Penting Bahas Raperda Tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual di Kota Bandung

Nina Fitriana Sutadi, S.I.P., M.I.P., selaku anggota Panitia Khusus (Pansus) 14 DPRD Kota Bandung (dok).

Penting Bahas Raperda Tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual di Kota Bandung

Prolite – Nina Fitriana Sutadi, ., ., selaku anggota Panitia Khusus (Pansus) 14 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung angkat bicara perihal Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) yang sedang disusun.

Penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pencegahan dan Pengendalian Perilaku Seksual Berisiko dan Penyimpangan Seksual di Kota Bandung sangat setuju jika diperhatikan dengan lebih serius.

Menurut Nina Fitriana Sutadi, dengan adanya perda sangat penting pasalnya khusunya di Kota Bandung kasus-kasus penyimpangan seksual seperti ini sangat meresahkan banyak orang.

Pentingnya masalah ini terlihat dari banyaknya laporan dari masyarakat serta temuan perilaku serupa di sekitar masyarakat.

Nina mengungkapkan, penyimpangan seksual bahkan mulai muncul di berbagai ruang publik dan lingkungan pendidikan di Kota Bandung.

“Banyak orang tua kini merasa cemas melihat perkembangan anak-anak yang menunjukkan pola pergaulan dengan indikasi penyimpangan yang kurang wajar,” ujarnya.

Sebagai ibu sekaligus legislator, Nina menilai fenomena tersebut dapat memengaruhi stabilitas keluarga.

“Saya sebagai ibu sangat takut. Anak-anak bisa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Dalam keluarga itu ada peran ayah dan ibu. Kalau masuk ke perilaku menyimpang, bagaimana masa depannya?” katanya.

Nina menyebutkan bahwa sejumlah laporan masyarakat menunjukkan perilaku menyimpang ditemukan di tempat-tempat yang seharusnya menjadi ruang aman, seperti sekolah dan pesantren. Ia mencontohkan orang tua yang terkejut ketika mengetahui anaknya menjalin kedekatan dengan sesama jenis.

Meski demikian, Nina menekankan bahwa penyusunan Raperda ini tidak boleh mengarah pada kriminalisasi individu. Ia melihat beberapa pasal dalam draft awal justru belum fokus pada solusi, sehingga membutuhkan pembahasan lanjutan.

“Setelah saya lihat, masih banyak yang condong ke kriminalisasi, bukan pencegahan. Misalnya soal kewajiban pemeriksaan kepada siswa. Pertanyaannya, bagaimana jika justru pelakunya guru? Itu juga harus diatur,” jelasnya.

Ia juga menyoroti kasus-kasus yang melibatkan perempuan dan anak yang kerap menjadi korban sekaligus dituding sebagai pelaku. Menurut Nina, penyelesaiannya tidak boleh hanya sebatas mediasi antarkeluarga.

“Perempuan dan anak itu sering jadi korban tapi sekaligus dicap pelaku. Mereka harus dilindungi. Jangan hanya selesai dengan ngobrol sesama orang tua. Harus ada terapi dan pendampingan,” tegasnya.

Nina memastikan Pansus 14 masih berada pada tahap penguatan definisi dan penyempurnaan pasal-pasal krusial.

“Pertemuan terakhir pun baru membahas kerangka dasar. Masih banyak yang harus disempurnakan agar perda ini tepat sasaran,” ujarnya.