MBG, Ledia Beri 4 Catatan Dari Efisiensi Jumlah Hingga Pengelolaan Sampah

MBG

MBG, Ledia Beri 4 Catatan Dari Efisiensi Jumlah Hingga Pengelolaan Sampah

Prolite – Di masa reses, anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah meninjau pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa sekolah di Kota Bandung dan Kota Cimahi. Hasil kunjungan dan serap aspirasi tersebut dirangkum Ledia dalam empat catatan.

Pertama, dari hasil kunjungan ke beberapa sekolah ini terungkap bahwa kebutuhan akan program MBG ini tidak merata keseluruhannya.

Ada sejumlah sekolah yang memang kondisi sebagian besar siswanya dari kalangan tidak mampu atau hampir semuanya tidak mampu. Yang memang kalau pagi-pagi mereka sulit untuk sarapan, tidak punya bekal, dan lain sebagainya. Maka sekolah ini tentu menjadi prioritas utama. Sementara ada sekolah yang mayoritas siswanya berasal dari keluarga mampu sehingga tidak begitu memerlukan program MBG.

“Mengingat pelaksanaan program ini membutuhkan dana sangat besar dan saat ini bahkan belum bisa menjangkau semua sekolah di seluruh Indonesia, maka diperlukan pendataan yang lebih jelas agar diperoleh informasi akurat mana-mana sekolah yang harus diprioritaskan menerima program MBG ini,” kata anggota anggota Komisi X DPR RI ini.

Kedua, perlu efisiensi jumlah paket makanan, dengan tidak menyamaratakan jumlah paket makanan setiap hari. Sebab setiap sekolah umumnya sudah punya ukuran rata-rata berapa yang tidak hadir di sekolah dalam satu hari. Misalnya pada salah satu SMP yang dikunjungi, rata-rata ada 60 siswa dari 800 siswa tidak hadir setiap harinya. Namun selalu dikirim 800 paket makanan sesuai jumlah siswa sehingga ada kelebihan puluhan paket makanan setiap hari.

“Kalau sudah punya ukuran rata-rata ini, mungkin tidak harus dikirim 800 paket makanannya, bisa saja 750 cukup. Agar apa? Agar kita bisa melakukan efisiensi dan mencegah pemborosan. Efisiensi anggaran bisa terbukti dari sini. Bukan menyatakan efisiensi tetapi dengan cara dikurangi mutu atau kualitas produknya,” saran aleg dapil Jawa Barat 1 ini pula.

Urusan kelebihan makanan ini bukan perkara remeh. Sebab kelebihan hingga puluhan paket makanan setiap hari tentu memiliki dampak anggaran yang cukup besar dalam hitungan bulan, semester hingga tahun.

“Karena di sini kita bicara program yang dibiayai oleh APBN, oleh dana dari pajak masyarakat juga, maka kasus kelebihan pengiriman makanan hingga berjumlah bukan sekedar satu dua tapi puluhan dan terjadi setiap hari tentu bertolak belakang dari semangat efisiensi,” lugasnya.

Sebenarnya, lanjut Ledia, upaya meminimalisir kelebihan pengiriman ini memungkinkan terjadi kalau antara pihak sekolah dan dapur MBG bisa melakukan koordinasi.

“Makanan itu kan diantar siang ya, diolah sejak pagi. Bagi yang dapurnya cukup dekat, masih dalam kisaran satu kecamatan misalnya, sekitar jam pagi kan sudah bisa dilaporkan, berapa siswa yang tidak hadir. Dari 800 siswa, yang tidak hadir 60 orang. Maka bisa dikirim 750 paket saja, masih ada lebih tapi tidak banyak. Masih memadailah gitu. Cuma orang suka berpikir ah repot, ribet kalau ada ganti-ganti jumlah tiap hari. Padahal lama-lama akan ketemu polanya, dan bisa diminimalisir kelebihan paket tidak lebih dari 10 misalnya. Pihak dapur yang terbiasa memegang beberapa sekolah tentu bisa mengatur hal ini.”

Ketiga, terkait dengan sampah sisa makananan. Tanpa menghitung kelebihan makanan saja, paket MBG ini setiap hari menyisakan sampah, seperti kulit buah, kotak bekas susu, serta sisa makanan yang tidak habis dimakan siswa. Satu dua hari masih aman, namun setelah berbilang pekan dan bulan beberapa sekolah mulai memiliki problem baru; pengelolaan sampah.

Aanggota Komisi X DPR RI sekaligus Sekretaris Fraksi PKS DPR RI ini lantas menceritakan curhat kepusingan sekolah soal cara pengelolaan sampah.

“Sampah diproduksi setiap hari padahal tidak semua wilayah punya sistem pengelolaan sampah yang baik dan cepat. Beberapa sekolah jadi curhat terkait PR baru soal pengelolaan sampah ini. Sekolah pada akhirnya memerlukan bantuan dalam hal pengelolaan sampah. Entah akan dimagotisasi, dikomposting, mau diapain juga itu sampah tentu harus disiapkan agar tidak menumpuk dan menjadi sumber masalah baru. Artinya, perlu koordinasi juga antara sekolah dan pihak terkait seperti RW dan Kelurahan.”

Terakhir, dari hasil pengamatan ini, perjalanan kunjungan kerja dan juga beberapa laporan yang masuk pada Komisi X DPR RI terungkap bahwa kebutuhan prioritas utama program MBG ini lebih nyata diperlukan pada daerah-daerah 3T.

“Daerah 3T, daerah tertinggal, terdepan, terluar, itu sungguh sangat perlu diafirmasi agar percepatan ketercapaian gizi sehari-harinya itu bisa memadai. Angka kurang gizi, stunting, itu banyak ditemukan pada daerah 3T.”

Karena itu Ledia mengingatkan Pemerintah agar menempatkan prioritas program MBG ini utamanya pada daerah 3T disusul pada daerah lain dengan prioritas pemberian program bagi sekolah yang memiliki mayoritas siswa dari golongan masyarakat menengah ke bawah.

“Ini tentu memerlukan pendataan yang tepat agar program ini bisa benar-benar mendorong peningkatan gizi anak-anak Indonesia masa depan,” tutupnya.




Raperda Pengelolaan Sampah, Insentif Pengelolaan Bank Sampah

Raperda

Raperda Pengelolaan Sampah, Insentif Pengelolaan Bank Sampah

Prolite – Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bekasi menargetkan akan menyelesaikan pembahasan dua raperda dalam satu bulan. Selain Raperda Penyelenggaraan Lalu lintas dan Angkutan Jalan, dibahas juga Raperda Pengelolaan Sampah.

Ketua Bapemperda DPRD Kota Bekasi, Dariyanto mengatakan pembahasan rancangan perda ini akan dilakukan oleh panitia khusus 4 dan 5.

“Ini akan dibahas di pansus 4 atau 5. Kita targetkan 1 bulan selesai,” ujarnya.

Raperda
Ketua Bapemperda DPRD Kota Bekasi, Dariyanto.

Terkait pengelolaan sampah sendiri menurut Driyanto, DPRD akan menyusun regulasi untuk mengatasi permasalah sampah dan instensif masyarakat yang mengelola bank sampah.

Rancangan perda pengelolaan sampah tersebut akan berdampak positif bagi para pengelola bank sampah di Kota Bekasi, yang meliputi penguatan kebijakan bank sampah dan masyarakat pengelolaan/produsen bank sampah.

Perda tersebut akan berdampak positif bagi para pengelola bank sampah di Kota Bekasi, yang meliputi penguatan kebijakan bank sampah dan masyarakat pengelolaan/produsen bank sampah.

“Adanya peningkatan alokasi anggaran serta menyusun dan membentuk skema instensif menarik untuk pengelolaan bank sampah. Selain itu, akan ada optimalisasi kerjasama dengan institusi lingkungan hidup dalam pengelolaan sampah, ” jelasnya.

Intinya, kata Driyanto, harus ada perhatian dari Pemerintah Daerah dan bank sampah ini bisa mendapatkan anggaran.




DPRD: Kepwal BPRS Diharapkan Segera Diterbitkan

BPRS

DPRD Kota Bekasi: Wali Kota Bekasi Diminta Terbitkan Kepwal Penguatan BPRS

Prolite – Beberapa waktu lalu telah disepakati perda terkait Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) oleh DPRD dan Pemerintah Kota Bekasi.

Dalam kesepakatan tersebut, salah satu poin penting adalah penugasan BPRS dalam menangani penggajian P3K.

Dalam rapat paripurna DPRD Kota Bekasi, Kamis (12/6), Anggota Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bekasi dari Fraksi PKS, Adhika Dirgantara meminta Wali Kota Tri Adhianto untuk segera menerbitkan Keputusan Wali Kota (Kepwal) sebagai dasar hukum operasional bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) dalam mengelola penggajian Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K).

” Penugasan tersebut bukan hanya kewajiban administratif, tetapi juga bentuk penguatan BPRS sebagai lembaga keuangan syariah daerah yang mampu mendukung pertumbuhan UMKM,” ujarnya.

Ia menekankan bahwa penguatan BPRS selaras dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), khususnya visi Kota Bekasi Berkarya dan Bersinergi.

“Pentingnya percepatan penerbitan Kepwal ini mengingat jadwal pelantikan P3K dijadwalkan akan dilangsungkan pada 1 Juli 2025. Melalui forum ini kami mendorong agar keputusan wali kota segera terbit agar BPRS bisa melaksanakan tugasnya tepat waktu,” pungkasnya.




DPRD: Digitalisasi Sistem PAD Untuk Cegah Kebocoran

PAD

DPRD: Digitalisasi Sistem PAD Untuk Cegah Kebocoran

Prolite – Adanya hasil positif capaian Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bekasi pada triwulan pertama di tahun ini, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi, Alit Jamaludin mendorong Pemkot Bekasi untuk segera melakukan inovasi dalam pola dan sistem penarikan pajak Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui digitalisasi.

” Khususnya Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sudah melampaui target di triwulan pertama ini. Semua sektor pajak dan retribusi harus terus digencarkan,” ujarnya.

Digitalisasi ini menurut Alit, bertujuan untuk meningkatkan transparansi serta mencegah kebocoran penerimaan daerah.

penertiban bangunan liar
Alit Jamaludin, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi.

“Mencontoh dari Kota Malang yang sudah melakukan digitalisasi. Mereka punya sistem dan alat.
Mereka juga rutin melakukan review capaian target. Ini yang harus kita contoh dari Kota Malang, baik sistem maupun alat seperti Tiping Box,” ungkapnya.

Alit mengatakan bahwa Komisi III DPRD Kota Bekasi sudah mendorong Wali Kota Bekasi agar melakukan Memorandum of Understanding (MoU) bekerjasama dengan Kota Malang untuk mengadopsi sistem digital tersebut.

“Mau tidak mau, digitalisasi harus dilakukan agar transparansi dan akuntabilitas terjaga serta kebocoran dapat diantisipasi,” tegasnya.




DPRD Kota Bekasi: Wajib Punya Garasi, Salah Satu Poin Pembahasan Revisi Perda Lalu Lintas.

dprd-kota-bekasi - peraturan daerah - wajib punya garasi

DPRD Kota Bekasi: Wajib Punya Garasi, Salah Satu Poin Pembahasan Revisi Perda Lalu Lintas.

Prolite – Ketua Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD Kota Bekasi, Dariyanto mengatakan bahwa DPRD akan mengkaji rencana wajib punya garasi bagi para pemilik kendaraan roda empat.

Langkah ini bertujuan demi ketertiban lingkungan, meminimalisir singgungan yang memicu keributan antar warga dan kelancaran lalu lintas. Pasalnya pemilik kendaraan di lingkungan perumahan banyak yang memarkirkan kendaraannya di badan jalan karena tidak memiliki garasi.

Ketentuan wajib punya garasi akan dimasukkan dalam revisi (Perda) Nomor 9 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

“Banyak warga punya mobil tapi tidak punya garasi, akhirnya parkir sembarangan di jalan. Ini akan kita atur agar tidak menimbulkan keributan atau gangguan di lingkungan,” ujarnya.

Menurutnya, garasi yang dimaksud adalah tidak harus milik pribadi, tapi bisa juga yang disewakan atau fasilitas bersama di lingkungan tersebut.

“Rencananya akan dibahas pekan depan oleh Pansus 5 DPRD. Kita undang instansi terkait termasuk Dishub untuk mendalami aspek teknis dalam penerapan aturan ini,” jelasnya.

Selain soal garasi, revisi Perda juga akan mencakup pengaturan lalu lintas lainnya, termasuk penataan marka jalan, pembatas jalan, dan fasilitas pedestrian. Usulan ini, kata Dariyanto, merupakan bagian dari inisiatif DPRD untuk menciptakan lalu lintas yang aman dan lancar serta meningkatkan potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor transportasi, seperti retribusi terminal.




Banyaknya Kasus Pelecehan, Adelia Sidik: Harus Ada Perubahan di Perda Perlindungan Anak

pelecehan anak-ilustrasi

Banyaknya Kasus Pelecehan, Adelia Sidik: Harus Ada Perubahan di Perda Perlindungan Anak

Prolite – Seorang siswa SD berinisial Y diduga telah melakukan pelecehan terhadap sejumlah anak laki-laki lain yang sebagian besar lebih muda darinya.

Berawal dari salah satu korban berinisial C (7), yang diketahui setelah sang kakak melaporkan kejadian tersebut kepada ibunya pada 22 Mei 2025.

“Awalnya setahu saya korbannya ada empat, dan belum lama saya tahu korban sekarang ada sembilan,” ujar RW (33), ibu dari C, saat dikonfirmasi, Senin (9/6/2025).

Kejadian ini tentu ramai diperbincangkan masyarakat kota Bekasi. Tak terlepas Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Adelia Sidik yang tentu sangat prihatin dengan kejadian tersebut.

pelecehan anak
Ketua Komisi IV DPRD Kota Bekasi, Adelia Sidik.

Berkaca dari banyaknya kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur dan khususnya untuk kasus pelecehan oleh anak Y ini, Adelia Sidik mendorong revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 3 Tahun 2023 tentang Perlindungan Anak.

Menurutnya, dugaan pelecehan terjadi karena pelaku terinspirasi dari konten dewasa yang ia tonton secara bebas di gawai.

Adelia menilai, perda yang berlaku saat ini belum cukup mengantisipasi persoalan yang timbul akibat penggunaan ponsel di kalangan anak-anak. Ia menyoroti bahaya paparan konten negatif jika penggunaan gawai tidak diawasi secara ketat oleh orangtua.

“Kami sedang menginisiasi perubahan perda perlindungan anak di Kota Bekasi. Jadi dengan adanya kasus ini, kami makin kencang (bersuara),” kata Adelia dikutip dari Kompas.

Melalui revisi perda tersebut, Adelia berharap peran dinas-dinas terkait, seperti Dinas Sosial, Dinas Pendidikan, serta Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), dapat lebih maksimal dalam menangani kasus anak yang berhadapan dengan hukum.

“Saya berharapnya Pemkot Bekasi buka mata, miris sekali kita punya APBD yang cukup besar, tapi ternyata tidak bisa maksimal,” tambahnya.




Imbas Penertiban Bangunan Liar, Komisi III: Pemkot Harus Beri Solusi Bagi yang Terdampak

penertiban bangunan liar

Imbas Penertiban Bangunan Liar, Komisi III: Pemkot Harus Beri Solusi Bagi yang Terdampak

Prolite – Penertiban bangunan liar oleh Pemkot Bekasi memberikan dampak terhadap pelaku UMKM yang selama ini menghuni bangunan liar tersebut.

Alit Jamaludin, Wakil Ketua Komisi III DPRD Kota Bekasi mengatakan, Pemerintah Daerah perlu memikirkan nasib para pelaku UMKM yang terdampak penertiban banguan liar ini.

Dia mendorong pemerintah untuk memberikan solusinya, semisal melakukan upaya relokasi ataupun mencarikan lokasi pengganti untuk para pedagang dan pelaku UMKM yang terdampak.

“Misalnya opsi peralihan seperti penyediaan relokasi lahan pengganti. Kalau perlu, di masing-masing kelurahan yang digunakan untuk sentrasentra UMKM, termasuk untuk para pedagang kaki lima yang terdampak gusuran,” ujar Alit dikuti dari media online RakyatBekasi.

Menurutnya, pemerintah daerah harus bisa berperan aktif dalam setiap kebijakan yang melibatkan dan berdampak langsung ke masyarakat.

Alit pun menyinggung tentang ada atau tidaknya biaya ganti rugi ataupun kompensasi yang bisa diterima masyarakat yang terdampak.

“Kalau masalah kompensasi, dikembalikan lagi ke Pemerintah. Karena pedagang-pedagang itu sudah menggunakan lahan negara yang bukan diperuntukkan. Jadi pemerintah bisa ambil langkah strategis untuk
perencanaan selanjutnya,” ujarnya.




Dewan Minta Pemkot Bekasi Tekan Angka Pengangguran dengan Terobosan Program

angka pengangguran

Dewan Minta Pemkot Bekasi Tekan Angka Pengangguran dengan Terobosan Program

Prolite – Tingginya angka pengangguran masyarakat kota Bekasi saat ini cukup memprihatinkan.
Ini dirasakan Anggota DPRD Kota Bekasi, Rudy Heryansyah.

Dia berharap Pemkot Bekasi dapat melakukan terobosan-terobosan dengan program-program efektif untuk menekan angka pengangguran di kota Bekasi.

Khususnya untuk warga lokal Kota Bekasi, mereka harus bersaing ketat dengan pendatang dari luar daerah untuk dapat pekerjaan di Kota Bekasi.

Rudy mengatakan Pemkot Bekasi melalui Dinas Tenaga Kerja diharapkan bisa memperbanyak peluang pekerjaan bagi masyarakat kota Bekasi.

Sementara itu Upah Minimum Kota Bekasi terbilang cukup tinggi sehingga menjadi daya tarik orang luar daerah untuk datang ke Kota Bekasi, sedangkan tidak banyak industri di Kota Bekasi.

“Ini yang membuat masyarakat lokal harus bersaing ketat untuk dapat pekerjaan. Disnaker harus bisa menciptakan peluang-peluang supaya masyarakat lokal yang menganggur bisa bekerja,” ungkapnya.




DPRD Kota Bekasi : SPMB Transparan, Kualitas Pendidikan Meningkat

SPMB

DPRD Kota Bekasi : SPMB Transparan, Kualitas Pendidikan Meningkat

Prolite – Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun 2025 di Kota Bekasi diharapkan bisa berjalan dengan adil, transparan dan tidak ada kecurangan di dalamnya. Hal ini disampaikan Anggota DPRD Kota Bekasi Komisi 4 dari Fraksi PKB, Ahmadi.

Dia berharap terhadap penerimaan murid baru tahun ini dapat berjalan baik dan makin meningkatkan kualitas pendidikan warga Kota Bekasi.

“Saya berharap bahwa SPMB dapat meningkatkan kualitas pendidikan di Kota Bekasi dengan memilih siswa yang berpotensi dan memiliki kemampuan akademis yang baik,” ungkap Ahmadi.

Sistem yang baru ini , kata Ahmadi, dapat memberikan kesempatan yang sama bagi semua calon siswa, tanpa memandang latar belakang sosial ekonomi atau lokasi geografis.

“Ke depannya dapat membantu mengurangi disparitas pendidikan antara sekolah-sekolah di Kota Bekasi, sehingga semua sekolah memiliki kesempatan yang sama untuk meningkatkan kualitas pendidikan,” ujarnya.




DPRD Kota Bekasi Nilai OPD Kurang Komunikasi Soal Serapan Anggaran APBD

serapan anggaran

DPRD Kota Bekasi Nilai OPD Kurang Komunikasi Soal Serapan Anggaran APBD

Prolite – Lemahnya informasi terkait serapan anggaran APBD di semester pertama ahun 2025 oleh OPD kepada DPRD Kota Bekasi dianggap menyulitkan DPRD mengetahui sejauh mana serapan anggaran di berbagai wilayah.

Yenny Kristianti, Wakil Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi menilai OPD kurang mempubilkasikan program kerja mereka sehingga DPRD kekurangan informasi tentang sebaran penyerapan anggaran APBD.

“Kita tidak tahu penyerapan anggaran APBD kemana saja dan daerah mana yang sudah menyerap,” ujar Yenny.

Menurutnya, kekurangan komunikasi dan informasi ini menyulitkan DPRD untuk mengapresiasi kinerja OPD.

“DPRD seharusnya mendapat informasi yang cukup agar bisa menyampaikan perkembangan program pemerintah kepada masyarakat. Kurangnya komunikasi antar lembaga ini dianggap menghambat fungsi pengawasan DPRD,” ungkapnya.

Interaksi antara DPRD dan OPD menurut Yenny sangatlah penting, sehingga anggota dewan dapat memberikan penilaian objektif atas kinerja perangkat daerah.

“Wakil rakyat itu kan kepanjangan tangan, harus saling terkait satu sama lain,” tegas kader Partai Solidaritas Indonesia ini.