BKKBN: Hari Keluarga Nasional 2023 Jadi Momentum Percepatan Penurunan Stunting

Hari Keluarga Nasional

JAKARTA, Prolite – Hari Keluarga Nasional diperingati setiap tanggal 29 Juni. Pada tahun 2023 ini, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjadikan Peringatan Hari Keluarga Nasional ke 30 sebagai momentum tepat upaya penguatan peran keluarga dalam mempercepat menurunkan prevalensi stunting.

“Dalam upaya percepatan penurunan stunting, keluarga memiliki peranan yang sangat penting terutama dalam memberikan praktik pengasuhan yang baik dan menciptakan lingkungan sanitasi yang memenuhi standard kesehatan,” kata Kepala BKKBN Dr. (H.C). dr. Hasto Wardoyo, (K) melalui siaran pers, Kamis (29/06/2023).

Menurut Hasto Wardoyo, penyelenggaraan Peringatan Hari Keluarga Nasional 2023 menjadi momentum yang tepat dalam penguatan komitmen bersama bagi seluruh lapisan masyarakat dalam upaya penguatan peran keluarga dalam percepatan penurunan stunting.

Hasto Wardoyo menjelaskan stunting yang merupakan gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang dan stimulasi lingkungan yang kurang mendukung, ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak berada di bawah standard, masih menjadi persoalan bagi Indonesia saat ini.

Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI), angka prevalensi stunting pada 2022 berada pada angka 21,6 persen. Angka ini menunjukkan satu dari lima anak Indonesia mengalami stunting.

“Oleh sebab itu, peningkatan pengetahuan dan pemahaman keluarga serta komunitas berperan penting untuk pencegahan stunting dan mempersiapkan anak agar tumbuh kembang optimal menjadi generasi maju,” ujar Hasto Wardoyo.

Berbagai upaya perlu dilakukan untuk penguatan peran keluarga dalam percepatan penurunan stunting, lanjut Hasto Wardoyo.

“Momentum Hari Keluarga Nasional 2023, diharapkan dapat menjadi daya ungkit keberhasilan program dan penguatan komitmen bersama menurunkan stunting,” jelas Hasto Wardoyo.

Untuk mencapai target prevalensi stunting 14 persen pada 2024 menurut Hasto Wardoyo, harus dilakukan bersama-sama dengan mengintervensi langsung kepada anak-anak stunting.

Sementara itu, terkait penyelenggaraan Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional ke 30 tahun 2023, Deputi bidang Advokasi, Penggerakan, dan Informasi (Adpin) BKKBN Sukaryo Teguh Santoso mengatakan dipusatkan di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan. Pertimbangan digelarnya di Provinsi Sumatera Selatan karena termasuk dalam tiga besar di Indonesia sebagai provinsi dengan penurunan angka stunting melebihi capaian nasional di tahun 2022.

Berdasarkan hasil SSGI tahun 2022, penurunan prevalensi stunting di Sumatera Selatan tahun 2021 yaitu 24,8 persen menjadi 18,6 persen pada 2022. Angka ini lebih rendah dari prevalensi nasional 21,6 persen.

“Tema Puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional tahun 2023 ini adalah Menuju Keluarga Bebas Stunting untuk Indonesia Maju dengan hastag #KeluargaKerenCegahStunting,” kata Teguh.

Sejarah Hari Keluarga Nasional

Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 ternyata tidak serta merta menjadikan Indonesia bisa membangun sesuai cita-cita para Pendiri Bangsa.

Bangsa Indonesia tetap harus berjuang. Negara meminta warga untuk turut ambil bagian dalam perjuangan bersenjata.

Perjuangan itu tidaklah mudah dan murah. Bahkan para pejuang kemerdekaan saat itu harus rela mengorbankan nyawa, harta, dan berpisah dengan keluarga demi mencapai cita-cita kemerdekaan.

Baru pada 22 Juni 1949, Belanda menyerahkan secara utuh kedaulatan Bangsa Indonesia.

Para pejuang yang gugur kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan dimakamkan dengan atau tanpa dikenali.

Para pejuang yang selamat kembali berkumpul kepada keluarganya, setelah sekian lama terpisah selama masa perjuangan.

Momen kembali berkumpulnya para pejuang dengan keluarga pada 29 Juni 1949 ini yang dijadikan peringatan sebagai Hari Keluarga Nasional.

Perjuangan membangun bangsa Indonesia dan membangun keluarga adalah satu nafas kehidupan. Membangun keluarga berarti juga membangun bangsa.

Peringatan Hari Keluarga merupakan upaya mengingatkan seluruh masyarakat Indonesia, betapa pentingnya suatu keluarga.

Keluarga mempunyai peranan dalam upaya memantapkan ketahanan nasional dalam mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa. Dari keluargalah kekuatan dalam pembangunan suatu bangsa akan muncul.

Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia nomor 39 Tahun 2014 tentang Hari Keluarga Nasional ditetapkan tanggal 29 Juni sebagai Hari Keluarga Nasional dan bukan merupakan hari libur.

Prof. Dr. Haryono Suyono merupakan penggagas Hari Keluarga Nasional.

Saat itu Prof. Haryono Suyono merupakan Ketua Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di era Presiden Soeharto.

(Kini lembaga pemerintah itu berubah menjadi Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional dengan akronim tetap BKKBN dan dipimpin dr. Hasto Wardoyo).

Ada nilai sejarah di balik pemilihan tanggal dan bulan tersebut. Tanggal 29 Juni merupakan kristalisasi semangat pejuang Keluarga Berencana untuk memperkuat dan memperluas program KB.

Secara resmi, pemerintah menjadikan program Keluarga Berencana menjadi program nasional, dilakukan bersamaan dengan berdirinya Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pada 29 Juni 1970.




Ekspedisi Pendakian, 12 Anak Muda Kibarkan Bendera Harganas di Puncak Ceremai

Ekspedisi Pendakian, 12 Anak Muda Kibarkan Bendera Harganas di Puncak Ceremai

Ekspedisi Pendakian, 12 Anak Muda Kibarkan Bendera Hari Keluarga Nasional di Gunung Ceremai

BANDUNG, Prolite – Satuan Karya Keluarga Berencana (Saka Kencana) dan Forum Generasi Berencana (GenRe) Jawa Barat, melakukan Ekspedisi Pendakian dan Pengibaran Bendera Hari Keluarga Nasional (Harganas). Pengibaran bendera dilakukan di puncak Gunung Ceremai atau Ciremai di Kabupaten Kuningan (Jawa Barat) pada 29 Juni 2023, tanggal di mana Harganas diperingatir secara nasional.

Pelepasan tim ekspedisi dilakukan Ketua Tim Kerja Balnak, Elma Triyulianti, yang juga Mentor Bidang Keluarga Sejahtera dan Pembangunan Keluarga Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Barat, bertempat di Balai Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur, Kabupaten Kuningan, Selasa (27/06/2023).

Tim ekspedisi beranggotakan 12 anak muda ini dipimpin langsung Sekretaris Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBP3A) Kabupaten Kuningan, Alfalah Shiddieqy Arifin.

Alfalah bukan sosok asing di kalangan pecinta alam Kuningan. Dia merupakan pegiat kelompok pecinta alam “AKAR” (Anak Kuningan Alam Rimba).

Gunung Ceremai (Latin: Gunung Ceremé) dipilih sebagai lokasi pengibaran Bendera Harganas tahun 2023 karena gunung ini merupakan gunung dengan puncak tertinggi di Jawa Barat. Tepatnya berada meter di atas permukaan laut (mdpl).

Ekspedisi Pendakian, 12 Anak Muda Kibarkan Bendera Harganas di Puncak Ceremai2

Adapun beberapa gunung tertinggi lainnya di Jawa Barat di antaranya Gunung Pangrango dengan ketinggian mdpl, Gunung Gede ( mdpl), Gunung Cikuray () mdpl, dan Gunung Papandayan ( mdpl). Kini, Gunung Ceremai termasuk ke dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ceremai (TNGC), yang memiliki luas total sekitar hektar.

Sesaat sebelum melepas tim, dari kaki Gunung Ceremai, Elma berpesan bahwa kegiatan ini tak lepas dari salah satu program prioritas nasional yang kini diemban BKKBN, yaitu percepatan penurunan stunting.

“Pendakian, kemudian pengibaran Bendera Harganas di Puncak Gunung Ceremai ini merupakan simbol bahwa dalam mencapai keluarga bebas stunting butuh usaha, butuh ikhtiar. Sama halnya dengan mendaki Gunung Ceremai, butuh tenaga yang tidak sedikit, butuh strategi, butuh kolaborasi, di mana itu semua juga dibutuhkan dalam upaya kita mengentaskan stunting di Jawa Barat,” tutur Elma.

Menurut data yang disampaikan Kepala Dinas PPKBP3A Kabupaten Kuningan, Trisman Supriatna yang juga hadir melepas keberangkatan tim ekspedisi, mengatakan berdasarkan data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2022 prevalensi stunting di Kabupaten Kuningan berada di angka 19,4%.

Sedangkan berdasarkan data bulan penimbangan balita Februari 2023 dan ePPGBM, di Kuningan terdapat kasus, atau 7,7% di mana Kecamatan Cigugur termasuk kecamatan dengan kasus tertinggi, ada 213 kasus stunting. Di Desa Cisantana ada 34 kasus.

“Kami mendukung kegiatan ini, karena selain untuk mengampanyekan Hari Keluarga, ada kegiatan-kegiatan yang manfaatnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat Cigugur. Baik berupa promosi kesehatan reproduksi remaja, juga pemberian bantuan telur bagi keluarga-keluarga berisiko stunting yang ada di sini. Nanti kita sisir mulai dari daerah sekitar kaki Gunung Ceremai ini,” ucap Trisman.

Selain kegiatan ekspedisi, di tempat yang sama dilaksanakan beberapa kegiatan lainnya. Yaitu sosialisasi dan edukasi kesehatan reproduksi, gizi dan anemia bagi para kegiatan sosialisasi 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) bagi keluarga-keluarga yang memiliki bayi di bawah dua tahun (Baduta) di Desa Cisantana.

Tim ekspedisi memulai jalur pendakian dari Ipukan-Palutungan. Di sana terdapat Kampung KB di Dusun Palutungan, Desa Cisantana, Kecamatan Cigugur. Kampung KB ini telah dibentuk sejak 2017 lalu.

“Semoga kebulatan tekad kita, kegigihan kita mendaki dan mengibarkan Bendera Harganas di Puncak Gunung Ceremai betul-betul mencerminkan sejauh mana kegigihan kita dalam percepatan penurunan stunting,” tutup Elma sambil melepas tim di Jalur Pendakian Palutungan.




Kepala BKKBN Bekali Cara Cegah Stunting kepada 1.220 Kader di Banyuasin, Dalam Rangkaian Hari Keluarga Nasional ke-30

BKKBN

PALEMBANG, Prolite – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo, (K) menghadiri dan memberi pembekalan cara pencegahan stunting kepada Kader KB, Tim Penggerak PKK, dan Bidan Desa dalam Temu Kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) se-Kabupaten Banyuasin, Senin (26/06/2023).

Temu Kader IMP se-Kabupaten Banyuasin dengan tema “Kita Wujudkan Keluarga Bebas Stunting Menuju Banyuasin Bangkit, Adil dan Sejahtera” yang digelar di Graha Sedulang Setudung di Kota Pangkalan Balai, Ibu Kota Kabupaten Banyuasin itu merupakan rangkaian dari puncak Peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-30 tahun 2023. Kabupaten Banyuasin merupakan tuan rumah dalam Puncak Peringatan Harganas ke-30 yang rencananya digelar pada 6 Juli mendatang.

Dalam paparannya, Hasto mengatakan peran Kader KB dan Tim Pendamping Keluarga (TPK) sangat penting. “Program BKKBN tanpa Kader KB dan TPK menjadi tidak berjalan karena mereka adalah akar dari Program BKKBN yang akan memaknai setiap kegiatan BKKBN,” kata Hasto.

BKKBN
Kepala BKKBN Dr. (H.C.) dr. Hasto Wardoyo,

Lebih lanjut Hasto mengatakan pada 2035, Indonesia akan menghadapi aging populations karena peningkatan Usia Harapan Hidup (UHH) terutama pada kaum perempuan.

Sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup, sesuai dengan pesan Presiden Joko Widodo tentang pentingnya mencegah stunting sejak dini. Generasi berkualitas menurut Hasto adalah generasi yang sehat, cerdas dan tinggi. Oleh karena itu menikah pada usia dini menjadi berisiko ketika perempuan hamil pada usia kurang dari 20 tahun.

Hasto menjelaskan panggul seorang perempuan pada masa remaja mengalami pertumbuhan sampai ukuran maksimal lingkar panggul adalah 10 centimeter. Sesuai kodrat lingkar kepala bayi yang akan dilahirkan. Saat seorang perempuan melahirkan anak diusia belasan, pertumbuhan fisiknya menjadi terhambat dan akan berdampak pada kesehatannya di hari tua.

Hasto juga menekankan pentingnya merencanakan kehidupan berkeluarga, salah satunya dengan menjaga kehamilan sejak awal karena pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) untuk menjaga asupan nutrisi sehingga dapat mencegah terjadinya stunting sejak awal.

Bupati Banyuasin Askolani, SH, MH. yang membuka Temu Kader itu mengatakan pertumbuhan Kabupaten Banyuasin yang sebagian besar daerahnya adalah perairan sehingga sulit dijangkau menggunakan jalur darat. Saat ini dari 21 kecamatan yang ada di Banyuasin dan 11 diantaranya tidak dapat dijangkau hanya tersisa 3 kecamatan yang belum terjangkau jalur darat.

BKKBN
Bupati Banyuasin Askolani, SH, MH

Dengan kondisi tersebut Askolani menyampaikan harapannya agar para kader tetap semangat dalam menjalankan tugasnya. Kemudian, ia juga berpesan agar Kader KB, Kader PKK, dan Bidan Desa tetap kompak demi tercapainya penurunan angka stunting di Kabupaten Banyuasin. Dalam kegiatan tersebut Bupati Banyuasin secara simbolis menyerahkan bantuan operasional kepada kader yang hadir.
Sebelum membuka Temu Kader, Bupati Askolani mengajak Kepala BKKBN Hasto Wardoyo melihat kondisi wilayah Banyuasin dari udara dengan helicopter.

Pada kesempatan ini, turut hadir pula Direktur Pengelolaan Lini Lapangan BKKBN I Made Yudhistira Dwipayana, , dan Motivator IMP Drs. Rukman Heryana, MM yang menyampaikan materi tentang motivasi kepada para Kader TPK.

BKKBN
Direktur Pengelolaan Lini Lapangan BKKBN I Made Yudhistira Dwipayana

Rukman menjelaskan peran BKKBN salah satunya adalah menjaga jarak kelahiran dan penundaan usia perkawinan. Peran Kader KB sebagai pengelola program lini lapangan merupakan ujung tombak keberhasilan program BKKBN di lapangan yang dapat disinergikan dengan kegiatan Posyandu.

Para kader adalah bagian dari masyarakat pengelola Posyandu perlu melakukan inovasi terhadap kegiatan yang dilaksanakan Posyandu sehingga para ibu tertarik untuk datang dan membawa anaknya ke Posyandu secara rutin untuk memantau proses tumbuh kembang anak sehingga dapat mencegah terjadinya resiko stunting sejak dini.




Kampung KB Demi Generasi Indonesia Emas

Kampung KB

Prolite – BKKBN terus mengawal, mengelola serta memberi orientasi keberadaan seluruh Kampung Keluarga Berkualitas (Kampung KB), sehingga Kampung KB berbeda dari kampung biasa.

Tak hanya menjadi tempat tinggal bagi kelompok orang, lebih dari pada itu Kampung KB dengan banyak kegiatan produktif di dalamnya mampu memberi nilai lebih kepada para warga, baik dalam hal kesehatan, kesejahteraan, maupun dalam hal pengendalian pertumbuhan penduduk.

Dengan kelebihan ini, tentu akan bermanfaat untuk generasi Indonesia Emas 2045.

Menurut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, melalui Kampung KB upaya pengurangan angka kemiskinan bisa lebih optimal hasilnya.

Terutama jika program-program terkait kependudukan berjalan di semua daerah. Ganjar Pranowo pun menekankan gerakan ini bisa didukung banyak pihak.

“Ini sebagai bentuk kepedulian pemerintah daerah setempat terkait dengan upaya pengendalian laju jumlah penduduk,” kata Ganjar Pranowo usai mencanangkan Kampung KB di Dukuh Pandogan, Desa Telogopandogan, Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, beberapa waktu lalu.

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah Eka Sulistia Ediningsih pada Jumat (23/06/2023) mengatakan di Jawa Tengah ada banyak yang terus dikembangkan. Seluruh Kampung KB ini punya program yang progresif untuk kemajuan masyarakatnya.

Seperti Kampung KB Kokolaka di Kelurahan Jatirejo, Kecamatan Gunungpati, Kota Semarang. Kampung dengan mayoritas warganya memiliki usaha pengolahan kolang kaling, selain menjadi ciri khas dari wilayah tersebut, dengan terdapat 11 usaha pengolahan kolang kaling.

Mulai dari produk kolang kaling seperti pada umumnya yang dijual di pasaran, ada pula yang dijadikan olahan lain seperti manisan, kerupuk, tahu bakso, dan Nasi Guling (Gudangan Kolang kaling) yang menjadi kuliner khas Jatirejo.

Hal itulah dijadikan cikal bakal penamaan “Kokolaka” sebagai nama dari Kampung KB tersebut.

Eka mengatakan Kampung KB memiliki visi yang tegas, yakni terwujudnya keluarga-keluarga yang sejahtera dan berkualitas.

Kokolaka menterjemahkan setiap katanya ke dalam tiga hal yakni keluarga, yaitu unit terkecil dalam masyarakat, kedua, sejahtera, yaitu kesejahteraan secara mental, spiritual, sosial ekonomi.

Ketiga, berkualitas, dalam arti unggul dalam aspek keagamaan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya serta psikologis.

Kampung KB Kokolaka mencakup wilayah satu kelurahan dengan luas 2,34 kilometer persegi, yang terdiri dari 3 Dukuh, yaitu Dukuh Blabak, Dukuh Sirayu, dan Dukuh Ngablak. Ini terdiri dari 4 RW, dan 14 RT.

Kambera, Kampung KB Cabe Rawit

Lantas tak selesai dengan aktif saja, iapun memiliki program-program unggulan yang akhirnya mengantarkan ia menjadi juara 1 Kampung KB Kota Semarang.

Program Urban Farming, hal ini menepis stigma yang seringkali dipahami bahwa pertanian tidak dapat dilakukan di daerah perkotaan, terutama di tengah permukiman penduduk.

Contohnya di RW 02 Kampung KB Kokolaka dimana cabai rawit menjadi tanaman andalan yang ditanam. Begitupun dengan adanya Taman Tanaman Obat Keluarga (Toga).

Program Koperasi, yang terwujud kedalam Koperasi Guyub Rukun Sejahtera, dan Koperasi SBMI Jatirejo.

Ada juga Program UMKM, berdasarkan data UMKM yang dihimpun Rumah Dataku Kelurahan Jatirejo, pada tahun 2022 jumlah UMKM yang terdapat di Kokolaka berjumlah 154 UMKM, dengan jenis usaha terbanyak yaitu toko kelontong yang berjumlah 27, disusul usaha kuliner yang berjumlah 21 usaha.

Menjadi karakteristik dari kampung KB ini adalah dari setiap RW nya memiliki kekuatan masing-masing. Jika di RW 01 lebih kental dengan usaha kolang kaling, maka di RW 02 lebih cenderung pada kuliner olahan cabe rawit.

Hal inipun lantas menjadikan penamaan kampung tematik di RW 02, yaitu Kambera (Kampung Cabe Rawit). Begitupula di RW 3 dengan ciri khas dari jahe merahnya, dan RW 4 dengan produksi jambu kristal sebagai produk andalannya.

Berbicara dalam kaitanya penurunan stunting dan pengendalian penduduk, Eka mengatakan Kampung KB Kokolaka termasuk aktif dalam mengawal hal tersebut.

Seperti penyelenggarahan Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat), dan selain pemberian tambahan makanan, orang tua dari baduta stunting juga diberikan edukasi tentang makanan gizi seimbang.

Dalam hal pembinaan tumbuh kembang anak, remaja, dan lansia, maupun dalam hal perekonomian masyarakat, terdapat 5 kelompok kegiatan yaitu Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR), Bina Keluarga Lansia (BKL), Pusat Informasi Konseling Remaja (PIK-R), dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Akseptor (UPPKA).

Persentase partisipasi pada kelompok kegiatan yang tertinggi adalah pada BKB sebesar 84,2% atau sejumlah 128 keluarga dari 152 keluarga yang memiliki balita.

Kegiatan Posyandu setiap bulan sekali, yang tersebar di masing-masing RW.

Untuk Posyandu RW 01 terletak di Rumah Pintar di samping Lapangan Desa Jatirejo, Posyandu RW 02 dan 04 masih menumpang di rumah penduduk, dan Posyandu RW 03 menempati Pos Kamling Dukuh Ngablak yang berada di depan Gerbang Bumi Perkemahan Harda Walika.

Pasangan Usia Subur (PUS) yang ada di Kampung KB Kokolala perdasarkan laporan Bulan Februari 2023, Peserta KB Aktif di Kelurahan Jatirejo tercatat sebanyak 340 PUS yang terdiri dari, 55 IUD, 20 MOW, 26 Implant, 207 Suntik, 29 Pil dan 3 Kondom. Angka ini menunjukan bahwa Peserta KB Aktif di Jatirejo berada pada persentase 74,89 % dari 454 PUS.

Dengan mayoritas pasangan usia subur berumur 30-49 tahun yang berjumlah 296 pasangan, setara 73% dari total keseluruhan.

Dalam hal Akses Air Bersih dan Sanitasi juga diperhatikan betul. Terdapat selokan jenis terbuka dan tertutup di sisi jalan Kokolaka dengan kondisi yang bersih, air dapat mengalir dengan lancar, walaupun terdapat beberapa titik penyumbatan alami akibat dedaunan dan tanah yang menimbun.

Kampung ini juga memiliki sumber pasokan air yang berasal dari Pamsimas (Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat).

Dan seluruh Masyarakat di Kampung KB Kokolaka mendapatkan akses air bersih dari Pamsimas yang dikelola kelurahan dan tampungannya terdapat di setiap RW.

Kampung KB di Jawa Tengah tentu tidak berfokus di 1 kampung saja, masih ada kampung KB lainya yang juga memiliki program-program progresif.

Seperti Kampung KB Abadi Tegaldowo di Kabupaten Rembang, Semarak Karya di Kota Tegal, Kencanasari di Kabupaten Purworejo, juga lainya di 35 kabupaten/kota se Jawa Tengah.




BKKBN Fokus Mutakhirkan Data Keluarga 2023

Pemutakhiran data keluarga

Ditujukan Pencatatan Data Keluarga yang Valid di di Desa

JAKARTA, Prolite – Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memfokuskan program Pemutakhiran hasil Pendataan Keluarga 2021 pada tahun 2023 (PK-23) di desa.

Pemutakhiran data keluarga serentak di seluruh Indonesia pada 1-31 Juli 2023 ini untuk meningkatkan akurasi data sehingga intervensi pemerintah dalam percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem bisa tepat kepada keluarga sasaran.

Kepala BKKBN Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, (K) mengatakan seluruh kader pendata yang dikoordinasikan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi harus memperhatikan lokus desa yang menjadi sasaran program Pemutakhiran PK-23.

“Seluruh kader pendata agar melihat lokus desa dalam Pemutakhiran ini. Perhatikan jumlah KK (Kepala Keluarga)-nya. Cek dulu jumlah KK di perwakilan (BKKBN) masing-masing dengan jumlah target KK di desa lokus. Jangan salah target. Jangan sampai ada alasan, jumlah KK-nya tidak sesuai. Ini konyol banget,” kata Hasto Wardoyo di Jakarta, Jumat (23/06/2023).

Menurut Hasto Wardoyo, dalam program pemutakhiran data keluarga ini sangat ditekankan tentang kebenaran data. Validitas data juga sangat penting dan utama.

“Kualitas data harus ditonjolkan. Dengan data yang valid, maka kita bisa melihat masalah dengan terang benderang. Tanpa data (valid) maka program percepatan penurunan stunting dan penghapusan kemiskinan ekstrem menjadi tidak sukses,” tegas Hasto Wardoyo.

Sementara itu Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Pelaporan dan Statistik BKKBN Lina Widyastuti, SKM, , mengatakan pada Pemutakhiran PK-23 terlebih dahulu diadakan Prapelaksanaan Pemutakhiran yang digelar selama 10 hari pada 20-30 Juni 2023.

Lina mengatakan Prapelaksanaan Pemutakhiran itu sebagai langkah awal sekaligus uji coba agar data yang dihasilkan valid dan benar.

“Prapelaksanaan Pemutakhiran dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama pada 20 sampai 25 Juni yang dilakukan di 32 kabupaten dan kota di 15 provinsi. Prapelaksanaan tahap kedua akan dilaksanakan pada 25 hingga 30 Juni 2023,” kata Lina.

Menurut Lina, dalam Prapelaksanaan tahap pertama sudah masuk keluarga yang didata. Dari jumlah tersebut sebanyak (91,2 persen) data keluarga sudah divalidasi.

“Hasil prapelaksanaan Pemutakhiran ini menjadi bahan evaluasi bagi provinsi-provinsi sehingga saat Pemutakhiran dimulai pada 1 Juli, setiap perwakilan provinsi sudah tahu hal-hal yang menjadi kendala dan solusinya. Sehingga Pemutakhiran PK-23 ini bisa berjalan dengan baik dan data yang dihasilkan valid dan benar,” ujar Lina seraya mengatakan Prapelaksanaan Pemutakhiran PK-23 ini sesuai dengan surat edaran dari Kepala BKKBN nomor 2 tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2023.

Dalam surat edaran yang ditandatangani Kepala BKKBN Hasto Wardoyo itu disebutkan Pemutakhiran PK-23 dilakukan terlebih dahulu dengan prapelaksanaan yang digelar paling sedikit satu kabupaten/kota per provinsi pada tanggal 20 Juni 2023 – 30 Juni 2023. Pemutakhiran PK-21 tahun 2023 dilakukan serentak di seluruh provinsi pada 1 Juli 2023 sampai dengan 31 Juli 2023.

Wilayah Pemutakhiran data keluarga PK-21 tahun 2023 dilaksanakan pada desa/kelurahan yang terpilih sebagai sampel dan desa/kelurahan dengan cakupan keluarga terdata rendah.

Pemutakhiran dilakukan dengan dua metode pengumpulan data, yaitu metode formulir (paper based) dan telepon pintar (smartphone) yang ditentukan berdasarkan pemetaan yang dilakukan provinsi.

Pemutakhirkan Data Keluarga Indonesia oleh BKKBN dilakukan dengan cara melengkapi, memperbaiki, memperbaharui, mencatat mutasi dan mendata keluarga baru yang belum ada dalam BDKI melalui kunjungan rumah ke rumah dengan cara mewawancara dan atau mengobservasi kepala keluarga, yang dilakukan secara serentak pada waktu yang telah ditentukan.

Pada Pemutakhiran Pendataan Keluarga tahun 2022, jumlah total penduduk yang direkam pada Pemutakhiran PK-21 tahun 2022 sebanyak jiwa. Sedangkan jumlah keluarga yang terdata sebanyak keluarga. Cakupan Pemutakhiran 2022 ini mencapai 80 persen lebih dari seluruh jumlah penduduk dan keluarga di Indonesia.

 

Tentang BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) adalah lembaga yang mendapat tugas untuk mengendalikan jumlah penduduk melalui penyelenggaraan program kependudukan dan Keluarga Berencana, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia melalui pembangunan keluarga berdasarkan Undang-Undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.

BKKBN ditunjuk sebagai Ketua Koordinator Percepatan Penurunan Stunting berdasarkan Peraturan Presiden nomor 72 tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting.




BKKBN Jabar Ke Komisi V DPRD Bahas Stunting

BKKBN Jabar Bahas Stunting ke DPRD

BANDUNG, Prolite – Komisi V DPRD Jawa Barat terima audiensi Badan Kependudukan dan Kelurga Berencana Nasional (BKKBN) Jabar terkait permohonan pembahasan Peraturan Daerah (Perda) tentang Percepatan Penurunan Stunting, Bandung, Senin (19/6/2023).

Audiensi dengan BKKBN Jabar diterima oleh Wakil Ketua Komisi V DPRD Jawa Barat Hadi Wijaya,, Sekretaris Komisi V H. Memo Hermawan, Anggota Komisi V Tedi, dan Anggota Komisi V DPRD Jawa Barat Hj. Siti Muntamah,.

Abdul Hadi Wijaya menuturkan, dalam audiensi tadi BKKBN Jabar mengusulkan dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) tentang Percepatan Penurunan Stunting. Usulan tersebut muncul dilatarbelakangi belum terakomodasinya beberapa poin Perpres 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting.

“Kami menerima audiensi dengan BKKBN Jabar. Dalam audiensi dibahas soal usulan dibentuknya payung hukum yang kuat (Perda) dalam rangka penyelarasan penanganan penurunan stunting,” tutur Abdul Hadi Wijaya, Bandung, Senin (16/6/2023).

Setelah Komisi V bersama BKKBN Jabar, Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Jabar, Dinas Kesehatan Jabar dan Satgas TPPS membahas usulan tersebut. Komisi V DPRD Jawa Barat merekomendasikan perubahan Pergub Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting dibandingkan harus membuat Perda dengan mempertimbangkan banyak hal.

Perubahan Pergub Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting dinilai lebih efektif dan cepat untuk melakukan proses sinkronisasi dan mengakomodasi Perpres 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang terbit belakangan.

“Setelah mempertimbangkan banyak hal, rapat ini akhirnya mengusulkan atau merekomendasikan proses sinkronisasi (melalui) perubahan Pergub Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting, perubahan ini bisa mengintegrasikan Perpres 72 Tahun 2021 dengan baik,” jelas Abdul Hadi Wijaya.

Selain itu, dalam audiensi tersebut Komisi V DPRD Jawa Barat pun merekomendasikan dilaksanakan rapat kerja dengan pihak terkait penanganan penurunan stunting, termasuk mengundang Komisi V DPRD Jawa Barat dan komisi lainnya yang berkelindan dengan penanganan penurunan stunting.

“Selama ini Satgas TPPS mencakup semua aspek perangkat daerah (OPD atau pihak terkait). Maka perlu komunikasi dengan DPRD Jawa Barat secara lengkap karena ini lintas komisi. Sehingga perlu rapat kerja membahas ini khususnya hal-hal yang disorot selama pembahasan dalam audiensi ini,” tegasnya.

Hal senada disampaikan Memo Hermawan. Menurutnya, rapat kerja terkait percepatan penurunan stunting dengan pihak terkait sebaiknya segera dilaksanakan. Sebab, dalam waktu dekat Gubernur dan Wakil Gubernur serta Sekretaris Daerah Jabar akan segera berhenti, belum lagi jelang tahun politik.

“Saya mengusulkan dipercepatnya rapat kerja untuk membahas hal ini. Rapat kerja harus dengan berbagai pihak terkait, dan lintas komisi (DPRD Jawa Barat) untuk membahas percepatan penurunan stunting, dan bahas soal kebijakan anggaran dalam mendukung percepatan penurunan stunting,” kata Memo Hermawan.

Sama halnya Enjang Tedi dan Siti Muntamah yang sependapat terhadap perubahan Pergub Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Namun Siti Muntamah menekankan perubahan peraturan gubernur tersebut harus disertai dengan inovasi kebijakan dalam Pergub tersebut.

“Saya minta ada inovasi (kebijakan) dalam perubahan Pergub Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting. Seperti dimunculkannya gerakan pangan lokal aman dan sehat,” tegas Siti Muntamah.

Sedangkan, Ketua Tim Kerja Hubungan Antar Lembaga BKKBN Jabar Hendra Kurniawan mengatakan, usulan pembentukan Perda ini baru inisiasi awal, dan pihaknya ingin melihat sejauh mana kemungkinan Perda ini dibentuk.

Sementara latar belakang diusulkannya Perda tentang Percepatan Penurunan Stunting ini karena sebagai bentuk komitmen dalam mengatasi stunting, dan belum terakomodirnya beberapa hal terkait penanganan stunting dalam Peraturan Gubernur Nomor 107 Tahun 2020 tentang Percepatan Penurunan Stunting di Daerah Provinsi Jawa Barat.

“Usulan Perda ini baru sebatas obrolan awal, dan untuk melihat apakah pembentukan Perda ini memungkinkan atau tidak,” kata Hendra Kurniawan.




Gangguan Mental Sebabkan Stunting

Gangguan Mental

JAKARTA, Prolite – Gangguan mental atau mental emotional disorder yang dialami ibu hamil dan ibu pasca persalinan bisa menyebabkan stunting pada bayi yang dilahirkan. Kondisi stress post partum dan juga baby blues seorang ibu menyebabkan depresi panjang yang berpengaruh terhadap bayinya.

Penyebab stunting tidak hanya oleh faktor fisik semata namun juga karena gangguan mental yang menyebabkan ketidakbahagiaan seorang ibu dalam mengasuh bayinya.

Hal tersebut mengemuka dalam Rapat Pakar Formulasi Model Promosi Nutrisi dan Kesehatan Mental pada 1000 Hari Pertama Kehidupan Berbasis Posyandu dan Pendamping Keluarga yang digelar oleh komunitas Wanita Indonesia Keren (WIK) bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) di auditorium BKKBN Pusat di Jakarta Timur, Sabtu (17/06/2023).

Rapat secara hybrid itu menghadirkan narasumber kunci yakni Kepala BKKBN Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, (K), Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmati, S.E,, mantan Menteri Kesehatan Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek, Sp.M (K), Anggota Komisi IX DPR-RI Dr. Edy Wuryanto,.,., Dirjen Bina Pemdes Kementerian Dalam Negeri Dr. Eko Prasetyanto Purnomo, ., . MA.

Pertemuan tersebut juga menghadirkan Walikota Semarang Hevearita G. Rahayu yang memiliki program praktik baik (best practice) Rumah Pelita dalam percepatan penurunan stunting di Kota Semarang.

Dalam pembukaan Ketua komunitas Wanita Indonesia Keren Maria Stefani Ekowati mengatakan gangguan kesehatan mental pada orang tua berdampak pada tumbuh kembang anak. Terutama gangguan mental yang terjadi pada hari pertama kehidupan (HPK) bayi yang dilahirkannya.

Berdasarkan penelitian skala nasional, sebanyak 50 hingga 70 persen ibu di Indonesia mengalami gejala minimal-gejala sedang baby blues. Dan ini merupakan angka tertinggi ketiga di Asia.

“Penelitian HCC di Pekan ASI se-Dunia tahun 2022 membuktikan 6 dari 10 ibu menyusui di Indonesia tidak bahagia. Anak yang terlahir dari ibu dengan stress post-partum, maka sebanyak 26 persen mengalami stunting,” kata Maria Ekowati.

Penelitian yang dilakukan oleh Andriati pada 2020, menyimpulkan 32 persen ibu hamil mengalami depresi dan 27 persen depresi post partum. Demikian juga penelitian di Lampung, sebanyak 25 persen mengalami gangguan mental depresi setelah melahirkan.

“Itu sebabnya kami meyakini perlu adanya model promosi kesehatan mental di komunitas dan secara strategis model ini diimplementasikan di tingkat Posyandu dan Tim Pendamping Keluarga,” kata Maria didampingi anggota Dewan Pakar WIK Kristin Samah dan Tim Kerja WIK Dr. dr. Ray W. Basrowi.

Kepala BKKBN Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, (K) mengatakan BKKBN dalam upaya percepatan penurunan stunting memiliki tugas utama untuk mengubah mindset atau perilaku masyarakat. Karena itu, Hasto Wardoyo menyampaikan apresiasi kepada komunitas Wanita Indonesia Keren yang telah melakukan konvergensi percepatan penurunan stunting dari sisi kesehatan mental.

Kompetensi SDM di Posyandu
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam paparannya mengatakan stunting yang merupakan permasalahan gizi kronis harus dicegah dari itu yang dilakukan Kementerian Kesehatan bersifat preventif yakni dari sisi ibu hamil dan bayi di bawah usia dua tahun berupa intervensi gizi.

Budi Gunadi juga menyebutkan intervensi gizi itu dikategorikan ke dalam tiga stadium, yakni satu hingga tiga dengan penanganan mulai dari Puskesmas hingga di rumah sakit.

“Saya yakin dan percaya penangan stunting ini harus dari hulu. Kalau untuk masalah kesehatan jiwa, hulunya apa? Karen itu, kami akan mengintegrasikan kesehatan jiwa secara preventif dalam penanganan stunting,” kata Budi Gunadi.

Menteri PPPA I Gusti Ayu Bintang Darmati mengatakan pentingnya seorang ibu memiliki manajemen stress yang baik, terutama saat hamil dan melahirkan. Manajemen stress ini sangat perlu didukung oleh keluarga, terutama suami.

“Perlu penguatan peran Posyandu untuk mendukung kesehatan mental Ibu,” kata Ayu Bintang.

Anggota Komisi IX DPR-RI Edy Wuryanto mengatakan penanganan stunting tidak bisa dilakukan secara partial namun perlu kerja sama.

Edy secara tegas juga menyebutkan stunting tidak hanya disebabkan persoalan fisik namun juga mental. “Penyebab stunting tidak hanya secara fisik namun juga mental. Kalau kesehatan mental tidak bagus bisa stunting,” kata Edy.

Menurut Edy, basis layanan kesehatan mental perlu dibangun secara tegas di Posyandu-Posyandu. “SDM (sumber daya manusia) di Puskesmas dan Posyandu harus punya kompetensi dan kemampuan penanganan kesehatan jiwa,” ujar Edy.

Sementara itu Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek, Sp.M (K) menyampaikan strategi kesehatan mental dalam implementasi penurunan stunting. Prof. Nila menyebutkan pembangunan manusia Indonesia tidak hanya secara fisik, namun juga secara mental.

Prof. Nila juga menekankan pentingnya pemaknaan kesehatan (health belief) dalam penurunan stunting. Peran ibu, menurut Prof. Nila sangat dominan. “Ibu yang sangat responsif dan penuh kasih sayang,” kata Prof. Nila.

Dia juga menyebutkan trauma masa kecil akan berdampak sampai dewasa. Sedangkan kesehatan mental sangat berpengaruh terhadap stunting. “Indonesia sekarang ini sedang menghadapi darurat kesehatan mental,” kata Prof. Nila.(*)