Warga Semakin Melek Digital, Kota Bandung Raih Indeks Masyarakat Digital Tertinggi 2025

Warga Semakin Melek Digital, Kota Bandung Raih Indeks Masyarakat Digital Tertinggi 2025 (dok).

Warga Semakin Melek Digital, Kota Bandung Raih Indeks Masyarakat Digital Tertinggi 2025

Prolite – Kota Bandung kembali menorehkan prestasi gemilang di tingkat nasional. Pada ajang Penganugerahan Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2025, Kota Bandung meraih skor tertinggi nasional untuk Kawasan Indonesia Bagian Barat dengan nilai 64,77 pada Penganugerahan Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) 2025 yang digelar di Ganara Art Space, fx Sudirman, Jakarta, Kamis 2 Oktober 2025.

Keberhasilan Bandung menunjukkan komitmen pemerintah kota bersama masyarakat dalam memajukan ekosistem digital.

Sekretaris Daerah Kota Bandung, Iskandar Zulkarnain mengungkapkan, prestasi ini tidak hanya soal angka, tetapi tentang bagaimana warga Bandung kini lebih mudah melek digital, menikmati internet dan memanfaatkan teknologi untuk kehidupan sehari-hari.

“Saya mengucapkan terima kasih kepada pemerintah pusat yang telah menempatkan Kota Bandung dengan skor tertinggi dalam Indeks Masyarakat Digital Indonesia. IMDI menilai empat pilar, yaitu infrastruktur dan ekosistem, literasi digital, pemberdayaan masyarakat, dan pekerjaan,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu kunci keberhasilan Bandung adalah infrastruktur teknologi yang merata. Kota Bandung nyaris tidak memiliki blank spot, sehingga masyarakat dapat menikmati akses internet dengan baik.

“Data APJI menunjukkan pengguna internet di Kota Bandung terus tumbuh. Tahun lalu mencapai 85 persen, naik dari 81–82 persen sebelumnya. Ini ditunjang oleh infrastruktur teknologi yang terus berkembang,” jelasnya.

Selain itu, literasi digital menjadi fokus penting Pemkot Bandung agar teknologi tidak menjadi bumerang. Menurutnya, teknologi harus membawa kebermanfaatan.

“Caranya, literasi masyarakat harus kuat. Dengan literasi digital yang baik, masyarakat bisa memanfaatkannya untuk pemberdayaan ekonomi, budaya, hingga lapangan kerja,” tambahnya.

Ia mencontohkan, kehadiran teknologi telah membuka berbagai peluang kerja baru, mulai dari konten kreator, programmer, analis, hingga pelaku e-commerce yang turut menggerakkan ekonomi lokal.

Tak hanya itu, Iskandar menuturkan, kesiapan pemerintah dalam memberikan layanan berbasis elektronik juga menjadi faktor penentu keberhasilan Bandung meraih skor tinggi.

“Kesiapan pemerintah diukur oleh Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Ini harus sejajar dengan IMDI. Teknologi yang kita siapkan harus seiring dengan literasi dan kebutuhan masyarakat,” jelasnya.

Saat ini, nilai SPBE Kota Bandung tercatat 4,59, terbaik se-Indonesia, selaras dengan capaian IMDI yang juga tertinggi.

Pemkot Bandung terus berupaya memperluas akses internet publik, termasuk di taman-taman kota, meski terkadang menghadapi keterbatasan anggaran.

“Kami bekerja sama dengan pihak swasta untuk menyediakan internet publik agar masyarakat bisa mengaksesnya dengan mudah dan terjangkau,” katanya.

Meski begitu, Iskandar mengakui, masih ada pekerjaan rumah, seperti penataan kabel fiber optik dan tiang infrastruktur yang belum tertib.

“Ini juga harus kita benahi agar infrastruktur teknologi di Bandung semakin tertib dan aman,” ujarnya.

Ia berharap, raihan ini menjadi motivasi bagi masyarakat untuk menggunakan teknologi sebaik-baiknya dalam meningkatkan kualitas hidup.

“Semoga hasil penilaian ini memotivasi masyarakat memanfaatkan teknologi untuk pemberdayaan, mencari lapangan kerja, dan mendapatkan layanan terbaik dari pemerintah,” ungkapnya.

Prestasi ini juga mendapat apresiasi dari Menteri Komunikasi dan Digital, Meutya Hafid. Ia menyebut pentingnya transformasi digital berbasis nilai-nilai Pancasila.

“Transformasi digital harus menjadi alat pemersatu bangsa dan memberdayakan generasi muda menjadi prosumer digital, bukan hanya konsumen, tetapi juga produsen inovasi berbasis kearifan lokal,” ujar Meutya.

Dalam kesempatan yang sama, pemerintah juga meluncurkan Garuda Spark Innovation Hub, pusat inovasi bagi startup lokal yang bertujuan mendorong kolaborasi dan pertumbuhan ekonomi digital.

Di Kota Bandung, Garuda Spark telah hadir di kawasan Dago sebagai ruang bagi anak muda untuk mengembangkan produk teknologi kreatif.




Oversharing vs Vulnerability: Temukan Keseimbangan dalam Berbagi Cerita Pribadi

Oversharing vs Vulnerability

Prolite – Oversharing vs Vulnerability: Kapan Berbagi Cerita Pribadi Jadi Terlalu Berlebihan?

Di era digital ini, berbagi cerita pribadi rasanya udah jadi bagian dari keseharian kita. Baik itu curhat di story, posting pengalaman hidup di feed, atau bahkan nge-tweet tentang perasaan terdalam.

Tapi, pernah nggak kamu bertanya-tanya, kapan cerita yang kita bagi itu masih dalam batas wajar, dan kapan udah masuk kategori “oversharing”?

Nggak sedikit lho, orang yang bingung membedakan antara menunjukkan vulnerability yang sehat dan oversharing yang justru bisa berdampak negatif, baik buat diri sendiri maupun orang lain.

Nah, di artikel ini, kita bakal bahas lebih dalam soal perbedaan keduanya, serta gimana caranya kita bisa tetap berbagi tanpa merasa ‘terlalu terbuka’. Let’s dive in!

Apa Itu Vulnerability yang Sehat?

Vulnerability atau kerentanan adalah ketika kita terbuka untuk menunjukkan sisi lemah atau perasaan terdalam kita kepada orang lain. Tapi, ini nggak sembarang terbuka, ya!

Berbagi dengan kerentanan yang sehat berarti kita memilih momen dan orang yang tepat untuk berbagi hal-hal yang lebih pribadi.

Misalnya, curhat tentang perasaan kecewa sama sahabat dekat yang memang sudah kita percaya, atau berbagi pengalaman hidup yang berharga untuk menginspirasi orang lain.

Kerentanan ini menunjukkan kalau kita punya keberanian untuk jadi diri sendiri, bahkan dengan segala kekurangan yang kita miliki. Ini juga bisa memperkuat hubungan karena ada rasa saling percaya dan pengertian.

Tapi ingat, vulnerability yang sehat selalu punya batas. Kamu tetap menjaga diri dan nggak sembarangan membuka semua hal pada semua orang.

Oversharing: Ketika Berbagi Menjadi Berlebihan

Berbeda dengan vulnerability yang sehat, oversharing adalah ketika kita terlalu banyak berbagi hal-hal pribadi, bahkan pada situasi atau orang yang mungkin nggak tepat.

Ini bisa terjadi saat kita merasa perlu melampiaskan perasaan atau mendapatkan perhatian tanpa mempertimbangkan efeknya.

Misalnya, curhat tentang masalah rumah tangga ke teman kerja yang nggak terlalu dekat, atau memposting detail hubungan pribadi di media sosial yang dilihat banyak orang.

Kadang, oversharing dilakukan secara impulsif, mungkin karena emosi yang sedang tinggi atau keinginan untuk mendapat dukungan. Tapi, hasilnya justru bisa sebaliknya.

Alih-alih mendukung, orang lain bisa merasa risih atau bahkan menjauh karena merasa nggak nyaman dengan cerita yang terlalu pribadi.

Dampaknya juga bisa bikin kita menyesal setelah terlalu terbuka, apalagi kalau hal tersebut disalahgunakan atau menjadi bahan gosip.

Tanda-Tanda Kamu Mulai Oversharing

Gimana sih cara tahu kalau kita udah mulai masuk fase oversharing? Ada beberapa tanda yang bisa kamu perhatikan:

  • Kamu sering merasa perlu menceritakan detail pribadi pada orang yang baru dikenal.
  • Setelah berbagi, kamu merasa cemas atau menyesal karena takut orang lain akan menilai atau menyalahgunakan informasi tersebut.
  • Orang lain mulai menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan, seperti menghindari topik atau merasa bingung harus merespons bagaimana.
  • Kamu berbagi hal-hal sensitif di media sosial tanpa mempertimbangkan siapa yang melihat atau dampak jangka panjangnya.

Kalau kamu sering mengalami hal-hal ini, mungkin saatnya untuk mempertimbangkan ulang cara kamu berbagi cerita pribadi.

Bagaimana Membedakan Antara Vulnerability dan Oversharing?

 

Salah satu kunci utama dalam membedakan vulnerability dan oversharing adalah niat di balik berbagi cerita.

Saat kamu berbagi dengan kerentanan, biasanya ada tujuan yang lebih dalam, seperti membangun hubungan, mendapatkan dukungan emosional, atau menginspirasi orang lain.

Sedangkan oversharing sering kali dilakukan tanpa pertimbangan matang atau sebagai pelampiasan emosi sesaat.

Selain niat, timing dan siapa yang jadi pendengarnya juga penting. Berbagi cerita dengan sahabat dekat tentu berbeda dengan berbagi cerita yang sama pada rekan kerja yang baru kamu kenal seminggu. Pahami konteks dan lingkungan sebelum memutuskan untuk membuka diri.

Tips Berbagi dengan Bijak: Kapan Harus Berbagi, Kapan Harus Menahan Diri

 

Biar kamu nggak terjebak dalam oversharing, berikut beberapa tips untuk berbagi dengan bijak:

  • Pilih pendengar yang tepat: Pastikan kamu berbagi dengan orang yang bisa dipercaya dan memiliki ikatan emosional yang cukup dekat. Nggak semua orang perlu tahu cerita hidupmu yang paling personal.
  • Pertimbangkan niatmu: Sebelum berbagi, tanya diri sendiri, “Kenapa aku ingin menceritakan hal ini?” Jika jawabannya hanya untuk mendapat perhatian atau pelampiasan sesaat, mungkin sebaiknya ditunda dulu.
  • Jangan terburu-buru: Kadang, dalam keadaan emosional, kita cenderung ingin segera berbagi. Ambil waktu sebentar untuk merenung sebelum memutuskan apakah cerita tersebut perlu dibagikan.
  • Kenali batasan dirimu sendiri: Kamu nggak wajib berbagi semua hal. Tetapkan batasan tentang apa yang bisa kamu bagikan dan apa yang sebaiknya tetap menjadi privasi.
  • Pertimbangkan dampaknya: Apakah cerita yang kamu bagikan akan memberi manfaat bagi dirimu atau orang lain? Jika nggak, mungkin sebaiknya disimpan dulu.

Berbagi cerita pribadi bisa jadi salah satu cara untuk mendekatkan diri dengan orang lain dan menunjukkan kerentanan yang sehat.

Tapi, penting banget buat membedakan antara vulnerability yang membangun dan oversharing yang justru bisa merugikan.

Dengan mempertimbangkan siapa yang mendengar, niat di balik cerita, dan dampak yang mungkin muncul, kamu bisa berbagi dengan lebih bijak dan tetap menjaga kesehatan emosionalmu.

Yuk, mulai bijak dalam berbagi cerita! Jangan sampai cerita pribadi malah bikin kamu menyesal di kemudian hari. Jadi, kamu tim vulnerability yang sehat atau masih perlu belajar menghindari oversharing? 🌻




Siap Bersaing di Pasar Digital, Pedagang Pasar Andir Sediakan Internet Cepat

pedagang pasar andir

Siap Bersaing di Pasar Digital, Pedagang Pasar Andir Sediakan Internet Cepat

BANDUNG, Prolite – Agar tak tergerus era digitalisasi, Pengelola Pasar Andir Trade Center, PT Aman Prima Jaya (APJ) segera menyediakan layanan internet cepat.

Fasilitas baru ini untuk menunjang kebutuhan para pedagang bersaing kreatif memperluas cakupan konsumen melalui dunia digital.

Manajer PT APJ, Diana Jonathan mengatakan, penyediaan internet cepat ini untuk menunjang daya saing para pedagang di ranah e-commerce. Target pasar dari multi-platform ini untuk menggandakan peluang dari potensi pelanggan yang selama ini telah terbentuk di kios-kios offline Pasar Andir Trade Center.

“Kami memahami isu terkini terkait terbukanya persaingan para pedagang di sektor online. Kunci persaingan ini tentu terkait sejauh mana insting pedagang membaca potensi tren, dan bagaimana mereka mengemasnya secara kreatif. Makanya kami mendukung para pedagang Pasar Andir dengan layanan internet cepat supaya mereka bisa berjualan offline sambil live secara online. Kami juga menyediakan ruang khusus live shopping bagi mereka,” tuturnya.

pedagang pasar andir

Diana mengatakan, PT APJ telah menunjuk pihak ketiga untuk merealisasikan penguatan sinyal di wilayah gedung. Saat ini telah dimulai pemasangan infrastruktur awal.

Diana tak menampik terkait adanya kabar penurunan omzet penjualan dari para pedagang toko offline dan pusat perbelanjaan. Di Pasar Andir Trade Center di bawah 20 persen toko tutup bukan 90 persen toko seperti yang dikabarkan.

Banyak pula pedagang Pasar Andir Trade Center yang masih menjaga performa usahanya, bahkan meraup keuntungan lebih baik. Nilai transaksi di Pasar Andir jika rata-rata pedagang memperoleh Rp1 juta per hari, maka terdapat nilai transaksi Rp1,5 miliar per hari, dihitung antara Juni-Agustus 2023 sesuai jumlah toko yang aktif.

Sementara itu pedagang dengan performa mengesankan tercatat oleh pengelola bisa mencapai transaksi senilai Rp25 juta hingga Rp45 juta per hari.

pedagang pasar andir

“Pasar Andir Trade Center ini disebut-sebut Tanah Abangnya Bandung. Para pelanggannya tergolong loyal karena pedagang menjual kualitas dan harga yang menarik. Maka, kalau di akhir pekan jumlah kunjungan malah cenderung terjaga ramai,” ujarnya.

Penyediaan layanan internet cepat ini, kata Diana, adalah upaya pengelola Pasar Andir Trade Center untuk menyokong kebutuhan para pedagang untuk dapat menangkap peluang lain di ranah digital yang juga punya pasarnya tersendiri. Layanan kreatif bagi konsumen offline dan online sudah banyak dijalankan toko dan pusat perbelanjaan di Kota Bandung, dan banyak yang mendulang hasil optimal.

“Untuk kunjungan ke Pasar Andir tanggal 28 September 2023 saja bisa mencapai pengunjung. Angka ini tentu saja menunjukkan jika pasar offline masih banyak peminat dan tak bisa dikesampingkan. Maka, kami terus mendukung para pedagang dengan cara penyediaan internet cepat sehingga mereka mampu menorehkan kejayaan di pasar online,” kata Diana.