Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Terhubung : Langkah Indonesia Menuju Mobilitas Hijau

Prolite – Indonesia memperkuat niatnya untuk mengurangi jejak emisi karbon dengan fokus pada promosi kendaraan listrik sebagai bagian dari sektor otomotif ramah lingkungan.
Dalam kaitannya dengan usaha ini, pemerintah menargetkan untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060, atau mungkin lebih cepat.
Sebagai bentuk upaya konkret, Presiden Joko Widodo telah merilis Perpres no. 55 tahun 2019 yang berfokus pada akselerasi program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai untuk transportasi darat.
Selain itu, pemerintah juga memberikan sejumlah insentif, termasuk subsidi sebesar Rp7 juta bagi konversi kendaraan berbahan bakar minyak (BBM) ke motor listrik, serta insentif untuk pembelian mobil dan bus listrik.
Melalui serangkaian regulasi dan insentif tersebut, pemerintah berharap industri kendaraan listrik akan berkembang pesat di Tanah Air.
Populasi Kendaraan Listrik di Indonesia Meningkat
Dilansir dari , populasi kendaraan berbasis listrik di Indonesia terus mengalami peningkatan. Data dari Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan lonjakan signifikan dalam penjualan kendaraan listrik.
Pada tahun 2022, tercatat penjualan kendaraan listrik mencapai unit. Angka tersebut melonjak drastis dari tahun 2021 yang hanya mencatat penjualan sebanyak unit.
Lebih mengesankan lagi, penjualan kendaraan listrik hingga semester pertama tahun 2023 telah mencapai unit.
Namun, dengan peningkatan penjualan kendaraan listrik, muncul pertanyaan penting: apakah infrastruktur pendukung, khususnya stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), telah memadai?
Optimalisasi Pengembangan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik di Indonesia
Menurut data dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN), saat ini terdapat 846 SPKLU di seluruh Indonesia, dengan 620 unit di antaranya dimiliki oleh PLN. Sementara itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan target sebanyak SPKLU pada tahun ini.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pemerintah, melalui Kementerian ESDM, memberikan kemudahan dalam pendirian SPKLU. Fokus utamanya adalah mempermudah persetujuan lingkungan bagi para pengusaha yang ingin mendirikan SPKLU.
Dwi Nugroho, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan MP Kementerian ESDM, menyatakan bahwa upaya ini dilakukan guna memajukan ekosistem Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
Dia menjelaskan bahwa proses perizinan untuk SPKLU kini lebih mudah. Para pelaku usaha hanya perlu mengajukan informasi dan persyaratan melalui sistem online single submission (OSS) yang terintegrasi dengan sistem AMDALnet. Sistem ini akan otomatis mengolah dokumen lingkungan yang diperlukan.
Proses perizinan ini dilanjutkan dengan pengajuan ke sistem online single submission risk based approach (OSS RBA), yang menilai tingkat risiko dari kegiatan usaha tersebut. Menariknya, seluruh proses perizinan dapat dilakukan hanya dalam waktu sekitar 2 jam.
“Kementerian ESDM terus mendorong penambahan SPKLU untuk mendukung penggunaan kendaraan listrik yang semakin meningkat,” ujar Dwi.
Bisnis SPKLU memang masih tergolong baru di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengoptimalkan regulasi, termasuk penetapan tarif pengisian listrik, agar lebih banyak pihak swasta yang tertarik berinvestasi dalam pengembangan SPKLU.