juniarso Ridwan, Pansus 7 DPRD Kota Bandung (dok).

Pansus 7 DPRD Kota Bandung bertugas membahas Raperda

BANDUNG, Prolite – Dengan diketuai Juniarso Ridwan, Pansus 7 DPRD Kota Bandung bertugas membahas Raperda Kota Bandung tentang Penyediaan, Penyerahan, dan Pengelolaan Prasarana, Sarana, dan Utilitas Umum Perumahan.

Beberapa yang dibahas diantaranya:

Adanya penyesuaian dengan peraturan di atasnya. Seperti tata ruang, dan kebijakan di bidang pembangunan perumahan;
“Kami juga Kebutuhan yang terukur dan pasti tentang arah rencana PSU,” ujar Juniarso.

Selain itu, lanjut Juniarso, yang dibahas antara lain Pengaturan tahapan pembangunan komplek perumahan.

“Yang kami bahas dari mulai pembuatan rencana tapak (siteplan), kelatakan, ukuran luas, pelaksanaan dan waktu penyerahan PSU kepada Pemda,” tuturnya.

Point lain yang dibahas adalah Tata cara mekanisme perijinan, monitoring, dan langkah penyeselaian apabila terjadi ketidaksesuaian rencana tapak.

“Di dalam Raperda ini, kami juga membahas kemungkinan adanya langkah monitoring dan evaluasi sepanjang proses pembangunan,danya tim evaluasi dan waktu dilakukannya penyerahan PSU, dan Memberikan kepastian hukum atas penyerahan PSU kepada Pemda,” paaprnya.

Juniarso juga memaparkan, pihaknya membahas adanya jaminan ke depannya baik untuk para penghuni, pebgembang maupun Pemda atas kelangsungan PSU yang layak.
” Kemudian untuk kewajiban pengembang menyediakan lahan pemakaman punya dasar hukum yang lebih kuat, yaitu berupa perda,” tuturnya.

Halnya dengan sanki perda, jika terjadi pelanggaran adalah sanksi administratif, Berupa denda dan pencabutan izin usaha.
“Selama ini yang menjadi masalah pengembang sudah susah dicari, pailit dan kondisi PSU tidak layak,” terangnya.

Disinggung mengenai alasan dinuta Raperda ini, Juniarso mengatakan Pansus ini kaitan dengan Raperda tentang penyelenggaraan dan penyerahan PSU, untuk pemutakhiran aspek administrasi dan arahan legal sebagai pegangan operasional bagi Organisasi Perangkat Daerah dan stake holder terkait.

Dibuatnya raperda ini dengan harapan agar proses penyerahan PSU dari pengembang berjalan lancar dan tuntas.




Raperda Keberagaman Kehidupan Masyarakat di Bahas Pansus 9 DPRD Kota Bandung

Wakil Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, Erick Darmadjaya, B.Sc., M.K.P., bahas Raperda tentang Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat (dok).

Raperda Keberagaman Kehidupan Masyarakat di Bahas Pansus 9 DPRD Kota Bandung

BANDUNG, Prolite – Tumbuh sebagai kota besar dengan keberagaman, DPRD Kota Bandung tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Keberagaman Kehidupan Bermasyarakat.

Raperda yang tengah dibahas pansus 9 DPRD Kota Banung ini dibuat lantaran ada permasalahan SARA yang tidak kunjung selesai.

“Pembentukan raperda ini dilatarbelakangi keresahan terhadap permasalahan SARA yang tidak kunjung selesai dengan berbagai kemasannya,” kata Wakil Ketua Pansus 9 DPRD Kota Bandung, Erick Darmadjaya, ., .,

Selain itu, lanjut Erick karena Bandung sebagai kota pariwisata banyak dikunjungi wisatawan baik lokal dan internasional.
“Itu harus diatur, bagaimana perilaku warga ke wisatawan lokal dan internasional,” ungkap Erick.

Karena itulah peraturan ini perlu dibentuk, mengingglat dulu pernah ada kejadian pelecehan terhadap wisatawan asing. Belum lagi pungli atau pengenaam tarif seenaknya pada wisatawan lokal.

“Ini kan tidak boleh terjadi. Sehingga perlu pengaturan agar warga tidak melakukan tindakan yang melanggar dan merugikan orang lain,” ungkapnya.

Pansus 9, ungkap Erick, baru dua kali menggelar rapat. Pertama mendengarkan pandangan dari bagian hukum, dan ternyata mereka menyatakan di perda tersebut tidak boleh mencantumkan adanya sanksi dan membahas tentang agama.

“Itu pandangan dari bagian hukum dan naskah akademik. Jadi kita masih berdebat soal itu. Teman-teman menyatakan buat apa bikin perda yang biayanya mahal, tapi enggak usah bahas agama atau SARA dan juga sanksi. Kalau begitu ya buat saja surat edaran,” ungkapnya.

Diharapkannya, para ahli untuk melihat lagi aturan soal pembuatan Perda. “Perda kan harus ada sanksi sebagai unsur paksa agar warga mematuhi aturan. Kalau enggak ada sanksi buat apa. Sanksi kan untuk membuat jera,” ujarnya.

Dikatakannya, persoalan SARA ini belum beres-beres dan menjadi bom waktu. Bila dibiarkan warga akan semena-mena memprotes kegiatan suatu agama tanpa ada aturan yang jelas. Karena itulah lewat raperda ini diharapkan adanya aturan yang jelas.

“Lewat perda ini diharapkan bisa diakomodir soal keberagaman, dan masyarakat jelas soal aturannya dan tidak sumir,” jelasnya.

Sampai saat ini, kata Erick, pembahasan belum sampai pada intinya. “Baru dua kali rapat, pertama ekpose dari bagian hukum dan kedua diskusi soal sanksi dalam perda. Ini baru tahap awal,” jelasnya.




RPJMD 2025–2029 Sedang Dibahas Pansus 10 Dipimpin Heri Hermawan

Anggota Pansus 10 DPRD Kota Bandung, Christian Julianto Budiman bahas RPJMD (dok).

RPJMD 2025–2029 Sedang Dibahas Pansus 10 Dipimpin Heri Hermawan

Prolite – Anggota Pansus 10 DPRD Kota Bandung, Christian Julianto Budiman, mengatakan, misi “Unggul dan Terbuka” dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029 sangat penting sebagai pijakan nyata pembangunan, bukan sekadar dokumen .

Menurut Christian rapat pansus RPJMD sudah digelar beberapa kali, membahas misi 1 tentang kualitas hidup masyarakat meliputi layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan harus tersedia dengan baik.

“Di Kota Bandung anak usia sekolah harus mendapat akses pendidikan dan kesehatan sejak dini,” ujarnya.

Christian minta Puskesmas harus prima dan terbaik. Bukan hanya mengejar target angka, tapi kualitas layanan harus jadi perhatian.

Sedangian misi Bandung Terbuka harus menciptakan kota yang inklusif.

Christian berharap pemerintah memberikan perhatian yang setara baik untuk disabilitas, lansia, perempuan dan anak
Bahkan harus khusus untuk anak anak bisa ditangani sejak dini.

Menurut Christian, Perda RPJMD harus selesai dibahas akhir Juli 2025 sesuai aturan, penetapan RPJMD maksimal 6 bulan sejak pelantikan kepala daerah..

Rapat pansus RPJMD mengundang beberapa OPD untuk menyampaikan program nya.
Christian minta agar OPD-OPD dalam penetapan target harus terukur dan realistis. Jangan sampai target dirancang terlalu tinggi, tetapi juga tidak boleh terlalu pesimis. Tentu harus menggunakan kajian yang sesuai.

Diharapkan pembangunan lima tahun mendatang bisa memberikan manfaat untuk masyarakat Kota Bandung.

“Untuk mencapai visi, target RPJMD tidak bisa dibebankan pada satu atau dua dinas saja. Semua dinas harus berkolaborasi dan terlibat agar apa yang dirancangkan dapat tercapai,”.ujar Christian.

RPJMD ini milik Kota Bandung sehingga lintas OPD harus bersinergi. Dengan menghadirkan lintas OPD, diharapkan semua memiliki visi dan semangat yang sama.

⁠Pembahasan pansus ini merupakan salah satu fungsi DPRD dalam hal pembuatan peraturan daerah.

RPJMD ini akan menjadi Perda yang menjadi landasan untuk pengawasan selama 5 tahun ke depan. DPRD akan mengawasi capaian kerja pemerintah kota dan harus mengacu kepada target tersebut.




Pansus 10 DPRD Kota Bandung Bahas RPJMD tahun 2025-2029

Pansus 10 DPRD Kota Bandung Bahas RPJMD tahun 2025-2029 (dok).

Pansus 10 DPRD Kota Bandung Bahas RPJMD tahun 2025-2029

BANDUNG, Prolite – Pansus 10 DPRD Kota Bandung sedang membahas Raperda Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bandung Tahun 2025–2029.

Anggota Pansus RPJMD Susanto Triyogo A, ., MT mengatakan RPJMD Kota Bandung yang dibahas diantaranya Misi 1 meningkatkan Kualitas Hidup Warga Kota Bandung yang Unggul.

Menurut Susanto, pembahasan pada Misi 1 saat ini belum sepenuhnya menyentuh akar persoalan yang nyata di tengah masyarakat.

“Kualitas hidup warga tak cukup hanya didekati melalui indikator makro, melainkan harus diturunkan secara tajam ke isu-isu fundamental,” ujar Susanto.

Contohnya masalah stunting yang masih tinggi, yang seharusnya menjadi indikator utama keberhasilan pembangunan manusia sejak usia dini.

“Keterbatasan akses dan layanan kesehatan, terutama di wilayah padat penduduk dan kawasan pinggiran kota masih kekurangan tenaga kesehatan di beberapa Puskesmas yang berdampak pada kualitas pelayanan dasar,” ujarnya.

Sedangkan bidang pendidikan menurut Susanto, belum merata, ditandai dengan, masih adanya sekolah blank spot di wilayah tertentu dan kesenjangan partisipasi pendidikan dari SD ke SMP.

“Tingginya angka anak putus sekolah yang mencapai lebih dari anak, sebuah angka darurat yang membutuhkan intervensi kebijakan khusus” ujar Susanto.

Sementara Misi 2 yaitu mewujudkan Kota Bandung yang Terbuka, Inklusif, Setara, dan Berkeadilan.

Menurut Susanto pembahasan Misi 2 belum menunjukkan arah strategi yang konkret untuk menyelesaikan tantangan-tantangan struktural yang sudah lama terjadi.

Tantangan struktural seperti ketimpangan pembangunan antarwilayah, di mana wilayah pinggiran dan selatan Bandung masih jauh tertinggal dalam infrastruktur dan pelayanan publik.

“Infrastruktur kota yang belum optimal dan tidak merata, mulai dari jalan lingkungan, sanitasi, transportasi umum, hingga ruang terbuka hijau yang banyak terpusat di kawasan tengah kota,” ujarnya. .

Ketergantungan ekonomi warga pada sektor informal dan konsumtif, yang menjadikan ekonomi kota rentan dan kurang produktif.

“Kurangnya kolaborasi antarsektor – pemerintah, swasta, masyarakat sipil – yang mengakibatkan inisiatif pembangunan berjalan sendiri-sendiri tanpa daya ungkit yang kuat,” ujar Susanto.

Susanto mengatakan, dari pembahasan RPJMD 2 misi belum menjadikan RPJMD sebagai master plan, road map dan dokumen bersama atas menyelesaikan masalah Kota Bandung.

Menurut Susanto, pembahasan RPJMD sebagai bagian dari tanggung jawab konstitusional dan amanah dari masyarakat.

RPJMD ini sebagai respons harapan masyarakat dari proses pemilihan kepala daerah. Di mana RPJMD harus menjadi instrumen untuk mewujudkan janji politik kepala daerah terpilih yang disampaikan saat masa kampanye.




Pacuan Kuda Rawan Kejahatan, Camat Arcamanik: Penerangan Kurang Maksimal

Rendiana Awangga Tinjau pacuan kuda dan sekitarnya 2

Pacuan Kuda Gelap Karena Banyak Lampu Mati dan Terhalang Pohon-pohon Lebat

BANDUNG, Prolite – Anggota Komisi III DPRD Kota Bandung Rendiana Awangga melakukan peninjauan terhadap jalan-jalan di area Pacuan Kuda dan Sekitarnya yang banyak diadukan masyarakat rawan kejahatan pada Jumat malam (13/6).

Camat Kecamatan Arcamanik Willi Yudia Laksana mengatakan peninjauan oleh anggota DPRD Kota Bandung ini dapat menjadi trigger untuk melakukan upaya-upaya yang disesuaikan dengan kewenangan.

“Maka tadi ketika penerangan atau cahayanya itu berkurang karena tertutupi ranting pohon, saya kira untuk pohon 3 meter, 4 meter bisa lah dengan kami begitu tanpa menggunakan alat. Dan itu juga senantiasa kita lakukan, cuma kalau dilihat dari situasi yang ada di Jalan Pacuan Kuda ini seperti yang bisa teman-teman saksikan, vegetasinya kan rapat ya, pohonnya rapat, termasuk juga pohonnya sudah mulai menjulang tinggi,” keluhnya.

Pihaknya kata Willi, harus beradu cepat antara pemangkasan dan penanaman. Itu seolah-olah tidak terasa sudah lebat lagi karena ranting pohon cepat tumbuh.

“Kalau kita lakukan upaya-upaya pemangkasan secara periodik, ya mungkin sekarang menjadi 1 bulan sekali, intensitasnya ditingkatkan gitu, sehingga mudah-mudahan apa yang menjadi harapan tadi dalam rangka mendukung Bandung Caang Baranang,  ya kita juga siap sukseskan,” ucapnya.

Willi pun menyebut bahwa di jam WIB wilayah Pacuan Kuda ini sudah mulai sepi

“Oh, ya kalau jam malam, saya kira di jam-jam menjelang jam juga sudah sepi gitu. Kecuali kalau weekend mungkin ya. Nah, biasa kalau kejadian itu lepas dari tengah malam, bisa jam 1, jam 2 ya, dominasinya jam-jam rawan seperti itu,” ucapnya lagi.

“Ya seperti yang Pak Dewan sampaikan tadi, ada beberapa kasus tentang penjambret termasuk juga ada yang iseng ini yang sulit kita deteksi.

Willi pun menerangkan anak-anak kecil dibawah umur melakukan pelemparan batu ke mobil sedang jalan. Pihak polsek sudah melakukan upaya-upaya hanya pada saat dilakukan upaya pengejaran belum pernah ada yang tertangkap.

“Cuma perilaku iseng ini saya kira yang harus ada efek jera juga. Ini kan menyangkut ketertiban masyarakat juga barangkali apalagi keselamatan pengendara yang harus kita jamin gitu,” jelasnya

Masih kata Willi karena jalan di Pacuan Kuda itu merupakan jalan utama atau temasuk jalan protokol.

“Ya paling rawan di titik ini, ya,  sepanjang Jalan pacuan Kuda,” tutupnya.