Pemkab Bandung Barat Raih Penghargaan Bergengsi dari Badan Kepegawaian Negara

Pemkab Bandung Barat Raih Penghargaan Bergengsi dari Badan Kepegawaian Negara (dok).

Pemkab Bandung Barat Raih Penghargaan Bergengsi dari Badan Kepegawaian Negara

Prolite – Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) meraih penghargaan sebagai Mitra Kerja Terbaik dalam Penilaian Indeks NSPK (Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria) Manajemen ASN se-Jawa Barat dan Banten dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) Republik Indonesia.

Hal tersebut menjadi bukti nyata komitmen Pemkab Bandung Barat dalam memperkuat tata kelola kepegawaian dan meningkatkan profesionalisme aparatur sipil negara di daerah.

Wakil Bupati Bandung Barat, Asep Ismail mengatakan, menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya atas kerja keras dan dedikasi seluruh ASN yang telah berkontribusi terhadap penghargaan ini.

“Penghargaan ini adalah hasil kerja kolektif seluruh ASN KBB yang terus berupaya menjaga integritas, profesionalitas, dan komitmen terhadap pelayanan publik,” jelasnya.

Ia menambahkan, pihaknya juga menyerahkan Komitmen Bersama Akselerasi Penerapan Manajemen Talenta, yang sebelumnya telah ditandatangani oleh Bupati Bandung Barat Jeje Ritchie Ismail bersama Kepala BKN RI pada 9 Oktober 2025.

“Langkah strategis ini menjadi bagian penting dari upaya Pemkab Bandung Barat untuk mempercepat implementasi sistem merit, yaitu sistem pengelolaan ASN berbasis kompetensi dan kinerja, guna menciptakan birokrasi yang efisien, akuntabel, dan profesional,” katanya.

“Kami ingin memastikan bahwa setiap ASN memiliki ruang untuk berkembang sesuai kompetensinya. Manajemen talenta akan membantu menciptakan birokrasi yang tidak hanya disiplin, tetapi juga inovatif dan berdaya saing,” imbuhnya.

Ia menegaskan, bahwa penghargaan dari BKN RI ini bukanlah akhir, melainkan awal dari langkah besar untuk terus memperbaiki kualitas pelayanan publik dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

“Dengan semangat kebersamaan, kita jadikan penghargaan ini sebagai motivasi untuk terus bekerja keras, menjaga disiplin, serta meningkatkan kinerja ASN menuju Bandung Barat yang lebih baik,” katanya.

Prestasi ini semakin menegaskan bahwa KBB tengah berada di jalur yang tepat dalam membangun tata kelola pemerintahan modern yang berorientasi pada pelayanan publik berkualitas dan sumber daya manusia unggul.

 




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial (dok).

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Kebut Raperda Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




ITDA KBB Perkuat Komitmen Anti Korupsi Menuju Bandung Barat AMANAH

ITDA KBB Perkuat Komitmen Anti Korupsi Menuju Bandung Barat AMANAH (dok).

ITDA KBB Perkuat Komitmen Anti Korupsi Menuju Bandung Barat AMANAH

Prolite – Pemerintah Kabupaten Bandung Barat (KBB) menegaskan langkah serius dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih dan berintegritas.

Salah satunya melalui kegiatan Diseminasi Hilirisasi Penguatan Pemberantasan Korupsi dan Penandatanganan Dokumen Komitmen Bersama Antikorupsi Aparatur Desa.

Kepala Inspektorat Daerah KBB, Yadi Azhar mengatakan, kegiatan tersebut menjadi momentum penting dalam memperkuat semangat kolaborasi antara pemerintah daerah, aparat penegak hukum, dan seluruh aparatur desa untuk bergerak bersama dalam memberantas korupsi dari hulu hingga hilir.

“Ini merupakan bentuk dukungan penuh terhadap komitmen Bupati dan Wakil Bupati Bandung Barat dalam mewujudkan pemerintahan yang Amanah, Agamis, Maju, Adaptif, Nyaman, Aspiratif, dan Harmoniss,” katanya.

Ia menambahkan,  pemberantasan korupsi bukan hanya tugas aparat penegak hukum, tapi tanggung jawab kita semua. Pemerintahan yang bersih harus dimulai dari komitmen pribadi setiap aparatur, terutama di tingkat desa yang menjadi ujung tombak pelayanan masyarakat.

“Penandatanganan Dokumen Komitmen Bersama Antikorupsi bukan hanya seremonial, melainkan bentuk pengingat moral agar setiap langkah penyelenggara pemerintahan selalu berorientasi pada integritas, transparansi, dan akuntabilitas,” katanya.

“Dokumen ini adalah cermin agar kita semua tetap berada di jalur yang benar, menjauhi perilaku koruptif, dan menjaga kepercayaan publik,” imbuhnya.

Masih kata dia, Inspektorat Daerah KBB juga menekankan pentingnya penguatan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) serta sinergi antara pemerintah daerah dengan aparat penegak hukum, termasuk kepolisian dan kejaksaan.

“Pendekatan yang kami dorong bukan hanya represif, tetapi juga preventif dan edukatif. Aparatur perlu terus dibina, diarahkan, dan diberi pemahaman agar tidak terjerumus pada perilaku yang bisa merusak karier dan kepercayaan masyarakat,” katanya.

Ia menyebut, Bandung Barat ingin memulai gerakan antikorupsi dari desa, karena desa merupakan garda terdepan dalam pelayanan publik dan pengelolaan anggaran. Melalui kegiatan ini, aparatur desa diharapkan menjadi contoh nyata dalam penerapan nilai-nilai integritas di lingkungan kerja dan masyarakat.

“Kalau desa kuat, maka Bandung Barat akan kuat. Integritas harus menjadi budaya, bukan sekadar slogan. Kami mengajak seluruh aparatur untuk menjadikan nilai amanah dan antikorupsi sebagai panduan kerja sehari-hari,” katanya.

Ia menegaskan, langkah kecil yang dilakukan dengan integritas akan berdampak besar bagi kemajuan dan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.

“Dengan semangat “Bandung Barat Amanah”, Pemerintah Kabupaten Bandung Barat berkomitmen menjadikan tata kelola pemerintahan yang bersih bukan sekadar cita-cita, tetapi keniscayaan yang terus diperjuangkan bersama,” katanya.




KBB Tak Punya Jalur Khusus BRT seperti Kota Bandung, Armada Gunakan Jalur Arteri Biasa

KBB Tak Punya Jalur Khusus BRT seperti Kota Bandung (dok).

KBB Tak Punya Jalur Khusus BRT seperti Kota Bandung, Armada Gunakan Jalur Arteri Biasa

Prolite – Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bandung Barat (KBB) Ade Zakir mengatakan bahwa tidak ada jalur khusus Bus Rapid Transit (BRT), di wilayah KBB seperti di Kota Bandung.

Armada BRT akan melewati ruas-ruas jalan yang saat ini dilintasi armada BRT Trans Metro Jabar.

“Kalau enggak salah memang enggak akan ada jalur khusus, tetap menggunakan jalur arteri. Kalau mau jalur khusus juga dimana lokasinya, harus ada pembebasan lahan dan itu enggak bisa sama kita,” kata Ade Zakir.

Ade mengkonfirmasi adanya satu titik depo BRT di Bandung Barat.

Rencananya, depo BRT tersebut akan dibangun tak jauh dari stasiun kereta cepat Padalarang.

“Ya kita hanya menyiapkan depo saja di Gedong 5 (Jalan Gedong Lima), kemudian untuk terminal ya itu ada di Kota Baru Parahyangan. Kita sudah ujicoba waktu zaman Pak Pj Gubernur Bey Machmudin,” bebernya.

Terpisah, Kepala Bidang (Kabid) Angkutan pada Dinas Perhubungan (Dishub) KBB, Retno Handayani mengatakan Pemkab Bandung Barat turut menyiapkan anggaran berupa subsidi tarif bagi penumpang BRT yang diperkirakan mencapai Rp 4,7 miliar.

“Kalau daerah itu ya subisid tarif, jadi kita siapkan anggarannya memang sharing dengan daerah lain. Perkiraan di angka Rp4,7 M buat tahun 2026, karena kan lebih murah ya tarifnya,” kata Retno.

Pembangunan konstruksi jalur khusus Bus Rapid Transit (BRT), bakal dimulai pada Januari 2026.

Proyek yang didanai Bank Dunia ini, memiliki panjang sekitar 21 kilometer terbentang melewati wilayah Bandung Barat, Kota Cimahi, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, dan Sumedang.

Kepala Dinas Perhubungan (Kadishub) Provinsi Jawa Barat, Dhani Gumelar mengatakan, proyek tersebut saat ini masih dalam proses lelang yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan.

“Mudah-mudahan awal November, atau sekitar dua minggu lagi, sudah selesai.”

“Setelah itu ada masa persiapan sekitar satu bulan sampai Desember. Jadi, Insya Allah pembangunan akan mulai pada Januari 2026,” ujar Dhani, Selasa (28/10/2025).

Dikatakan Dhani, jalur khusus BRT ini akan memiliki enam depo yakni di Cicaheum, Cinunuk, Majalaya, Leuwipanjang, Soreang dan Padalarang.

“Totalnya sekitar 21 kilometer. Jadi, bisa dibilang membelah kota. Itu untuk jalur khusus atau dedicated lane,” katanya.

Menurutnya, BRT ini akan didukung oleh 34 halte yang tersebar di sejumlah titik sepanjang jalur BRT dengan total 579 bus.

Nantinya, kata Dhani, koridor jalur BRT akan menyesuaikan dengan kondisi ruas jalan di Kota Bandung yang relatif kecil.




Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu

Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu (dok Pemkot).

Pemkot Bandung dan Stakeholder Mulai Benahi Kabel Udara Jalan Buahbatu

KOTA BANDUNG, Prolite – Pemerintah Kota Bandung (Pemkot Bandung) bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (Apjatel) Jawa Barat dan Pusat melaksanakan pemotongan dan penurunan kabel udara di kawasan Jalan Buahbatu, Kota Bandung, Jumat, 31 Oktober 2025.

Kegiatan ini merupakan bagian dari program besar penataan infrastruktur jaringan utilitas agar lebih tertib, aman, dan memperindah wajah kota.

Pada penataan kali ini dihadiri oleh sejumlah pihak, di antaranya Sekretaris Dinas Komunikasi dan Informatika (Sekdis Kominfo) Provinsi Jawa Barat Bayu Rakhmana, Sekretaris Dinas Bina Marga dan Penataan Ruang (DBMPR) Provinsi Jawa Barat Kosasih, Ketua Apjatel Jawa Barat Yudi, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kadis Kominfo) Kota Bandung Yayan A. Brilyana.

Sekdis DBMPR Provinsi Jawa Barat Kosasih menegaskan, Pemprov sangat mendukung upaya penataan kabel udara ini.

dok Humas Kota Bandung
dok Humas Kota Bandung

Menurutnya, selain menata estetika kota, kegiatan ini juga penting untuk menjaga keamanan dan kenyamanan warga.

“Kami sangat mendukung program ini, apalagi sesuai dengan arahan Bapak Gubernur Jawa Barat. Kita harus mulai menata kabel-kabel yang menggantung di atas agar tidak merusak pemandangan dan aktivitas masyarakat. Semuanya diarahkan untuk ditanam di bawah tanah,” jelas Kosasih.

Menurutnya, target keseluruhan penurunan kabel ke bawah tanah masih dalam tahap perumusan karena bergantung pada sinkronisasi dengan program lintas instansi dan operator.

Sedangkan Sekdis Kominfo Jawa Barat Bayu Rakhmana menilai kegiatan ini sebagai wujud nyata kolaborasi antara pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan para pelaku industri telekomunikasi.

“Kami sangat berterima kasih atas kolaborasi ini. Ini adalah kerja bersama antara Pemkot Bandung, Pemprov Jabar, dan asosiasi. Tujuannya untuk menjaga keindahan kota, sekaligus menjadi contoh bagi kabupaten/kota lain agar melakukan hal serupa,” kata Bayu.

Kepala Dinas Kominfo Kota Bandung Yayan A. Brilyana mengungkapkan, masyarakat telah lama menantikan program penurunan kabel udara ini.

Ia memastikan, Pemkot Bandung berkomitmen untuk menata seluruh ruas jalan sesuai dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) Bandung Nomor 43 Tahun 2023.

“Kami sangat berbahagia karena akhirnya program penurunan kabel ini bisa terlaksana. Terima kasih kepada Apjatel, Pemprov, Dinas PU, dan semua pihak yang terlibat. Ada 11 ruas jalan yang menjadi tanggung jawab Pemkot Bandung dan 15 ruas jalan lainnya yang dibangun oleh BII. Semuanya wajib diturunkan tanpa kecuali,” tegas Yayan.

Khusus untuk ruas Jalan Buahbatu, ia menargetkan pekerjaan bisa rampung dalam waktu dua minggu.

“Untuk Jalan Buahbatu ini, kita targetkan selesai dalam dua minggu. Kita kebut siang malam supaya masyarakat segera merasakan hasilnya,” pungkas Yayan.




Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi: Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang

Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang (dok).

Paripurna KUA-PPAS 2026, Ketua Komisi II DPRD Bekasi: Pemkot Harus Perhatikan Keadilan Warga Bantar Gebang

KOTA BEKASI, Prolite – Rapat Paripurna pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, yang digelar di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025) diwarnai interupsi.

Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, melakukan interupsi untuk menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.

Menerima masukan dari aliansi masyarakat penggiat lingkungan, melatarbelakangi Latu melakukan interupsi ktitis terkait persoalan sampah di wilayah Bantar Gebang.

“Terkait dengan permasalahan sampah di Bantar Gebang, masukan dari mereka, aliansi masyarakat penggiat lingkungan memberikan rapor merah terkait pengelolaan TPST Bantar Gebang dan Sumur Batu,” ujar Latu.

Diketahui saat ini Pemkot Bekasi tengah melakukan proses negosiasi ulang Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah dan bantuan tahun 2026.

“ Penilaian “Rapor Merah” ini harus jadi perhatian khusus Pemkot Bekasi dan Komisi II DPRD menyampaikan kepada Pemerintah Kota Bekasi. Semoga masukan dari masyarakat ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perjanjian kerja sama terbaru nanti,” lanjutnya.

Menurut Politisi PKS ini, warga setempat sudah lama menuntut keadilan lingkungan yang layak. Dia juga menegaskan pentingnya pemerintah memperhatikan aspirasi warga yang terdampak langsung TPST Bantar Gebang yang selama ini terabaikan.

” Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantar Gebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tegasnya.




Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono bahas raperda.

Pansus 12 DPRD Kota Bandung Bahas Raperda Tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial

BANDUNG, Prolite – Panitia Khusus (Pansus) 12 DPRD Kota Bandung mulai mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perubahan Kedua atas Perda Nomor 24 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan dan Penanganan Kesejahteraan Sosial.

Ketua Pansus 12, H. Iman Lestariyono, menyebut, revisi perda ini sudah mendesak. Alasannya, aturan pusat terutama Peraturan Menteri Sosial (Permensos) banyak berubah. “Ada hal-hal yang perlu disesuaikan, terutama soal penguatan Lembaga Kesejahteraan Sosial (LKS),” ujarnya.

Iman mengatakan, beberapa pasal lama sudah tidak relevan. Contohnya, soal undian dan kegiatan sejenisnya kini tak lagi diatur dalam perda. “Itu diserahkan ke regulasi yang berlaku di tingkat pusat,” tambah politisi PKS ini.

Menurutnya, perubahan kali ini juga menyangkut penyesuaian muatan lokal. “Kalau yang sifatnya nasional, ya tetap kita ikuti. Tapi kalau ada ruang untuk kebijakan daerah, akan kita sesuaikan. Karena urusan kesejahteraan sosial ini sifatnya kemitraan. LKS memang tidak di bawah Pemkot, tapi perizinannya tetap lewat pemerintah kota,” jelasnya.

Iman menilai, pelayanan sosial tidak bisa dikerjakan sendirian oleh pemerintah. Salah satu contoh, dalam penyaluran bantuan sosial yang berbasis Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN)—pengganti DTKS—penerima hanya mencakup desil 1 sampai 5.

“Masalahnya, masih banyak warga yang butuh bantuan tapi tak masuk dalam kategori itu. Nah, di sini LKS bisa turun tangan,” tegasnya.

Ia mencontohkan, ketika ada warga butuh kursi roda, Pemkot tidak bisa langsung memberi karena harus menunggu proses pengajuan dan anggaran. “Kalau LKS, bisa lebih cepat. Mereka bisa langsung bantu tanpa birokrasi panjang,” ujarnya.

Saat ini, di bawah Dinas Sosial (Dinsos) Kota Bandung tercatat sekitar 90 LKS, namun yang aktif hanya sekitar 60 lembaga. Beberapa yang sudah dikenal masyarakat antara lain Rumah Zakat, Rumah Yatim, dan Salman.

“Ke depan, kita akan cek lagi mana yang sudah berbadan hukum. Kita juga sedang menyusun peta kebutuhan dan peta masalah. Dari situ bisa dilihat arah kebijakan sosial kota ini mau dibawa ke mana,” tutur Iman.

Dalam pembahasan Pansus, ada sekitar 40 pasal yang dikaji, dengan 19 perubahan utama yang jadi fokus. Pansus sudah dua kali menggelar rapat bersama tim penyusun dan tim pelirik untuk menyisir setiap poin perubahan.

“Daerah lain seperti DKI Jakarta, Banjarmasin, dan Yogyakarta sudah lebih dulu menyelesaikan perda sejenis. Kita bisa ambil referensi dari sana supaya hasilnya lebih komprehensif,” pungkasnya.




Jeje Ritchie Ismail: Bandung Barat Lestarikan Budaya Lokal Ritual Ngalokat Cai Irung-Irung

Jeje Ritchie Ismail Lestarikan Budaya Lokal Bandung Barat (dok).

Jeje Ritchie Ismail: Bandung Barat Lestarikan Budaya Lokal Ritual Ngalokat Cai Irung-Irung

Prolite – Pemkab Bandung Barat berupaya maksimal untuk tetap melestarikan budaya tradisional yang ada di wilayahnya. Salah satunya, ritual Ngalokat Cai Irung-Irung.

Kegiatan yang rutin dilaksanakan warga Desa Cihideung, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat (KBB) tersebut memiliki makna rasa syukur kepada Sang Pencipta atas sumber air yang menopang kehidupan masyarakat.

Bupati Bandung Barat, Jeje Ritchie Ismail mengatakan, adanya tradisi Irung-Irung yang dilakukan masyarakat Cihideung merupakan bentuk nyata dari kearifan lokal masyarakat dalam menjaga keseimbangan alam.

“Tradisi Irung-Irung ini adalah harta tak ternilai. Bukan hanya sekadar ritual, tapi filosofi hidup yang mengajarkan kita untuk selalu berterima kasih kepada Tuhan atas karunia air, sekaligus menanamkan kesadaran kolektif untuk menjaga kelestarian mata air,” jelasnya.

Ia menambahkan, pelestarian tradisi ini memiliki nilai penting bagi pembangunan berkelanjutan. Selain mempererat silaturahmi antarwarga, kegiatan tersebut juga menjadi media edukatif dalam meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian lingkungan, terutama sumber air yang menjadi penopang utama sektor pertanian di wilayah tersebut.

“Pemerintah Kabupaten Bandung Barat berkomitmen penuh mendukung setiap upaya masyarakat yang bertujuan merawat budaya dan menjaga alam. Irung-Irung bukan hanya ritual, tapi juga ajang silaturahmi dan perwujudan kepedulian kita terhadap sumber kehidupan,” katanya.

Lebih lanjut ia mengatakan, tradisi syukuran Cai Irung-Irung sendiri sudah berlangsung sejak lama dan menjadi salah satu daya tarik budaya yang khas di Bandung Barat.

“Kegiatan ini melibatkan berbagai unsur masyarakat, mulai dari tokoh adat, petani, hingga generasi muda yang ikut serta dalam menjaga keberlanjutan nilai-nilai luhur warisan leluhur,” katanya.

Ia menegaskan, dengan adanya kegiatan tersebut masyarakat Cihideung tidak hanya merawat budaya, tetapi juga memperkuat kesadaran ekologis bahwa air merupakan anugerah yang harus dijaga bersama.

“Tradisi ini menjadi bukti nyata bahwa harmoni antara manusia dan alam dapat tercipta melalui rasa syukur, gotong royong, dan kepedulian terhadap lingkungan nilai-nilai yang semakin relevan di tengah tantangan krisis air dan perubahan iklim masa kini,” tandasnya.




Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang

Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang (dok).

Rapat Paripurna KUA-PPAS 2026 Diwarnai Kritik, Ketua Komisi II Soroti Masalah Sampah Bantar Gebang

BEKASI, Prolite – Ketua Komisi II DPRD Kota Bekasi, Latu Har Hary, melakukan interupsi dalam Rapat Paripurna pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2026, yang digelar di Gedung DPRD Kota Bekasi, Kamis (30/10/2025).

Interupsi tersebut disampaikan Latu untuk menyoroti permasalahan pengelolaan sampah di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang.

Dalam rapat paripurna tersebut, Latu menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari aliansi masyarakat penggiat lingkungan terkait persoalan sampah di wilayah Bantar Gebang.

“Kami diundang oleh aliansi masyarakat penggiat lingkungan berkait dengan permasalahan sampah di Bantar Gebang. Masukan dari mereka memberikan rapor merah terkait pengelolaan TPST Bantar Gebang dan Sumur Batu,” ujar Latu di hadapan peserta paripurna.

Menurut Latu, penilaian “rapor merah” tersebut harus menjadi perhatian serius Pemerintah Kota Bekasi, terutama di tengah proses negosiasi ulang Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara Pemkot Bekasi dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mengenai pengelolaan sampah dan bantuan tahun 2026.

“Ini menjadi perhatian kita semua, khususnya Komisi II DPRD, untuk bisa menyampaikan kepada Pemerintah Kota Bekasi selaku pemangku kebijakan. Semoga masukan dari masyarakat ini bisa menjadi bahan pertimbangan dalam perjanjian kerja sama terbaru nanti,” lanjutnya.

Politisi PKS Ini juga menegaskan pentingnya memperhatikan aspirasi warga yang terdampak langsung oleh aktivitas TPST Bantar Gebang. Menurutnya, warga setempat telah lama menuntut keadilan lingkungan yang layak.

“Warga Bantar Gebang ikut menanggung suka dan duka dari pengelolaan sampah. Mereka menuntut keadilan yang selama ini terabaikan. Sudah saatnya keadilan ekologis ditegakkan. Bantar Gebang harus dipulihkan, bukan terus dikorbankan,” tegasnya.




NasDem Apresiasi Pemkot Bandung Atas Inisiasi Raperda Ketertiban Umum

Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga

NasDem Apresiasi Pemkot Bandung Atas Inisiasi Raperda Ketertiban Umum

BANDUNG, Prolite — Ketua Fraksi Partai NasDem DPRD Kota Bandung, Rendiana Awangga, menyampaikan apresiasi tinggi kepada Pemerintah Kota Bandung atas inisiatif penyusunan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Ketertiban Umum, Ketenteraman Masyarakat, dan Perlindungan Masyarakat.

Menurut Rendiana, langkah Pemkot Bandung, khususnya Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), telah menunjukkan komitmen kuat dalam menghadirkan regulasi yang berpihak pada kepastian hukum, kemanfaatan, keadilan, keterbukaan, serta partisipasi masyarakat.

“Penguatan regulasi di bidang ketertiban umum bukan hanya untuk menertibkan aktivitas masyarakat, tetapi juga menjaga kualitas hidup warga, menciptakan rasa aman di ruang publik, dan memperkuat ketahanan sosial di tengah dinamika perkotaan yang kompleks,” ujar Rendiana dalam rapat paripurna DPRD Kota Bandung.

Ia menilai, penyusunan Raperda ini mencerminkan kesadaran pemerintah terhadap tantangan baru akibat urbanisasi, perkembangan teknologi, serta meningkatnya risiko bencana di wilayah perkotaan. Pendekatan pentahelix yang diatur dalam Raperda, lanjutnya, membuka ruang kolaborasi antara pemerintah, dunia usaha, akademisi, media, dan komunitas masyarakat.

Empat Alasan Urgensi Raperda

Rendiana menjelaskan, Raperda ini mendesak untuk segera disahkan karena beberapa alasan utama:

  1. Dinamika Aktivitas Masyarakat. Tingginya mobilitas warga menimbulkan potensi gangguan ketertiban seperti kemacetan, kebisingan, dan penataan PKL yang belum tertib.
  2. Penyesuaian Regulasi. Diperlukan harmonisasi dengan aturan baru serta antisipasi terhadap penyalahgunaan teknologi.
  3. Penguatan Peran Linmas. Linmas berperan penting dalam menjaga keamanan lingkungan dan penanggulangan bencana.
  4. Amanat Undang-Undang. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU Nomor 23 Tahun 2014, ketertiban umum merupakan urusan wajib pemerintahan daerah.

Tantangan dan Peluang

Rendiana juga menyoroti tantangan di lapangan, seperti rendahnya kesadaran hukum masyarakat, keterbatasan personel Satpol PP dan Linmas, serta belum optimalnya koordinasi lintas OPD.

Namun, ia menilai masih banyak peluang yang bisa dimanfaatkan, terutama melalui penggunaan teknologi digital.

“Kota Bandung bisa memperkuat pengawasan berbasis teknologi seperti pemasangan CCTV, aplikasi pengaduan warga, hingga integrasi data dengan pusat komando Satpol PP. Kolaborasi dengan komunitas dan dunia usaha juga harus diperluas,” katanya.

Substansi dan Rekomendasi

Menurutnya, Raperda ini telah mengatur aspek penting mulai dari asas penyelenggaraan hingga penegakan hukum dan sanksi administratif yang adil.

Fraksi NasDem pun mengajukan sejumlah rekomendasi strategis, di antaranya:

  1. Mendorong edukasi hukum di sekolah, kampus, dan komunitas.
  2. Meningkatkan kapasitas Linmas dengan pelatihan dan peralatan modern.
  3. Mengoptimalkan sistem pengawasan digital terintegrasi.
  4. Menerapkan pendekatan restoratif terhadap pelanggaran ringan guna membangun kesadaran warga.

Rendiana berharap, Raperda ini dapat menjadi instrumen penting dalam menciptakan Kota Bandung yang lebih tertib, aman, dan nyaman bagi seluruh warganya.

“Keterlibatan masyarakat menjadi kunci. Ketertiban tidak akan tercapai hanya dengan aturan, tapi dengan kesadaran kolektif untuk menjaga kota ini bersama-sama,” tutupnya.