Penderita DBD Mencapai 7.146 Kasus di Kota Bandung , Kenali Penyebab dan Penangananya

Pahami gejala penyakit DBD (istimewa).

Penderita DBD Mencapai Kasus di Kota Bandung , Kenali Penyebab dan Penangananya

Prolite – Kota Bandung sudah memasuki musim penghujan banyak penyakit yang menghantui salah satunya kasus DBD (Demam Berdarah Dengue).

Dalam kasus ini Kota Bandung penyumpang kasus tertinggi di Jawa Barat, Tingginya pasien yang mengalami penyakit ini.

Total kasus DBD di Kota Bandung hingga November 2024 mencapai kasus.

“Kota Bandung berdasarkan laporan saat ini (kasus DBD) mencapai kasus,” ucap Kepala Bidang Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (Kabid P2P) Dinkes Jabar, Rochady dikutip dari detikcom.

Menurutnya, kasus DBD tinggi biasa terjadi di wilayah perkotaan dengan pemukiman padat penduduk, pusat perdagangan, pendidikan, industri, pariwisata, dan masyarakat dengan mobilitas tinggi.

Terserang penyakit demam berdarah memang tidak bisa di anggap remeh pasalnya banyak kasus demam berdarah yang berujung kematian.

Lantas apa ciri-ciri terkena demam berdarah? Dan bagaimana menanganinya?

DBD adalah penyakit yang umum disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus ini dapat menyebabkan gejala yang ringan hingga sangat berat, bahkan berujung pada kematian.

Hal ini menunjukkan bahwa DBD bukan penyakit yang bisa dianggap sepele. Gejalanya yang bisa ringan, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot, bisa berkembang menjadi lebih parah dan berakibat fatal, yang berisiko tinggi menyebabkan kematian.

Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mayoritas kasus demam berdrah yang belakangan terjadi di Kota Bandung muncul dengan gejala yang berbeda dengan gejala pada umumnya.

Gejala ini menunjukkan tanda-tanda seperti demam tidak kunjung sembuh dan tidak ada gejala bintik merah. Gejala DBD baru ini menyerupai demam pada gejala flu biasa, namun setelah dua sampai tiga hari, demam tidak turun.

Cara Mengobati Demam Berdarah Dengue

  1. Asupan Cairan Tercukupi

Salah satu langkah utama dalam mengobati adalah dengan memastikan asupan cairan tubuh tercukupi. Saat mengalami demam berdarah, tubuh cenderung mengalami dehidrasi akibat demam yang tinggi dan muntah yang berlebihan. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk jika tidak segera diatasi. Untuk itu, minumlah air putih secara teratur untuk mencegah dehidrasi. Selain air putih, konsumsi juga minuman elektrolit seperti oralit atau minuman isotonik untuk membantu mengembalikan keseimbangan cairan tubuh.

  1. Istirahat Total atau Bed Rest

Istirahat total atau bed rest sangat diperlukan bagi penderita untuk membantu tubuh dalam proses pemulihan. Dengan istirahat yang cukup, tubuh memiliki kesempatan untuk melawan infeksi virus yang terjadi dan mempercepat proses penyembuhan.

  1. Hindari Minuman Kafein dan Bersoda

Saat mengalami DBD, sebaiknya hindari minuman yang mengandung kafein dan bersoda. Minuman tersebut dapat memperparah kondisi penderita dengan meningkatkan risiko dehidrasi. Sehingga sebaiknya fokus pada asupan air putih dan minuman elektrolit.

  1. Tindakan Medis dan Obat-obatan

Untuk kasus DBD yang parah, penderita memerlukan perawatan medis yang intensif. Dokter akan melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam dan memberikan penanganan sesuai dengan kondisi penderita.




Penting ! Ini Beda Gejala DBD Dulu dan Sekarang

Gejala DBD

Ini Perbedaan Gejala DBD Dulu dan Sekarang

BANDUNG, Prolite – Mayoritas kasus DBD yang belakangan terjadi di Kota Bandung muncul dengan gejala DBD yang berbeda dengan DBD pada umumnya. Ini diungkapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, Anhar Hadian.

Penyakit demam berdarah (DBD) bukan sesuatu yang baru. Meski begitu, dalam beberapa waktu belakangan, ada beberapa catatan dalam kasus DBD yang ditemui di Kota Bandung.

Seperti diketahui, gejala-gejala demam berdarah yang umum dan harus diwaspadai yaitu demam mendadak, sakit kepala, nyeri belakang bola mata, mual dan muntah, manifestasi perdarahan seperti mimisan atau gusi berdarah, kulit ruam kemerahan, dan nyeri otot, tulang, dan sendi. Selain itu, munculnya bintik kemerahan di kulit penderitanya.

Namun Anhar menyebut, mayoritas kasus DBD di Kota Bandung belakangan ini tidak menunjukkan tanda-tanda yang biasa kita kenali.

“Gejalanya itu demam tidak kunjung sembuh. Dan tidak ada gejala bintik merah. Ini yang perlu diwaspadai,” kata Anhar di Balai Kota, Selasa 26 Maret 2024.

Ia khawatir, gejala DBD ‘baru’ ini menyerupai gejala flu biasa. Sehingga masyarakat akan menganggap gejala yang dialami tersebut merupakan penyakit flu biasa.

Meski begitu, Anhar menjelaskan ada perbedaan mendasar antara gejala flu biasa dan gejala DBD yang belakangan muncul.

“Jadi gejalanya demam. Dua-tiga hari naik, turun sedikit, naik lagi. Perbedaannya dengan flu, jika flu, itu saat diberi paracetamol, istirahat yang cukup dan makan yang banyak, itu akan kembali pulih. Nah, kalau DBD ini setelah dua-tiga hari, dia tidak membaik,” bebernya.

Oleh karena itu, Anhar mengingatkan kepada masyarakat yang mengalami gejala demam tak kunjung sembuh selama lebih dari dua hari untuk segera mengakses layanan kesehatan.

“Kalau sudah 2 hari seperti itu (menunjukkan gejala demam dengan suhu naik-turun-naik) waspada. Langsung dibawa ke Puskesmas saja. Jangan menunggu semakin parah,” pesannya.

Pada kesempatan tersebut, Anhar juga menyampaikan, hingga Jumat 22 Maret 2024, jumlah kasus DBD di Kota Bandung menyentuh angka . Oleh karenanya, ia meminta semua pihak meningkatkan kewaspadaan.

” kasus kumulatif sepanjang 2024. Ini data hingga Jumat,” katanya.




Mencegah Penyebaran DBD Warga Ujungberung Ternak Nyamuk

Dinkes Kota Bandung menggelar On The Job Training Strategi dan Manajemen Implementasi Wolbachia untuk DBD di Kecamatan Ujungberung (dok Pemkot Bandung).

Mencegah Penyebaran DBD Warga Ujungberung Ternak Nyamuk

BANDUNG, Prolite – Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung menggelar On The Job Training Strategi dan Manajemen Implementasi Wolbachia untuk DBD di Kecamatan Ujungberung.

Sebagai informasi, Pemerintah Kota Bandung akan mengimplementasikan inovasi bakteri wolbachia ke dalam telur-telur nyamuk Aedes aegypti. Upaya ini baru akan diujicobakan di Kecamatan Ujungberung.

Selain itu, Kota Bandung juga disebut termasuk daerah endemis DBD dengan kasus cukup tinggi. Maka dari itu, Kementerian Kesehatan mengeluarkan keputusan, Kota Bandung merupakan 1 dari 5 kota pilot project untuk implementasi penanggulangan DBD dengan berbasis teknologi wolbachia.

Adapun implementasi teknologi wolbachia adalah penyuntikkan bakteri wolbachia kepada telur nyamuk Aedes aegypti, sehingga menetas menjadi nyamuk dewasa.

eljabar
eljabar

Jika nyamuk tersebut menggigit pengidap virus dengue, maka virus yang dihisap nyamuk akan mati dengan bakteri wolbachia. Sehingga nyamuk Aedes aegypti tersebut tidak akan bisa menyebarkan virus dengue lagi ke tubuh manusia.

Kecamatan Ujungberung terpilih sebagai pilot project karena termasuk dalam 10 kecamatan dengan kasus DBD terbanyak di Kota Bandung tahun 2022. Selain itu, Kepala UPT Puskesmas Ujungberung pun telah mendapat pelatihan mengenai inovasi wolbachia di Yogyakarta.

Sebelumnya, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Kota Bandung, dr. Ira Dewi Jani menyampaikan implementasi bulan Oktober mendatang, pihaknya akan menitipkan telur nyamuk Aedes aegypti yang sudah disuntikkan wolbachia di dalam ember. Harapannya, nyamuk-nyamuk ini akan menggantikan nyamuk Aedes aegypti yang memiliki virus dengue.

Lalu, nyamuk-nyamuk tersebut bisa kawin dengan nyamuk lokal untuk menghasilkan nyamuk lain yang otomatis sudah memiliki bakteri wolbachia. Sehingga nyamuk Aedes aegypti tidak akan bisa menjadi perantara virus dengue lagi.

“Telur-telur yang sudah disuntikkan wolbachia ini diproduksinya di lab entomologi atau lab serangga. Kota Bandung itu dapatnya dari Balai Besar Teknik Kesehatan Lingkungan (BBTKL) Salatiga,” ungkapnya.

Ira menjelaskan, wolbachia sering ditemui dalam keseharian. Bakteri tersebut ada di dalam tubuh lalat buah, hewan-hewan kecil yang biasanya suka terbang di pisang atau buah-buahan.

“Di skema ini, nyamuk Aedes aegypti akan tetap ada untuk keseimbangan ekologis. Tapi dia sekarang sudah mengandung bakteri wolbachia supaya bisa menghentikan penyebaran virus dengue,” ucapnya.

Kota pertama yang mengimplementasikan inovasi ini adalah Yogyakarta. Dari penelitian dan implementasi wolbachia di sana, kasus DBD bisa turun sampai 70 persen.

Meski begitu, Ira mengatakan, implementasi wolbachia ini bukan berarti menggantikan seluruh upaya pencegahan DBD yang ada. Langkah-langkah sebelumnya akan tetap dijalankan, seperti 3M (menguras, menutup, dan mengubur), fogging sesuai indikasi, dan Gerakan Satu Rumah Satu Juru Jumantik.

Ke depannya, akan ada ember yang disebar se-Kota Bandung. Namun, untuk penyebarannya harus melihat dari peta udara dan satelit mengenai luas wilayah serta jumlah hunian. Sehingga tidak bisa disamaratakan jumlahnya tiap kecamatan.

Ira menuturkan, inovasi ini juga untuk mengurangi paparan kimia yang tidak sesuai indikasi. Sehingga lebih aman bagi lingkungan, masyarakat, juga secara ekonomis lebih murah. Sedangkan jika dibandingkan dengan fogging, lebih membutuhkan biaya untuk bensin dan obatnya.

“Kalau memang ini bisa diterapkan secara merata, harapannya angka kasus bisa turun karena virus dengue sudah tidak ada. Lalu, fogging juga bisa berkurang, sehingga dananya bisa dialihkan ke hal lain yang lebih penting,” imbuhnya.