Waspada Gejala Brain Rot? 4 Cara Mengatasinya Terutama untuk Anak

Ilustrasi Brain Rot (Canva Premium).

Waspada Gejala Brain Rot? 4 Cara Mengatasinya Terutama untuk Anak

Prolite – Apa itu masalah Brain rot? Hati-hati buat kamu yang suka scrolling di media sosial dapat terkena masalah ini.

Brain rot atau pembusukan atau kerusakan otak merupakan istilah untuk seseorang yang memiliki masalah karena terlalu sering menghabiskan waktu untuk scrolling media sosial.

Walaupun risiko brain rot pada aktivitas itu belum diteliti secara komprehensif, sejumlah ahli menyebut beberapa alasan nyata untuk khawatir perihal waktu layar (screen time) yang berlebihan. Hal itu terutama berlaku untuk remaja dan anak-anak yang otaknya masih berkembang.

“Masalah utamanya berkaitan dengan anak-anak karena perkembangan otak membutuhkan keragaman paparan,” kata Ketua Feil Family Brain and Mind Research Institute dan ahli saraf di Weill Cornell Medicine, Costantino Iadecola, dilansir dari Today.

Terlalu banyak aktifitas di depan layar dengan mengorbankan aktivitas lain, hal ini dapat sangat berdampak negatif pada anak-anak dan remaja.

net
net

Hal tersebut dapat beresiko membuat rentan terhadap kecemasan dan depresi kepada penderitanya.

Menurut Oxford University Press, brain rot mengacu pada kemerosotan kondisi mental atau intelektual seseorang akibat terlalu banyak mengonsumsi konten yang sepele atau tidak menantang. Istilah tersebut, yang terpilih sebagai Oxford Word of the Year pada 2024, juga dapat merujuk pada konten yang cenderung menyebabkan kemerosotan tersebut.

Akibat terlalu banyak waktu menonton layar, kerusakan otak dapat dikaitkan dengan gejala seperti kabut otak, kelelahan, rentang perhatian berkurang, dan ketidakmampuan mengatur diri sendiri.

Masalah Brain rot ini nyatanya bukan hanya terkena untuk yang menghabiskan waktu scrolling medsos namun yang terlalu lama menghabiskan waktu untuk bermain gaming juga dapat terkena kerusakan otak.

Akibatnya, orang mungkin mengalami perubahan fungsi kognitif. Secara khusus, mereka mungkin mengalami gangguan memori atau gangguan memori jangka pendek, ketidakmampuan untuk fokus, rentang perhatian yang berkurang, impulsif, dan preferensi untuk kepuasan instan.

Dalam beberapa hal, brain rot terdengar sangat mirip dengan kelelahan, yang keduanya memiliki ciri-ciri depresi dan gangguan fungsi eksekutif. Bagi banyak orang, gejala brain rot kemungkinan bersifat situasional atau berubah dari hari ke hari, jam ke jam. Namun, bagi sebagian orang, tanda-tanda kerusakan otak dapat menjadi bagian dari masalah klinis, seperti dalam konteks ADHD.

Misalnya, seorang remaja yang sudah memiliki gejala depresi atau kecemasan mungkin lebih cenderung mengalami penggunaan media sosial yang bermasalah, misalnya. Atau, jika Anda seseorang yang sudah mengalami kesulitan fokus, konten media sosial mungkin lebih menarik bagi Anda dan memperburuk masalah tersebut.

Untuk menjaga anak terkena kerusakan otak orang tua dapat melakukan hal berikut:

  • Pantau dan atur waktu penggunaan layar
  • Kelola media sosial di lingkungan yang lebih positif secara emosional
  • Sertakan aktivitas nondigital, seperti menghabiskan waktu di luar ruangan, menulis, dan bermain music
  • Bangun dukungan sosial dan keterlibatan masyarakat melalui aktivitas kelompok



Stop Doomscrolling! Ini Cara Diet Otak Biar Hidup Lebih Tenang

demensia

Prolite – Stop Scrolling, Mulai Diet Otak Sekarang!

Pernah nggak merasa otak penuh banget sampai sulit fokus? Atau mungkin kamu sering buka HP cuma buat lihat satu notifikasi, tapi ujung-ujungnya malah scroll media sosial selama berjam-jam?

Yup, kita semua pasti pernah ada di fase itu! Tanpa sadar, kita ‘mengasup’ informasi secara berlebihan setiap harinya. Nah, sama kayak tubuh yang butuh diet sehat biar tetap fit, otak kita juga butuh “diet” supaya tetap tajam dan nggak gampang lelah. Yuk, mulai diet otak dari sekarang!

“Kamu Adalah Apa yang Kamu Makan,” Ini Juga Berlaku untuk Otak!

Pernah dengar pepatah diatas? Ternyata ini nggak cuma berlaku buat makanan, tapi juga buat informasi yang kita konsumsi setiap hari! Kalau kita terus-menerus mengisi otak dengan hal-hal nggak penting, otak kita jadi terbiasa dengan informasi yang dangkal. Akibatnya? Kita jadi lebih sulit fokus, gampang terdistraksi, dan nggak bisa berpikir jernih.

Diet otak berarti memilah informasi yang masuk. Sama seperti kita memilih makanan sehat untuk tubuh, kita juga harus memilih informasi yang bergizi buat otak. Jangan biarkan informasi receh yang nggak ada manfaatnya menguasai pikiran kita!

Diet Otak: Kurangi Asupan Informasi yang Nggak Berguna

Coba perhatikan, berapa banyak waktu yang kita habiskan buat scrolling media sosial tanpa tujuan? Kadang, kita buka HP cuma karena kebiasaan, bukan karena ada sesuatu yang penting. Ini yang bikin otak kita overload dengan informasi nggak penting.

Cara mulai diet otak? Simpel!

  • Kurangi screen time: Atur batas waktu penggunaan HP atau media sosial.
  • Unfollow akun yang nggak bikin berkembang: Fokus ke konten yang memberi manfaat.
  • Stop doomscrolling! Jangan terus-terusan konsumsi berita negatif yang bikin stres.
  • Batasi multitasking: Fokus ke satu hal dalam satu waktu biar otak nggak mudah lelah.

Tantang Otak dengan Hal-Hal yang Merangsang Pikiran

Diet otak bukan cuma soal mengurangi informasi yang nggak penting, tapi juga menggantinya dengan sesuatu yang lebih berkualitas! Coba deh tantang diri kamu dengan aktivitas yang bisa meningkatkan cara berpikir:

  • Dengerin podcast self-improvement atau kiat-kiat menjadi sukses biar makin termotivasi dalam menggapai cita-cita.
  • Tonton video edukasi yang panjang, bukan cuma cuplikan pendek yang cuma buat hiburan sesaat.
  • Baca buku yang memperluas wawasan, bukan cuma skimming headline berita.
  • Belajar sesuatu yang baru, kayak bahasa asing atau keterampilan yang selama ini kamu tunda.
  • Meditasi atau journaling biar pikiran lebih tenang dan nggak dipenuhi hal-hal nggak penting.

Semakin sering kita “melatih” otak dengan hal-hal yang berkualitas, semakin kuat juga daya pikir kita!

Saatnya Mulai Diet Otak!

Nggak ada salahnya menikmati media sosial atau hiburan, tapi kalau sampai kebablasan? Wah, bisa-bisa otak kita jadi fast food addict—kenyang informasi, tapi nggak ada gizinya!

Yuk, mulai dari sekarang, seleksi informasi yang masuk ke otak kita. Pilih yang berkualitas, kurangi yang nggak penting, dan latih otak dengan hal-hal yang merangsang pikiran.

Mulai tantang diri kamu buat diet otak! Coba satu minggu aja, lihat perbedaannya. Siap berhenti scrolling tanpa tujuan dan mulai hidup lebih mindful? 🚀




Fenomena Brain Rot: Ketika Konten Hiburan Mendominasi Pikiran Kita

Brain Rot

Prolite – Fenomena Brain Rot: Ketika Konten Hiburan Mendominasi Pikiran Kita

Hayoo siapa di sini yang suka keasyikan scroll sosmed sampai lupa waktu? Tapi pernah nggak sih ngerasa pikiranmu penuh sama potongan-potongan video TikTok, scene drama serial yang bikin baper, atau meme lucu yang masih terngiang-ngiang, bahkan saat kerja atau belajar?

Kalau iya, tenang, kamu nggak sendirian. Fenomena ini sering disebut sebagai brain rot, kondisi di mana otak kita “terjebak” dalam loop konten hiburan yang berlebihan. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang fenomena yang semakin marak di era digital ini!

Apa Itu Brain Rot?

Brain rot secara sederhana bisa diartikan sebagai kondisi ketika otak kita terlalu terfokus pada hiburan tertentu, sampai-sampai susah berpikir tentang hal lain.

Biasanya ini terjadi setelah kita menghabiskan waktu terlalu lama untuk scrolling media sosial, binge-watching serial, atau ngulang-ngulang lagu viral. Contoh nyata brain rot misalnya:

  • Kamu habis maraton satu season drama Korea semalaman, lalu sepanjang hari berikutnya cuma bisa mikirin plot twist-nya.
  • Atau, lagu TikTok seperti “If I were a fish…” terus-terusan terputar di kepala sampai kamu susah fokus.

Brain rot sebenarnya nggak sepenuhnya buruk, tapi kalau dibiarkan, bisa bikin kita kesulitan fokus pada hal yang lebih penting.

Bagaimana Algoritma Media Sosial Ikut “Menggoreng” Otak Kita

Media sosial seperti TikTok, Instagram, dan YouTube punya algoritma canggih yang tujuannya bikin kamu stay engaged—alias betah nongkrong di aplikasinya. Setiap kali kamu nge-like, komen, atau nonton satu video sampai habis, algoritma mencatat preferensimu.
Apa efeknya?

  • Konten yang makin relevan: Semakin sering kamu lihat satu jenis konten, semakin banyak konten serupa yang muncul di feed kamu.
  • Scrolling tanpa ujung: Fitur seperti infinite scroll bikin kamu nggak sadar waktu sudah berlalu berjam-jam.
  • Otak jadi sibuk terus: Otak kita dirangsang terus-menerus dengan konten baru, yang akhirnya bikin kita sulit fokus atau berpikir jernih.

Hasilnya? Ya, brain rot ini makin parah!

Dampak Brain Rot pada Konsentrasi dan Kreativitas

Meski hiburan itu menyenangkan, brain rot punya beberapa dampak yang cukup mengganggu, lho.

  1. Konsentrasi menurun: Kebiasaan berpindah-pindah antara konten pendek bikin otak susah fokus dalam waktu lama. Akibatnya, pekerjaan atau tugas jadi terasa lebih berat.
  2. Kreativitas terhambat: Kalau otak terus dijejali konten hiburan, ruang untuk berpikir kreatif jadi terbatas. Kita cenderung mengulang apa yang sudah kita lihat daripada menciptakan sesuatu yang baru.
  3. Overstimulasi: Terlalu banyak rangsangan dari media sosial bisa bikin kita merasa capek secara mental, tapi tetap nggak bisa berhenti scrolling.

Dampak pada Kesehatan Mental

Selain gangguan konsentrasi dan kreativitas, brain rot juga bisa memengaruhi kesehatan mental kita. Berikut beberapa dampaknya:

  • Rasa cemas meningkat: Ketika otak terus-menerus disuguhi konten, kita bisa merasa kewalahan dengan informasi yang masuk.
  • FOMO (Fear of Missing Out): Terlalu sering konsumsi konten hiburan bikin kita merasa “ketinggalan” kalau nggak selalu update.
  • Kehilangan koneksi nyata: Karena terlalu sibuk dengan dunia maya, kita bisa lupa untuk terhubung dengan orang-orang di dunia nyata.

Cara Menyeimbangkan Hiburan dan Produktivitas

Bukan berarti kamu harus berhenti total menikmati hiburan, kok. Tapi, penting banget untuk menjaga keseimbangan antara hiburan dan kegiatan produktif. Berikut tipsnya:

  1. Batasi waktu layar: Setel timer atau gunakan aplikasi yang membantu membatasi waktu penggunaan media sosial.
  2. Ambil jeda: Setelah menghabiskan waktu untuk hiburan, coba lakukan aktivitas yang melibatkan gerakan fisik, seperti olahraga ringan atau jalan-jalan.
  3. Tentukan prioritas: Sebelum buka media sosial, tanya pada diri sendiri, “Apa yang benar-benar ingin aku cari?” Ini bisa membantu kamu lebih fokus dan nggak kebablasan.
  4. Isi waktu luang dengan aktivitas lain: Coba kegiatan yang menenangkan dan kreatif, seperti membaca, menggambar, atau berkebun.
  5. Praktikkan mindfulness: Teknik seperti meditasi atau pernapasan dalam bisa membantu otak kamu untuk lebih tenang dan fokus.

Hal ini mungkin sudah jadi bagian dari kehidupan digital kita, tapi itu bukan alasan untuk membiarkannya mengontrol pikiran. Ingat, hiburan itu sah-sah saja selama tidak mengganggu produktivitas dan kesehatan mental kita.

Jadi, yuk mulai kelola waktu layar kita dengan lebih bijak. Nikmati hiburan seperlunya, tetap produktif, dan jangan lupa beri ruang untuk diri sendiri berpikir, berkreasi, dan beristirahat.

Ayo, kendalikan hiburanmu sebelum hiburan mengendalikanmu!