Aksi Jurnalis: RUU Penyiaran, Lemahkan Demokrasi di Indonesia

Jurnalis Lakukan Aksi Tolak RUU Penyiaran
BANDUNG, Prolite – Seratusan wartawan bertugas di Kota dan Provinsi Jawa Barat gelar aksi demo tolak RUU penyiaran yang saat ini tengah dibahas DPR RI.
Para jurnalis dari beberapa organisasi di antaranya Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Jabar, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Bandung, Wartawan Foto Bandung (WFB), hingga Forum Diskusi Wartawan Bandung (FDWB).
Selain orasi, massa juga menggelar aksi teatrikal dengan membawa keranda merah. Dalam aksinya, salah seorang jurnalis diikat di keranda tersebut. Tak hanya itu, puluhan kartu pers turut digantung di keranda merah tersebut.
Para jurnalis cetak dan elektronik ini menilai sejumlah pasal dalam RUU penyiaran ini diduga bisa mengancam iklim demokrasi dan kebebasan pers di Indonesia.
Koordinator Advokasi dari AJI Bandung, Fauzan Sazali mengatakan, pihaknya mengancam anggota DPR RI yang ingin mengesahkan RUU Penyiaran.
“Kita akan boikot DPR, kami tidak akan liputan di kantor DPR, karena mereka telah mencoba membungkam kerja-kerja jurnalistik dan kerja-kerja jurnalisme berkualitas,” ucap Fauzan.
Banyak pasal yang dibahas sangat multitafsir dan berpotensi mengurangi partisipasi masyarakat.
Salah satu yang menjadi sorotan adalah substansi Pasal 50 B ayat (2) huruf c terkait larangan liputan investigasi jurnalistik. Hal ini jelas merugikan masyarakat, sebab, dalam lingkup pemberantasan korupsi, produk jurnalistik kerap menjadi kanal alternatif untuk membongkar praktik kejahatan atau penyimpangan tindakan pejabat publik.
Padahal, sebagai pilar keempat demokrasi media memiliki peran strategis dalam membangun demokrasi, khususnya yang melibatkan masyarakat.
Revisi UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran yang merupakan inisiatif DPR bertolak belakang dengan semangat demokrasi dan menjadi polemik di masyarakat.
Hal ini tatkala draft naskah RUU per 24 Maret 2024 yang sedang berproses di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, terkait Standar Isi Siaran (SIS) yang memuat batasan, larangan dan kewajiban bagi penyelenggara penyiaran serta kewenangan KPI, secara tersurat memuat ketentuan larangan liputan eksklusif investigasi jurnalistik.
RUU penyiaran tersebut tentu bermasalah dan patut ditolak karena bukan hanya mengancam kebebasan pers, tapi juga kabar buruk bagi masa depan gerakan antikorupsi di Indonesia.
Tuntutan Massa Aksi
1. Menolak pasal yang memberikan wewenang lebih pada pemerintah untuk mengontrol konten siaran karena ini bisa membuat banyak hasil kerja jurnalis yang disensor sebelum disampaikan kepada publik secara obyektif.
2. Menolak pasal yang memperketat regulasi terhadap media independen. Ini dapat membatasi ruang gerak media dan mengurangi keberagaman dalam penyampaian informasi kepada publik.
3. Menolak pasal yang mengatur sanksi berat untuk pelanggaran administratif. Sanksi yang tidak proporsional akan membungkam jurnalis dalam menjalankan kerja-kerja jurnalistik dan mengancam kebebasan pers.
4. Menuntut Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah untuk segera revisi menyeluruh terhadap pasal-pasal bermasalah tersebut dengan melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk Dewan Pers, organisasi pers, dan masyarakat sipil.
5. Mendukung upaya hukum dan konstitusional untuk mempertahankan kebebasan pers.